36. Betty Bertahanlah
Tiga kata yang menjadi kata kunci menggambarkan dirimu. Tiga kata itu adalah aku, cinta dan kamu. (Soni)
***
Setelah Dilan mengusir dirinya, Soni mencari keberadaan Betty seorang diri. Di saat polisi sibuk menangkap anak buah Martin yang jumlahnya banyak, Soni secepatnya mencari keberadaan Betty. Rupanya mencari keberadaan Betty tidak mudah, Soni harus memasuki pintu demi pintu bangunan gudang tua di pelabuhan.
Tiap pintu yang tertutup ia dobrak dengan pelan. Beberapa pintu ia masuki tapi tetap saja ia tak menemui keberadaan Betty. Soni masih tetap mengendap-ngendap berjalan mencari keberadaan Betty dengan pistol di tangannya. Ia menemukan sebuah pistol dilokasi Dilan dan Martin bertarung.
"Betty, kamu di mana sayang," lirihnya.
Ia memasuki pintu di ujung koridor bangunan yang kebetulan tak dikunci. Ia memasuki pintu itu. Ia masuk ke dalam sebuah ruangan. Di dalam bangunan gudang tua satu-satunya ruangan yang masih bersih dan layak pakai adalah ruangan yang baru saja dimasuki Soni.
Mata Soni mengelilingi ruangan itu. Ada terdapat meja dan kursi dengan sandaran tinggi, seperti kursi di ruangan kerjanya. Soni melangkah pelan-pelan seperti detektif dan mencoba membaca kertas yang tertumpuk di atas meja. Mata Soni terbelakak, ia mendapati file yang berisi transaksi jual beli narkoba. Tampaknya yang dilawan oleh Dilan adalah kepala geng yang juga pengedar narkoba.
Mendengar langkah kaki masuk, Soni langsung bersembunyi di bawah meja. Ia mencoba mendengar percakapan orang yang tengah memasuki ruangan.
"Polisi udah sibuk ngurus teman-teman yang jadi korban Dilan, sekarang kita sembunyi di mana? Lalu gadis itu bagaimana?" tanya salah satu dari dua orang yang bercakap.
"Kenapa gadis itu jadi kejang-kejang gitu. Tadi bukannya dia baik-baik aja? Cuma teler dikit gitu," tanya seorang pria.
"Sebenernya gue kasian, tapi karena dia bisa buka ikatan Martin nyuntikkan barang itu dua kali lipat lebih banyak, kayaknya dia over dosis," jawab temannya.
"Gila! Tadi dia baik-baik aja. Apa disuntikin lagi?"
"Iya Boy nyuntikin dikit lagi sebelum ditunjukkan ke Dilan."
"Terus kita gimana? Kita kabur aja?"
"Iya, ayok. Sebelum polisi ke mari."
Soni langsung melotot, bagaimana bisa penjahat itu meninggalkan Betty dalam keadaan kesakitan. Benar-benar kurang ajar. Soni berencana akan membuat perhitungan pada dua pria yang sedang bercakap-cakap itu. Walaupun sebenarnya Soni juga takut kalau harus berhadapan dengan penjahat. Tapi apa boleh buat, dari pada Betty lama mendapat bantuan.
"Woy, siapa di sana!" pekik mereka serempak setelah mendengar pergerakan Soni.
Mencoba berani, Soni berdiri dan menodongkan pistol di tangannya. "Mana gadis yang kalian maksut? Angkat tangan kalian!" perintah Soni.
Mereka berdua mengangkat tangannya karena takut dengan Soni yang menodongkan pistol. Soni sendiri tidak tahu apakah pistol ini berisi peluru atau tidak. Andai penjahat itu tahu pistol Soni kosong, bahaya bagi diri Soni. Sekarang Soni sangat berharap penjahat itu tetap takut dengan todongan pistol di tangan Soni.
