7. Si Perebut Hati
Tak perlu berlama-lama untuk berpikir jatuh cinta padamu, sebab aku sudah lama memupuknya hingga kini cinta itu tumbuh dan semakin besar. (Naima)
***
Hari ini Ima tengah disibukkan dengan aktivitas usaha restorannya. Ima disibukkan dengan kedatangam bahan masakan yang baru saja diimpor dari Eropa. Walau di tiap cabang restorannya memiliki menejer, Ima tetap harus mengecek usaha yang ia geluti.
Kali ini Pak Yusuf menerangkan laporan keuangan yang ia peroleh di kedai Kopi cabang Daan Mogot. Ima mendengar dengan seksama, sesekali Ima menanyakan yang perlu ditanyakan tentang kedai kopi yang baru saja ia buka sebulan yang lalu.
Tiba-tiba telepon masuk dari nomor tak dikenal. Ima yakin yang meneleponnya adalah Alleta. Alleta punya nomor ponsel lebih dari satu. Alleta juga sering meneleponnya dengan nomor lain yang tidak ada dalam buku telepon Ima.
"Apa Al?" tanya Ima setelah mengangkat telponnya.
"Ma, sorry banget kayaknya kita nggak jadi nggibah hari ini, sodara gue tiba-tiba dateng nih," kata Alleta setelah teleponnya diangkat Ima.
"Iya enggak apa-apa, lain kali aja kita nggibahnya," jawab Ima. Ima dan Alleta berencana membicarakan Vania dan membicarakan Kai, pacar Alleta yang baru.
"Oke, besok gue telepon lagi," kata Alleta sebelum menutup telponnya.
Ima kembali berdiskusi dengan Pak Yusuf tentang laporan keuangan. Untuk bulan ini sepertinya pengeluaran cukup banyak. Tak lama telepon nomor tak dikenal kembali masuk. Tanpa berpikir panjang Ima mengangkatnya dan mengira yang meneleponnya adalah Alleta.
"Iya Leta! Gue sibuk nih, entar gue telpon lagi," jawab Ima langsung.
"Ini bukan Leta," jawab suara pria di seberang. Suaranya terdengar bariton dan agak berat. Dari mendengar suaranya wanita normal akan mengira kalau pria yang kini menelponnya adalah pria tampan.
"Kamu siapa?" jawab Ima sedikit judes karena mendengar suara pria.
"Ini aku, Sean," jawab pria itu.
"Hah, apa? Sean?" Ima kembali bertanya, ia tak percaya kalau yang meneleponnya adalah Sean pujaan hatinya.
"Iya ini aku," jawabnya singkat.
"Sean? Depan rumah? Tetangga?" tanya Ima ragu-ragu.
"Ya benar, kamu lagi sibuk ya?" tanya Sean langsung.
"Hah! Eng... Enggak kok!" ralat Ima cepat-cepat.
"Tadi katanya sibuk," jawab Sean pelan.
"Eh, enggak. Sumpah enggak kok," jawab Ima gelagapan.
"Nanti siang kita lunch bareng ya! 30 menit lagi aku jemput ke kantormu!" kata Sean singkat.
Ima tak percaya, rasanya seperti mimpi mendengar perkataan Sean barusan. Sean mengajaknya makan siang bersama. Berdua? Hanya antara Sean dan dirinya, sungguh romantis pikir Ima. Tapi Ima tetap berusaha menunjukkan sikap biasa saja.
"Hah, memangnya kamu tahu lokasi kantorku?" tanya Ima heran. Rasanya Sean tak pernah bertanya perihal pekerjaan Ima dan lokasi kantor Ima, tapi mengapa pria itu seolah tahu keberadaan Ima.
"Sean."
Tak ada jawaban. Koneksi terputus.
Ima bengong memandangi ponselnya. Sean mengajaknya makan siang bersama. Apa Sean mulai tertarik padanya? Ataukah Sean ingin bertemu tapi justru ingin menyampaikan tidak ingin melanjutkan perjodohan? Sederet kemungkinan baik dan buruk dari ajakan makan siang Sean seolah berputar-putar di kepalanya.
Ima pasrah apapun yang dikatakan Sean nanti. Apakah baik atau buruk, yang jelas Ima harus menerima kenyataan bila terjadi kemungkinan terburuk. Ima tak boleh berlama-lama berharap. Walaupun malam ketika keluarga Sean bersilaturahmi Sean sudah setuju, tapi hal itu belum bisa dipastikan begitu saja. Sean bisa saja berubah pikiran mengingat pertunangan belum digelar dan mereka masih ingin kenal satu sama lain.
"Bu Ima," panggil Pak Yusuf.
"Eh iya Pak," jawab Ima setelah lamunannya dibuyarkan Pak Yusuf. Diskusinya dengan Pak Yusuf kembali berlanjut setelah Sean membuatnya terhenti sejenak.
***
Kata-kata Sean memang bukan kaleng-kaleng. Pria itu memang tahu keberadaan Ima. Mungkin saja Sean bertanya pada Bunda atau Ayah keberadaannya jika hari rabu Ima berada di kantor 'Kedai Kopi' cabang Daan Mogot.
Pria tak banyak bicara itu menjemput Ima ke kantornya. Sudah bisa dipastikan kalau karyawati 'Kedai Kopi' takjub ketika melihat bos mereka dijemput lelaki ganteng yang ketampanannya sebelas dua belas dengan pemain sinetron.
