25

Happy reading

.

.

.

Attar POV

Hari ini gue merasa sepi. Benar Mama ada dirumah, tapi gue merasa kehilangan sosok Teteh di rumah ini. Minggu lalu Teteh menikah dengan Arsen lelaki yang dicintainya. Ya gue setuju Arsen menikahi Teteh. Teteh sekarang ikut Arsen ke London. Gue nggak bisa bayangin Teteh harus kesana tanpa keluarga. Apalagi gue yang nggak ada menemani Teteh.

Gue keluar dari kamar dan menuju ruang tengah. Ada Mama dan Papa yang sedang menonton TV berdua. Gue duduk diantara Mama dan Papa. Papa kesal seperti ini. Waktu berduaan dengan Mama harus gue usik. Kata lainnya Papa cemburu dengan anak-anaknya.

"Ma..." Gue peluk Mama, Mama membalas pelukan gue. "Kangen teteh" Gue dengar Mama dan Papa tertawa.

"Baru dua hari Teteh ke London, kamu udah kangen aja dek?" Tanya Mama. Gue diam. Papa membelai rambut gue. "Ayo ke puncak? Liburan bertiga, biar kamu nggak sedih" usul Papa

"Ayo deh Pa. Nanti gantian nyetirnya sama Attar" Papa mengangguk. "Sana beresin baju kamu, kita dua hari disana"

"Yeeeeeeeeeeee liburaaaaaaaaannnnn" sorak gue senang. Gue masuk kamar dan mengambil ransel, memasukkan beberapa baju dan tak lupa kamera DSLR kesayangannya. Hasil kerja keras gue sendiri.

10 menit gue keluar kamar, Mama dan Papa juga baru aja turun dari kamar. Tangan Mama masih memakai gips, sama kayak teteh. Ah jadi kangen teteh.

                                                   Attar Pradana

                                                   Teh gimana kabar?

                                                    Kangen nih

                                                     Aku mau ke puncak sama Mama Papa

Gue menunggu balasan dari teteh. Nggak biasanya teteh lama balas. Apa teteh sibuk ya. Ah gue memasukkan smartphone gue ke saku celana pendek gue. Papa sudah menjalankan mobilnya keluar dari kompleks perumahan. Gue masih memandang Jalan depan.

"Kamu kenapa dek? Kok murung gitu?" Mama adalah ibu paling peka sedunia. Sekali lihat aja udah bisa nyimpulin apa yang sedang terjadi. "Kangen Teteh?" Tebaknya yang selalu benar. Gue mengangguk.

"Kalau dekat aja kayak Tom and Jerry, kalau jauh gini udah galau" cibir Mama. Papa tertawa mendengarnya, gue makin manyun dibuatnya.

Papa memberhentikan mobilnya di depan mini market untuk membeli beberapa cemilan dan minuman. Gue melihat cemilan kesukaan teteh, keripik kentang bergerigi. Ah rasanya gue perngen teriak teteh gue kangen berat. Kenapa teteh nggak balas pesan gue sama sekali sih.

PING

Smartphone gue berbunyi, segera gue ambil di saku celana, gue menghampiri Papa dan Mama yang masih membeli cemilan kesukaan Papa dan beberapa roti tawar dengan selai coklat kesukaan kami. Gue menyerahkan cemilan tadi di troli milik Mama. Gue buka smartphone gue, ada nama teteh disana.

Teteh Azza Sayang

Baik

Azza lagi tidur

Dia kecapekan jalan-jalan

Ada sedikit rasa kecewa, ternyata yang balas Arsen bukan teteh. Mama dan Papa menyadari hal itu. Mama bertanya ke gue kembali. "Siapa? Kenapa jadi murung lagi dek?"

"Teteh, tapi yang balas kak Arsen" Papa segera mengajak gue untuk membayar ke kasir, gue belum membalas pesan dari Arsen. Smartphone gue kembali gue masukkan kedalam saku celana. Gue ijin lebih dulu ke mobil, saat Mama dan Papa antri membayar di kasir. Gue duduk di mobil, rasanya gue pingin nangis saat ini.

Teteh Azza Sayang video calling...

Gue senang bukan main. Segera gue menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan teteh.

"Assalamu'alaikum" terpampang jelas wajah Arsen.