Soni mendekati dua pria yang ketakutan dengan pistol di tangannya. Soni memeriksa tubuh dan kantong dua pria itu. Sepertinya pria itu tidak membawa senjata.
"Duduk! Lo juga duduk!" perintah Soni dengan menunjuk mereka satu persatu.
Pria itu menuruti Soni, mereka berdua berjongkok seperti tahanan dengan posisi tangan di belakang kepala. Mereka menuruti perkataan Soni. Sepertinya di dunia penjahat orang bersenjata bisa menguasai siapapun. Meski mereka penjahat mereka juga sayang nyawa mereka sendiri.
"Itu jongkok Bambang! Gue nyuruh kalian duduk. Bersimpuh kayak orang minta ampun karena kebanyakan dosa!" perintah Soni yang terdengar asal.
Benar, pria bersenjata ternyata memang berkuasa penuh, buktinya mereka mengikuti kata-kata Soni. Mereka berdua duduk bersimpuh. Jika di dunia bisnis pemegang saham adalah yang paling berkuasa, berbeda dengan dunia penjahat di mana pemegang senjata adalah penguasa. Soni juga heran dengan dirinya sendiri, jika dikantor dia adalah seorang bos kini ia justru seperti bos mavia.
"Sekarang kalian tunjukkan gue di mana gadis itu kalian sembunyikan!" kata Soni dengan nada memaksa dan mengatur.
"Gue gak tau Bang!" jawab salah satu mereka.
"Gue bisa pecahin kepala kalian, jalan! Tunjukin gue kalau kalian belom pengen lihat neraka!" bentak Soni.
"Gimana kita mau jalan Bang kalau kami Abang suruh duduk bersimpuh," protes pria yang lain.
"Ngesot! Kalian bisa ngesot kan?" bentak Soni dengan pistol yang ia dekatkan dengan kepala salah satu dari mereka.
"Maaf bang kita bukan suster ngesot," jawab pria lainnya.
"Kalian jangan jawab omongan gue! Cepetan ngesotnya!" geram Soni.
Perintah Soni tampaknya lebih kejam dari bos mereka sendiri. Bos mereka tidak pernah menghukum mereka dengan cara menyeret tubuh mereka seperti saat ini. Soni sengaja menyuruh mereka berjalan dengan menyeret tubuh mereka. Soni khawatir kalau dua pria ini berdiri mereka akan mengeroyok Soni. Soni hanya ingin sampai ke tempat mereka menyembunyikan Betty.
Soni tidak bisa berkelahi dan menguasai bela diri seperti Dilan. Soni hanya tahu bagaimana menaikkan kurva keuntungan perusahaan, menekan biaya produksi dengan modal sekecil-kecilnya dan untung sebesar-besarnya. Kali ini ia harus mempertahankan dirinya di tengah dua orang anak buah penjahat yang ia tipu daya dengan kelicikannya. Soni memang memiliki sifat licik.
Setelah terseok-seok karena meyeret tubuh, mereka pun kelelahan. Napas dua orang pria itu tersenggal-sengal. Tangan mereka kram dan pegal, mereka pun menepi tepat dipintu mereka menyembunyikan Betty. Masih belum sampai di situ, Soni tak serta merta mempercayai mereka. Soni mendekati mereka dan meronggoh pinggangnya dan mengeluarkan borgol yang ia curi dari polisi yang datang bersamanya.
Soni memperlihatkan borgol dan memborgol tangan mereka berdua. Masing-masing tangan kanan mereka di borgol Soni. Mereka tak saling berhadapan. Yang satu menghadap ke depan yang satu menghadap kebelakang. Setelah memborgol mereka Soni menodongkan pistolnya di salah satu kepala mereka. Mereka sukses ketakutan. Mereka juga berkomentar ternyata ada yang lebih kejam dibandingkan Martin, siapa lagi kalau bukan pria aneh yang kini di hadapan mereka.
