20
Happy reading
.
.
.
.
Gue dan Mama masih belum diijinkan pulang. Ini adalah hari kedua gue dan Mama di rumah sakit. Keluarga juga bolak-balik jengukin kita. Papa masih setia disamping Mama, begitu juga Arsen. Padahal gue pinginnya Arsen dan Papa kerja, jadi cuma Attar yang jagain kita.
"Papa nggak kerja? Nggak kepikiran kantor gimana Papa tinggal?" Mama bertanya saat Papa menyuapi Mama bubur.
"Enggak masalah. Aku lebih khawatir kamu" alasan Papa. Arsen dan Attar lagi cari sarapan pagi ini.
"Duh Pa, aku nggak papa, lagian cuma patah tulang tangan aja dan bisa jaga diri. Lagian ada Attar kan yang jagain? Papa kerja gih, nggak enak sama karyawan Papa"
gue cuma menggeleng kepala aja menyaksikan perbincangan hangat Papa dan Mama. Lebih tepatnya memaksa Papa untuk kerja. Baik Papa dan Mama tak ada yang mau mengalah. Papa lebih mengkhawatirkan kondisi Mama. Sedangkan Mama ingin Papa tak lalai dari tugasnya meskipun Papa Seorang bos. Arsen dan Attar sudah selesai membeli sarapan untuk Papa dan mereka bertiga. Gue emang lagi malas makan buburnya, hambar. Gue kangen gulai ikan, kalau bisa makan batagor enak.
"Papa kerja aja. Attar yang jaga disini" final dari Mama. Attar Mandang ke gue. Gue cuma bisa menggeleng doang. Papa menghela nafasnya yang berat.
"Kamu mau apa sih Rembulan? Ada yang kamu sembunyikan dari aku?" Terlihat wajah bersalah dari Mama kala Papa menyebutkan nama Mama. Berarti Papa sudah mulai emosi.
"Nggak ada bang Kana ku sayang. Aku cuma mau Abang jangan lalai dari tugasnya aja. Jadilah bos yang bisa ditiru oleh karyawan Abang" Papa tersenyum dan mengecup kening Mama. Ah so sweet ini mah. Kan gue jadinya baper.
"Oke. Attar jaga sini sama Arsen, kalian jangan kemana-mana. Makan siang Papa sudah balik ya" Mama mengangguk puas. Papa kembali memakan sarapannya yang tertunda. Papa menatap gue yang masih diam tak selera menatap mangkuk bubur yang dipegang Arsen. "Makan teh. Nggak kasihan kamu sama suami kamu?"
"Hambar Pa, nggak enak" Papa menggeleng "Beliin batagor aja deh kak, aku mau"
"Kamu mau itu?" Gue langsung mengangguk cepat.
"JANGAN. Makan buburnya teh. Jangan kamu turuti Sen. Kebiasaan Azza begitu" gue cemberut.
"Aku mau makan, tapi ada permintaannya" Arsen mengangguk "Pulang dari rumah sakit, antarin ke salon buat creambath ya. Rambutku bau" Arsen terkekeh tapi mengangguk.
"anything for you my queen" gue tersenyum kampret. Attar udah ngakak dia lihat gue malu-malu kampret.
Akhirnya setelah sarapan. Papa pamit pulang kerumah karena akan berangkat kerja sesuai keinginan Mama. Tinggallah disini kami berempat. Mama dan gue menonton TV. Sedangkan Arsen sibuk dengan laptop miliknya. Attar sibuk main game dia. Suster masuk memberikan obat untuk kami berdua.
💕💕💕
Hampir jam makan siang tiba. Mama masih tidur. Attar tidur di sofa, sedangkan Arsen setia tidur di kursi dekat brankar gue dan berbantalkan tangannya sendiri. Kadang dia merasa kesemutan, gue kasihan juga. Tak tega melihatnya.
Attar bangun dan Mama juga. Arsen masih tidur dan tangannya terulur memeluk perut gue.
"Dek, jalan yuk ke taman berdua" ajak Mama.
"Ntar Papa marah lho Ma, kalau jalan berdua sama adek" Mama berdecak sebal. Gue dan Attar hanya tertawa. Mama udah mulai memasang wajah cemberutnya "ya udah Ma, ayo. Adek ambil kursi roda dulu"
Attar menggendong Mama dan menaruhnya hati-hati di kursi roda. Mereka berdua keluar kamar. Meninggalkan gue dan Arsen yang sedang tertidur. Arsen bangun dan duduk di tepi brankar gue dengan senyuman manis.
