6. Proses Perjodohan

Kamu tercipta dari material apa? Berliankah atau intan permata? Sungguh sempurna semua yang ada pada dirimu hingga melihat kilaumu dari jauh itu sudah cukup bagiku. (Naima)

***

"Demi apa! Sean terbuat dari apa sih? Mengapa ada sosok sempurna seperti itu, sampai aku enggak pernah jatuh cinta sama cowok lain!" jerit Ima dalam hati.

Posisi mereka berdua berhadap-hadapan. Dua keluarga calon besan itu kini sedang menikmati makan malam bersama. Makan malam kali ini spesial  Ima sendiri yang memasak. Ima sendiri adalah lulusan S2 kuliner di USA.

Kali ini Ima memasak masakan khas Italia. Ima sengaja memilih makanan Italia agar sekeluarga berasa menikmati makanan di restoran mahal ala Italia. Di meja tersuguh makanan yang sering dijumpai seperti pizza, pasta carbonara, spagety, ayam parmigiana dan yang menjadi andalan Ima adalah ravioli. Sebagai makanan penutup, Ima menyajikan tiramissu dan gelato, sejenis es krim tetapi lebih padat.

Dua keluarga bahagia itu kini menikmati cita rasa yang dihasilkan oleh masakan Ima. Ketika sekeluarga sibuk dengan piringnya masing-masing, Ima justru sibuk curi-curi pandang menikmati ketampanan wajah Sean.

Wajah Sean tampan tanpa cela, walau di bajunya ada noda merah karena tumpahan minuman. Sean tiba-tiba tersadar sedang dipandangi oleh Ima. Lalu pria itu membalas memandang Ima dengan mengurangi kecepatan mengunyah makanannya.

Ketika Ima kepergok sedang memandangi Sean, pria itu justru membalas memandangi Ima. Sean kini menatap Ima dengan tatapan yang menyimpan sejuta arti hingga Ima tidak bisa menyimpulkan arti tatapan pria itu.

Dengan berpura-pura sibuk melahap makanan di pitingnya Ima masih memikirkan tatapan Sean. Tatapan itu bisa jadi tatapan yang akan membunuh Ima perlahan-lahan karena harapan palsu. Tatapan itu juga bisa jadi adalah tatapan penolakan, karena sejatinya sejak tadi Sean belum memperlihatkan tanda-tanda ingin berkenalan lebih jauh dengan Ima. Sean hanya banyak diam dan sesekali bersuara jika ditanya.

"Sean, bahkan tatapan jahatmu membuatku terguncang. Aku benar-benar menginginkanmu!" batin Ima.

"Kenapa dia melihatku seperti itu? Bukannya seharusnya dia senang aku ada dihadapannya? Bukannya seharusnya dia senang melihatku tanpa bantuan teropongnya itu?" tanya Sean dalam hati.

"Semoga perjodohan ini bukan main-main. Semoga perjodohan ini berhasil dan aku jadi nyonya Nicholas Sean Atmaja," lirih Ima dalam hati.

Sean pun memutus tatapan Ima dengan senyumannya. Senyuman dasyat yang sukses membuat Ima gemetaran. Ah, apa sesuka itu Ima pada Sean? Hingga disenyumi sedikit saja ia langsung gemetaran.

"Sean," panggil Bunda. Untung saja Sean dipanggil Bunda. Kalau saja Bunda tidak memanggil Sean, senyuman Sean akan mempercepat irama debaran hati Ima.

" Eh, Iya Cik, eh Bunda," jawab Sean gelagapan.

"Gimana masakan Ima? Enak enggak?" tanya Bunda.

"Oh biasa aja sih Cik, cuma masak gini harus kuliah di Amerika, jauh amat Cik," jawab Sean dalam hati.

"Enak banget Bunda," jawab Sean.

"Alhamdulillah kalau begitu, Bunda kira enggak enak. Kalau enggak enak Bunda bisa nyuruh dia belajar masak lagi," kata Bunda.

"Ya enak dong, udah cantik pinter masak lulusan master kuliner lagi di Amerika," puji Mama dengan gaya sok tau.

"Halah, apaan sih! Blajar masak aja musti jauh-jauh ke Amerika. Bilang aja ke Amerika cuma buat seneng-seneng. Sama tu kayak Kak Soni, kuliah Jerman aja 30 persen kuliah, sisannya main," gerutu Sean dalam hati.

Sean menoleh ketika Papa bertanya tentang aktivitas Ima. Ketika Ima bercerita tentang aktivitasnya obrokan menjadi semakin seru. Dari obrolan ini mereka menjadi tahu bahwa aktivitas Ima adalah sebagai founder restoran cepat saji yang menyediakan menu ala internasional. Papa dan Mama juga dibuat tercengang ketika tahu bahwa kedai kopi favoritnya ternyata Ima lah pemiliknya.