"Waalaikumsalam Attar" dengan logat bulenya. Arsen mengarahkan layarnya ke wajah teteh yang segar baru selesai mandi. Teteh tersenyum dan melambaikan tangannya ke gue. Ahh gue pengen banget peluk teteh saat ini.

"Adek, teteh kangen" katanya disana, Arsen memeluk pundak Teteh, mereka berada di balkon, gue bisa lihat pemandangan gedung-gedung tinggi disana.

"Aku kangen teteh. Jalan-jalan kemana aja teh?" Tanya gue, teteh tertawa renyah bersama Arsen. Tawa yang gue rindukan, kini gue dengar.

"Teteh diajak lihat big bang tadi bareng kak Arsen. Setelah makan siang bersama Mr. Martin dan pak Ardana"

"Hah? Martin penulis novel itu?" Teteh mengangguk. "Pak Ardana ngapain disana?"

"Nicholas teman saya, Ardana dia penggemar beratnya Azzahra, sampai-sampai menyatakan cintanya di---" Teteh membekap mulutnya Arsen dengan telapak tangannya. "Jangan nanti Papa dan Mama dengar, cukup kamu dan aku"  

"Aku dengar kali teh" mereka berdua tertawa terbahak-bahak. "Aku mau ke puncak sama Mama Papa"

"Mana Mama Papa?" 

Lalu Mama dan Papa masuk dan duduk di belakang berdua. Gue angkat smartphone gue lebih tinggi agar terlihat jelas wajah Mama dan Papa.

"Tuh lihatlah, aku jadi supir sekarang. Mama dan Papa pacaran" kembali gue denger mereka berdua tertawa terbahak-bahak, begitu juga Mama dan Papa. Gue merasa terkucilkan.

"Mama Papa, teteh kangen" Arsen mendebat teteh. "Heiy baby, I miss you too Mama Papa, Not just you baby" teteh mengangguk.

"Mama dan Papa juga kangen kalian nak, tapi adek lebih kangen kalian" jawab Mama. "Sampai nangis" tambah Papa, gue dengar mereka kembali tertawa.

"Papa ih, Attar Nggak nangis ya, Attar bukan anak kecil" dan mereka kembali tertawa, lebih tepatnya menertawakan gue. "Udah ah Assalamu'alaikum. Sana bikin ponakan" gue segera menggeser tombol merah. Gue masukkan smartphone gue kembali.

"Jalan sekarang ya, adek yang nyetir ini" nada gue sedikit ngambek "iya adek sayang" jawab Mama dan Papa bersamaan.

"Dek, kalau udah nikah nanti, istrinya diajakin juga ya, biar kamu ada temannya disamping" goda Mama dan Papa hanya tertawa. Gue tak menanggapi. "Emang siapa dek? Belinda?" Tanya Papa. 

"Nggak ada calon Pa. Udah ah, pacaran aja lanjutin, Attar yang nyetir" Papa kembali tertawa dan merebahkan kepala Mama di bahu Papa. Tuh kan, Papa gue emang ngeselin. 

Papa termasuk laki-laki yang romantis, perhatian kecilnya saja bisa bikin Mama meleleh kata Mama. Dan gue bisa lihat Mama bahagia dengan cara Papa sendiri. Dan gue ikut bahagia.

🍀🍀🍀

Setelah puas berlibur dua hari ke puncak, yang jelas-jelas gue diabaikan oleh Papa dan Mama yang pacaran. Gue sibuk hunting foto sendiri. Percayalah sendiri itu tak enak. Biasanya gue ditemani Teteh, sekarang gue sendiri.

Gue kembali ke rutinitas gue, kerja part time mengawasi show room milik Papa. Karena gue bekerja di kantor Papa, lebih tepatnya Papa mengajari gue, bekerja menjadikan gue wakilnya. Jadi kalau suntuk, gue ke show room pusat. Showroom papa punya dua cabang. Disana ada Danda anak om Dika yang bekerja di showroom milik Papa. Ya Danda teman gue SMA, dia kuliah sore, karena Paginya dia jaga showroom.

"Kenapa murung? Tuh mereka datang" tunjuk Danda ke pintu masuk. Ada  Naufal dan Zidan, minus Marcell. Ya, hubungan gue dengan Marcell belum membaik setelah dia mengatai Arsen di rumah sakit kala itu. 