"Aku kira kamu tidur?" Arsen menggeleng.
Tanpa ba-bi-bu lagi, Arsen mulai mengecup bibir gue sekilas, lalu menggigit bibir bawah gue dan menyesapnya pelan tanpa melukai. Tangan Arsen memegang tengkuk gue dan tangan satunya memeluk pinggang gue. Arsen memperdalam ciumannya dengan memasukkan lidahnya kedalam mulut gue. Arsen melepaskan ciumannya saat gue kehabisan pasokan oksigen. Arsen mengecup pipi kanan dan kiri gue. Lalu memeluk gue hati-hati agar tak terkena selang infus.
"I Miss you honey" gue tersenyum "I Miss you too"
Ceklek
Gue dan Arsen melepaskan pelukan kami. Arsen menyisir rambut gue yang berantakan. "Assalamu'alaikum" suara Papa.
"Waalaikumsalam Pa" jawab gue dan Arsen bersama. Papa mengernyitkan keningnya melihat Mama dan Attar tak ada di ruangan.
"Mana Mama sama adek?"
"Kencan berdua di taman" Arsen tertawa dan Papa menggelengkan kepalanya.
"Awas aja Attar nanti" Papa mulai deh cemburunya ke Attar. Padahal anaknya sendiri lho. Ampun deh.
💕💕💕
Suara berisik dari luar kamar. Arsen masih duduk di tepi brankar gue samping kanan gue. Attar, Papa dan Mama masuk dengan diiringi perdebatan antara Papa dan Attar tentunya. Keluarga om Raffael masuk. Tentunya dengan Marcell dan Tante Lidya. Marcell memandang tak suka kearah Arsen yang duduk di samping gue. Gue sih bomat.
Papa ngobrol bersama om Raffael dan Tante Lidya di sofa. Mama sudah berada di brankar bersama Attar. Marcell masih memandang sinis kearah Arsen. Attar terlihat tak suka dengan cara pandang Marcell.
"Kenapa bisa sampai kecelakaan? Harusnya sebagai suami, Lo bisa kan jadi suami yang peduli. Buat apa Lo nikahin teteh kalau akhirnya seperti ini karena Lo nggak bisa jagain dia" cerocos Marcell.
"what's the problem with me dude?" Arsen berdiri di samping gue dan Attar "Why can you accuse me like that? I myself don't want events like this to happen to my wife" Attar memegang bahu Arsen.
"Lo kenapa sih? Ngomong sama kak Arsen harus ya pake urat?" Cibir Attar. Marcell hanya diam. Arsen masih memasang wajah dinginnya. Marcell berdiri di depan Arsen.
"What do you want?"
"Lo mau apa Cell?"
"Lebih baik kamu ceraikan saja Azza. Biar dia gue yang jaga"
"Ini you're dream dude" Arsen tersenyum miring. "She's my wife. Don't hope you can find a gap in our relationship, because I will never let it" Arsen maju selangkah "Remember that" Arsen mendorong bahu Marcell dengan jari telunjuknya.
"Bangsat" desis Marcell. Marcell mengepalkan tangannya dan melayangkan pukulannya ke Arsen, tapi Arsen lebih sigap dan menangkap tangan Marcell. "Don't mess with me" Arsen membuang tangan Marcell.
"Kalau Lo datang cuma cari ribut sama keluarga gue, lebih baik Lo balik dan nggak usah kesini lagi. Gue masih menghormati om dan Tante sebagai teman Papa, bukan kek Lo yang berulah gak jelas" geram Attar.
"Marcell pulang. Bintang sorry bro, anak gue kurang sopan" Papa cuma menggedikkan bahunya. Bagi Papa itu masalah anak-anaknya tapi jangan sampai anak-anaknya lecet aja, atau Papa ikut turun tangan langsung.
Om Raffael membawa anak semata wayangnya keluar dari kamar kami. Papa menggelengkan kepalanya. "Gimana bisa kalian berdua masih santai tanpa urat. Kalau Papa mungkin udah baku hantam sama Marcell"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top