Setelah mengikuti obrolan Sean juga baru tahu kalau restoran cepat saji yang menyediakan menu utama pizza di mana ia dan Tio kunjungi tempo hari adalah milik Ima. Kaget? Tentu saja. Ima memiliki prestasi yang sangat baik. Cantik, pintar, muda dan punya usaha sendiri. Cukup jauh jika dibandingkan dengan Betty yang statusnya anak pegawai negeri biasa.

"Ah, lagi-lagi Betty! Kenapa sih di saat suasana rame gini, malah keinget Betty," rutuk Sean dalam hati.

"Saya yakin, kalau Sean nantinya jadi suami Ima. Sean pasti betah di rumah!" Tiba-tiba Papa angkat bicara memuji Ima setelah puas membicarakan politik dengan ayahnya Ima.

"Ya ampun Papa, kenapa jadi berhalusinasi gini sih!" dongkol Sean dalam hati.

"Memangnya kenapa Mas?" tanya Ayah Ima.

"Masakannya enak-enak gini lho, kalau Sean kurang olahraga bisa-bisa kayak Papa nih," kata Papa sambil mengarahkan sorot mata Papa pada perutnya yang sedikit membuncit.

"Ha ha ha, tak apa Sean perut buncit itu tanda kalau kita memang makmur," jawab Ayah Ima.

Sean yang menjadi bahan candaan hanya tersenyum-senyum simpul. Ia kembali menikmati makanan pencuci mulutnya. Kali ini ia memilih tiramisu sebagai makanan pencuci mulut.

"Oh iya, Soni mana ya Kak?" tanya Bunda pada Mama Sean.

"Wah, dia sepertinya masih sibuk dengan jabatan barunya. Soni memang bersemangat sejak Mas Muzakir fokus di politik," jawab Mama sambil tersenyum kecut.

"Oh gitu, coba ada Soni. Kan bisa saya kenalin sama Neli temennya Ima, cantik juga loh Kak asli Banyumas, sama-sama master kuliner juga," bisik Bunda.

"Wah bisa bisa itu Wat, aku sih seneng kalau punya mantu cantik dan pintar apalagi kenal baik," jawab Mama.

Dalam hati Ima tertawa geli, jika saja perjodohan itu terjadi Neli akan menjadi kakak iparnya. Ima tak bisa membayangkan jika ia harus memanggil Neli dengan panggilan "kak." Untung saja Neli tak mendengarnya karena gadis itu di dapur dan tidak mengikuti dinner antar keluarga ini.

Mata Ima kembali mencuri pandang pada Sean yang ada dihadapannya. Sean menghabiskan tiramisu dan kini Ia hanya diam sambil sesekali mendengar cerita Ayah dan Papa. Sean masih belum memperlihatkan keantusiasannya pada Ima. Sean masih terlihat cuek dan sama sekali tidak memulai obrolan dengan Ima. Sikap Sean seperti ini justru membuat Ima penasaran.

Ima semakin terpikat dan ingin tahu lebih banyak tentang Sean. Ima ingin menyelami lubuk hati Sean yang paling dalam.

"Sean, apa sih yang ada dalam pikiranmu? Sedikitpun kamu tidak menatapku! Apa ada wanita lain yang kini menantimu?" batin Ima.

"Ehem," tiba-tiba Papa berdehem dan membuat Ima dan Sean refleks menoleh pada Papa.

"Jadi bagaimana Sean? Kita lanjutkan perjodohan ini?" kata Papa bersemangat.

"Aku terserah Ima aja Pa. Di mana-mana keputusan itu di tangan cewek. Mau nerima atau enggak," jawab Sean.

"Jadi Ima gimana nak? Terima Sean nggak nih?" Papa melempar pertanyaan pada Ima.

"Ya tentu saja Om, ini namanya rezeki. Jodoh itu rezeki, kalau jodoh aku Sean itu namanya rezeki anak sholeha," batin Ima.

"Ima," panggil Ayah.

"Iya Yah, Iya Om. Ima setuju," jawab Ima.

"Alhamdulillah," jawab para orangtua serempak.

"Gimana kalau kalian langsung nikah saja? Pak Madun katanya sudah siap jadi penghulu," kata Papa tiba-tiba

"Hah, langsung nikah? Eh jangan lah, aku musti kenal dulu sama Naima," batin Sean.

"Jangan langsung nikah Om, eh Papa. Kami mau kenal lebih jauh dulu," kata Ima seolah mewakili isi hati Sean.

"Oke lah kalau begitu, secepatnya kita atur acara pertunangannya ya," sambung Ayah.

"Nah, setuju setuju," jawab Papa.

Dua keluarga itu tertawa bahagia bersama. Kecuali Sean, ia hanya tersenyum manis saja. Entah itu jaga image entah dia masih berada dalam ketidakpastian.

"Semoga proses perjodohan ini lancar," kata Ima dalam hati.

From author:

Mohon maaf kalau masih acakadut ya teman-teman. Kita sama-sama tahu kalau nulis itu susah dan mengembangkan ide juga susah.

Makasih buat teman-teman yang sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan vote supaya aku makin bersemangat. See you next part.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top