Dan satu fakta yang gue tahu dari Papa, kalau dulu Om Raffael pernah suka Mama dan Tante Lidya juga suka Papa. Dan fakta yang mengejutkan adalah saat gue tahu, bahwa Tante Lidya lah yang membuat Teteh harus lahir prematur karena sudah mendorong Mama saat itu hingga jatuh. Entah bagaimana gue harus menanggapi hal ini. Mama sudah memperingatkan kami agar bersikap biasa saja, jangan sampai persahabatan kami rusak karena masa lalu orang tua. Jadi gue mengerti mengapa Papa bisa seposesif itu menjaga Teteh. Selain teteh anak perempuan satu-satunya.

"Suntuk banget Lo, kangen teteh?" Tebak Naufal tepat sasaran. Gue cuma membalas deheman doang. Gue menyerahkan cemilan yang gue beli di puncak kemarin ke mereka bertiga. "Marcell buat ulah ya di rumah sakit kemarin?" 

"Tau darimana Lo Fal?" Perasaan gue belum cerita apapun ke mereka deh. Naufal menepuk bahu gue. "Lo lupa kalau bokap Lo dan bokap kita sahabat baik? Ya gue tahu dari bokap gue lah, bokap Lo cerita. Gue nggak suka aja sikap Marcell kayak gitu ke kak Arsen"

"Tapi Tar, kak Arsen emangnya Nggak kesulut emosi ngadepin si Marcell?" Gue lupa kalau memang faktanya om Farel dan Om Rion adalah Sahabat terbaik Papa. Kalau om Kenan adalah Sahabat terbaik Mama.

"Ya hampir aja sih, tapi gue bisa nengahin, Nggak tahu deh kalau kak Arsen udah layangkan Bogeman ke Marcell. Kata Queen sih, kak Arsen dulu juga ikutan taekwondo di London, gue pastiin Marcell bakalan masuk rumah sakit" mereka bertiga tertawa. Ya, percayalah, lelaki juga bergosip. Tapi bukan seperti perlambean titah yang ada di sosmed.

"Besok jangan lupa buat perform di cafe Leon" gue mengangguk. Leonardo kami biasa menyapanya Leon. Sahabat terbaik bagi gue dan teteh. Ya sifatnya juga sama dengan om Kenan kata Mama.

🍀🍀🍀

Hari ini gue perform, terkejut juga kalau Marcell ada disana. Kamu bersikap seprofesional mungkin. Gue menggedikkan teteh jadi vocalis sekaligus gitaris. Kami membawakan lagu kesukaan teteh beautiful ini white. Ah gue kangen Teteh.

Tunggu, kenapa Belinda Mandang gue intens?. Ah jadi kepikiran omongan om Kenan di rumah sakit Minggu lalu soal Belinda. Queen duduk disamping Belinda. Sesekali mereka berbincang berdua. 

"Yo Queen" sapa gue. Gue dan Queen bersalaman dengan mengepalkan tinju dan membenturkannya pelan. Biasa gue lakukan kala bertemu dengan Queen. Gue dan Queen sekarang satu kelas, karena gue ambil kelas akselerasi seperti Teteh dan Mama dulu, bedanya gue di manajemen dan Teteh mengikuti alur Mama di bahasa Inggris. Mama dan Papa menyuruh gue mengikuti jejak Teteh untuk kuliah magister jalur akselerasi, ya dan gue lakukan juga.

"You know Tar, I'm made jealous of those who are on honeymoon" adunya ke gue. Yang paham hanya gue, Leon dan Belinda. Mereka bertiga tak bisa bahasa Inggris. "They walk together and you are jealous or you are jealous because they honeymoon and you want to get married too?"

Queen menoyor bahu gue, gue tertawa bisa menggoda Queen. "You are wrong" sungutnya. "Calm friends. Aku bisa bicara ke Daddy kamu kalau kamu mau menikah"

Queen kembali menoyor bahu gue. "I hate you" gue tertawa terbahak-bahak. "Kenapa bukan kamu aja yang nikah Tar?" Tanyanya.

"Heiy, aku masih kuliah magister kalau kamu lupa. Aku bukan teteh yang bisa dengan mudahnya menikah dan menjalankan tugasnya dengan baik. Jadi, kamu udah ada calon Imam?" Queen kembali menoyor bahu gue. Gue bisa lihat Belinda memperhatikan gue, saat mata kami beradu pandang, dia cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Apakah benar dia jatuh cinta sama gue?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top