Jika dekat dengan cowok ganteng seperti Sean, wanita manapun akan berharap digandengnya. Sebagai wanita normal dan calon tunangan, Ima sangat berharap kalau dirinya digandeng. Dengan bergandengan Ima berharap kalau mereka menunjukkan bahwa mereka saling memiliki.
Tapi ekspektasi tidak sesuai realita. Harapan digandeng tangan berotot Sean sirna sudah. Jangankan digandeng, jalan beriringan saja tidak. Sebab langkah Sean terlalu cepat hingga Ima tertinggal di belakang.
***
Sean mengajak Ima makan di luar. Meskipun gadis itu punya restoran dan kafe, Sean justru mengajaknya ke restoran lain agar suasananya terasa berbeda bagi Ima.
Selama diperjalanan Sean tak banyak bicara. Yang lebih sering bertanya justru Ima. Sean hanya menjawab sesekali jika ada pertanyaan yang muncul, bertanya sekedar basa-basi dan hanya tersenyum seadanya sekedar menghargai jokes Ima. Sikap Sean seperti ini karena adanya kecanggungan antara mereka berdua.
"Ima, kamu lagi diet?" tanya Sean dengan konsentrasi menyetir. Pandangannya lurus menatap jalanan. Pria itu bertanya tanpa memandang lawan bicaranya.
"Enggak", jawab Ima santai.
Iya sih, tapi dari pada gak jadi kencan mendingan aku bohong. batinnya.
"Memangnya kenapa Sean?" tanya Ima penasaran.
"Enggak apa-apa. Eh iya, Kamu vegetarian nggak?" Sean kembali bertanya dan menoleh sejenak lalu kembali konsentrasi menyetir.
Enggak, kenapa Sean? Dari tadi kamu nanya terus. Tapi kamu enggak menatapku! Gerutu Ima dalam hati.
"Enggak Sean," jawab Ima setelah menggerutu dalam hati.
"Oke, kita ke restoran Padang ya, enggak apa-apa kan?" tanya Sean.
Hah, restoran Padang? Yang bener aja! Kamu mau nambah lingkar pinggangku 3 senti meter lagi hah! Batin Ima.
"Gimana? Setuju kan?" tanya Sean. Pria itu sepertinya mengetahui kalau gadis di sampingnya berpikir keras diajak makan di restoran Padang yang mana makanannya identik dengan makanan pedas dan bersantan.
"Boleh, boleh," jawab Ima setelah Sean meminta persetujuannya.
Makan di restoran Padang? Wah pasti bakalan sering dengar pembeli yang mengatakan "tambuah ciek" ratusan kali. Kenapa enggak di tempat yang agak sunyi gitu sih Sean? Tapi enggak apa-apa Sean asal bareng kamu aku sih oke aja. Walau nantinya berat badanku naik atau lingkar pinggangku bertambah 3 senti meter sekalipun. Batin Ima.
"Up to you," jawab Ima tersenyum sambil menatap Sean yang masih konsentrasi menyetir dan tidak menatap Ima sedikitpun.
Rasanya percuma menata senyum sebaik mungkin, pria itu juga tidak melihat senyuman Ima. Belum menyerah, Ima mencoba mencuri-curi pandang, karena kesempatan bagi Ima ketika Sean konsentrasi menyetir.
Setelah mencuri pandang beberapa kali. Ima terkagum-kagum. Bagaimana tidak? Dilihat dari samping saja, pria itu terlihat gagah. Hidung mancungnya terlihat jelas. Melihat ketampanan itu Ima semakin ingin pertunangan segera dipercepat.
Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta pada Sean.Tak perlu berlama-lama untuk berpikir jatuh cinta padanya, sebab Ima sudah lama memupuknya hingga kini cinta itu tumbuh dan semakin besar. Ia sendiri susah membendungnya.
Sean seperti memiliki pesona khusus yang membuatnya layak untuk diidolakan. Ima mengidolakannya sejak SMP. Ima memegang prinsip "tetanggaku idolaku." Walau mereka tetangga, Sean dan Ima tidak pernah dekat. Kata Bunda, waktu kecil Sean tidak pernah mau mengalah dan suka merebut mainan. Sewaktu mereka kecil Sean memang suka merebut mainan Ima. Siapa sangka ketika dewasa Sean justru merebut hati Ima. Ima tersenyum sendiri mengingatnya. Si perebut mainan kini menjadi si perebut hati.
Sean menoleh, Sean dan Ima beradu tatap. Sean tiba-tiba terseyum seadanya, sekedar basa-basi. Senyum Sean selalu membuatnya tersipu, entah alasan apa ia memilih Sean yang sejak kecil tidak terlalu dekat denganya.
Berbeda dengan Soni. Soni justru baik pada Ima, tutur katanya selalu lembut. Kata Bunda Ima, Sewaktu mereka masih kecil Soni lebih sering mengalah jika bermain dengan Ima. Soni juga suka berbagi dan suka mengajak Ima bermain bersama.
Namun ketika dewasa Ima dihadapkan pilihan antara Soni dan Sean. Entah mengapa Ima justru bersikeras memilih Sean yang sejak dulu kurang dekat dengannya. Mungkin Ima mengutip kata orang kalau mencintai itu tidak beralasan. Ya, gadis itu mencintai Sean tanpa alasan apapun.
Soni Gilberto (Kakak Sean)
Soni hobi banget bawa Sean ke Grogol. Katanya sean itu agak aneh. Nantikan part-nya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top