22
Happy reading
.
.
.
Ardana nampak sumringah. Dia baru saja membeli setangkai bunga mawar untuk wanita yang dia suka. Ardana jatuh cinta pada Azza. Azza sang translator novelnya Martin. Perempuan muda yang dia temui beberapa bulan yang lalu sudah membuatnya jatuh cinta. Mereka janjian bertemu di Morinho's cafe.
Gue sudah duduk rapi disana memakai dress warna navy pilihan Arsen suami gue. Tangan kiri gue masih di gips karena patah. Ardana masuk dan duduk di depan gue. Ardana memberikan gue bunga.
"Saya suka kamu Azza"
Mata gue membulat sempurna, seakan perkataan Ardana membuat gue hilang kesadaran. Ardana duduk diam dan terus memperhatikan gue intens. Gue berdehem untuk mengembalikan suara gue yang sempat hilang.
"Kamu kenapa?" Tanyanya kembali. "Saya baru saja kecelakaan pak. Maaf bapak mengajak saya bertemu ada apa ya pak? Karena Mr. Martin sedang liburan, jadinya tidak mengemail saya bab novelnya"
"Saya tadi sudah bilang, kalau saya suka sama kamu Azzahra" gue menelan salivanya susah payah.
"Haiy honey. Have you finished meeting?" Arsen sudah duduk disamping gue. Ardana menatap tak suka kearah Arsen. "Pak, ini Arsen suami saya"
"Su..apa tadi? Suami?" Beonya. Arsen hanya menatapnya dengan sebelah alis dia naikkan. "Kamu sudah menikah?" Gue mengangguk.
"Satu Minggu yang lalu. Saya juga sudah mengirimkan undangan pernikahan saya waktu itu ke kantor"
"Oh.. saya sedang berada di luar kota dan baru saja kembali kemarin. Jadi selamat atas pernikahan kalian" Ardana menyalami gue dan menyalami Arsen "Congratulations on your marriage. Wish you happiness"
"Thank's. Okay baby, let's go home" gue mengangguk dan Arsen memeluk pinggang gue posesif. Gue tahu pasti Arsen mendengar percakapan gue dan Ardana. Di mobil Arsen hanya diam saja tak membuka suara apapun. Gue merasa terintimidasi dibuatnya.
"Kak Arsen" Arsen menghembuskan nafasnya sejenak sebelum berbicara. "Aku dengar semuanya kalau ku mau tanyain itu. Aku cemburu. Wajarlah, aku suami kamu"
"Nggak masalah. Aku nggak merasa terganggu" jawab gue santai. Arsen membelai lembut rambut gue. "I'm a possessive husband"
"No problem. I am still comfortable and familiar with possessive people. Karena Papa juga sangat posesif" Arsen mengangguk dangdut mengecup punggung tangan kanan gue. "I love you Azzahra" gue terkekeh. Masih malu buat gue membalasnya.
🍀🍀🍀
Mobil Arsen sudah berhenti di garasi rumahnya. Ralat rumah kami. Arsen memutuskan untuk pulang ke rumah. Karena dua hari lagi kami akan berangkat ke London. Untuk pekerjaan Arsen dan sekalian honeymoon katanya. Merinding gila gue denger kata-kata itu. Kampret Arsen. Disana Arsen juga sudah mendaftarkan gue untuk berobat ke dokter spesialis ortopedi temannya.
Gue baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati Arsen sedang asyik tiduran dan ngemil di atas tempat tidur yang sudah gue tata rapi. Remahannya berserakan dan mengotori bed cover yang sudah gue ganti baru. Gue paling nggak suka seperti ini. Arsen hanya nyengir kuda tanpa dosa.
"ARSEEEEEENNNN BERESIN SEKARANG ATAU NGGAK DAPAT MAKAN MALAM" teriak gue membahana didalam kamar. "Sorry baby. Aku bakalan beresin nanti. Aku mau keluar dulu gym"
Arsen keluar dari kamar dengan berlari kecil. Gue buka pintu kamar yang sempat dia tutup. "ARSEEENIO AKBAR MORINHO RETURN NOW AND CLEAN EVERYTHING" Arsen tertawa dan turun ke lantai satu. Gue masih setia mengejarnya sampai lantai satu. "Arsen" tawa Arsen masih membahana. Kampret. Kalau nggak ingat Lo suami gue. Udah gue patahin leher Lo sekarang juga. Tapi gue nggak mau jadi janda kembang.
Arsen tertawa membahana "I WAS IF YOU CAN" kampret suami gue. Gue berlari sampai ke ruang tamu. Tiba-tiba gue merasakan nyeri di sekitar kaki gue. Gue ingat kalau kaki gue kemarin sempat terjepit kursi mobil, tak parah tapi cukup nyeri dibuat berlari dari lantai dua ke lantai satu.
"ARSENIO AKBAR MORINHO. STOP IT" nafas gue terengah-engah. Kepala gue mendadak pusing dan kaki gue semakin nyeri.
Ceklek
Pintu terbuka dan menampilkan Daddy Dean bersama Mommy Asya dan Queen yang pastinya mendengar teriakan gue yang membahana. Queen tertawa terbahak-bahak melihat gue kelelahan dan Arsen yang tertawa terbahak-bahak juga karena gue nggak bisa ngejar dia.
"Apa-apaan ini nak? Kenapa kalian berlarian seperti ini? Kenapa Azza teriak-teriak?" Tanya Daddy Dean melihat gue yang sedikit berjongkok dan menyeka keringat gue yang sebesar berlian yang gede-gede. Bisa kaya gue kalau keringat gue jadi berlian beneran.
"Are you okay Azza?" Tanya Daddy Dean ke gue. Tuh perhatian banget kan papa mertua gue. Ah jadi kangen Papa gue deh. Mendadak pening gue kembali lagi, kepala gue rasanya berputar. "No I'm not" dan pandangan gue mendadak gelap. Gue ambruk seketika.
"AZZAAAAA" Arsen berlari dan segera membopong tubuh Azza yang sudah pingsan. "Kamu itu sudah tahu Azza baru sembuh tapi kamu masih saja jahil" Asya marah pada putra sulungnya itu.
Arsen tak menjawab dan membawa Azza ke kamar tamu disamping ruang tamu. Dean segera menelpon dokter keluarganya. Arsen menyuruh pembantunya untuk membersihkan kamar miliknya dan Azza di lantai dua. Arsen menyeka keringat yang ada di dahi Azza.
Dokter keluarga mereka datang dan segera memeriksa Azza yang masih pingsan. Asya masih menunggu didalam bersama dokter Tomi. Setelah diperiksa dokter, Azza sadar dari pingsannya. Dokter Tomi meresepkan vitamin untuk kesehatan Azza.
"Ada yang kamu rasakan nak?" Mommy Asya tampak khawatir melihat gue. Gue mengangguk lemah. "Kaki saya masih sakit" jelas gue. Dokter itu memeriksa gue kembali terutama kaki gue.
"Apa terjatuh atau bagaimana?" Tanyanya "Kaki saya tercepat kursi mobil saat saya mengalami kecelakaan. Kata dokter ortopedi tidak serius" dokter itu mengangguk.
"Ya. Hanya memar. Tapi usahakan jangan terlalu banyak bergerak dan perbanyak istirahat saja, agar penyembuhan bisa cepat" gue mengangguk dan mengucapkan terimakasih.
Mommy Asya mengantar doker itu keluar kamar. Bisa gue dengar sayup-sayup kalau Mommy Asya dan Daddy Dean tengah memarahi Arsen. Queen masuk dengan membawa segelas air putih untuk gue. Dia juga membantu gue duduk.
"Arsen pasti berulah ya? Dia ngotorin tempat tidur?" Tebaknya benar dan gue mengangguk. Queen kembali tertawa. "Dia sering begitu. Mommy sering menjewer telinga Arsen kalau seperti itu" gue ikutan tertawa.
"Dia dimarahi?" Tanya gue dan Queen mengangguk lalu tertawa kembali. Arsen masuk dan segera berlutut di samping gue. "I'm so sorry baby. Sorry" dia menggenggam tangan gue. Gue cuma mengangguk dan tersenyum tipis melihat suami gue.
Gue baru tahu kalau warna mata Arsen yang biru keabu-abuan itu sangat indah. Jujur gue jatuh cinta pada Arsen melalui matanya dan tatapan Arsen. Warna mata itu membuat gue merasa jatuh kedalamnya. Mata itu seolah mengisyaratkan kelembutan dan ketenangan didalam sana. Perlakuan manis Arsen juga yang membuat gue jatuh cinta. Wajah dan rahang yang tegas khas seorang bule. Bibir merah dan senyumannya yang memabukkan. Dia suamiku.
"Stop melihatnya seperti itu"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top