Soni membuka pintu dan terkejut. Ia mendapati Betty tergeletak di lantai dengan tubuh yang menegang dan gemetar. Betty juga sesekali berguling-guling dan menggeser-geser tubuhnya. Ia tampak kesakitan.
"Betty!!!" pekik Soni. Pria tampan itu menangis seketika.
"Sakit, sakit..., dingin," lirihnya.
Betty menarik rambut panjangnya, dan sesekali menghentakkan kepalanya di lantai. Betty terlihat menahan sakit. Soni langsung berlari mendekati Betty lalu meletakkan Betty dipangkuannya dan memeluk Betty.
"Betty, Sayang. Kamu kenapa. Apa yang mereka lakukan padamu," kata Soni.
"Aku sakit, aku dingin," jawab Betty lirih.
Soni melepas jasnya dan menyelimuti Betty dengan jasnya lalu kembali memeluknya. Betty mulai sedikit berkurang kejangnya tapi napasnya masih berhembus cepat. Soni makin memeluk Betty dengan erat ia mendekatkan kepala Betty di lehernya.
"Peluk aku, peluk aku selamanya. Aku nyaman di pelukmu Kak!" kata Betty dengan mata terpejam.
Entah siapa yang dimaksud Betty. Soni tahu kalau Betty juga memanggil Sean dengan panggilan Kakak. Soni hanya memeluk saja, ia tak bisa menerka, jika Betty sadar apakah yang dimaksut Betty dirinya. Bisa saja yang dimaksut Betty adalah Sean.
Betty semakin mendekatkan kepalanya di leher Soni. Semakin dekat jarak Betty membuat Soni semakin salah tingkah. Ingin sekali Soni mencium ubun-ubun Betty tapi ia urungkan. Bagaimanapun juga Betty adalah mantan pacar Sean adiknya.
"Betty kamu sekarang aman bersamaku, kamu bertahan ya," kata Soni pelan.
"Kak Soni, peluk aku. Aku nyaman denganmu, kamu hangat," kata Betty masih dengan memejamkan mata.
"Betty, kamu dibawah pengaruh obat-obatan terlarang, andai kata-kata itu jujur dari bibir ranummu," bisik Soni.
"Kak Soni, Bawa aku pergi dari sini," kata Betty lirih dengan tubuh yang gemetaran.
"Iya, sebentar lagi aku akan membawamu pergi sayang," jawab Soni lirih. Pria tampan berkelas itu akhirnya mencium ubun-ubun Betty, ia tak peduli jika yang berada dalam pelukannya adalah mantan kekasih adiknya.
Setelahnya Betty pingsan bersamaan dengan datangnya bantuan. Petugas medis dan polisi datang membawa tandu untuk mengangkat tubuh Betty menuju ambulans.
**"
Sesampainya di luar Soni mendapati adiknya yang juga diangkat dengan tandu. Adiknya berpeluh, ia tampak kuat menahan sakit dan masih sadar. Itu mungkin adalah kelebihan kepribadian Dilan, sangat kuat dan bisa tahan serangan walau serangan benda tajam.
Sementara kondisi Martin sangat memprihatinkan. Penjahat itu tak sadarkan diri dengan darah bercucuran sekujur tubuh dan kepalanya. Pria itu jatuh dari lantai 3 gedung. Ia tampak terbaring lemah tak sadarkan diri dan tubuhnya dimasukkan ke ambulans.
"Sarimin, maafin gue selama ini gue gak bisa jagain lo!" kata Soni di luar pintu ambulans temoat Dilan di tidurkan.
"Enggak apa-apa kali Son. Lo udah selametin Betty kan?" tanya Dilan dengan suara yang terdengar lambat.
"Iya dia udah aman," jawab Soni.
"Lo emang pahlawan gue Son, pasti Betty bangga sama lo!" kata Dilan lirih.
Dilan pun tersenyum Soni juga senyum. Setelahnya petugas medis mengangkat tandu tempat Dilan berbaring ke dalam ambulans.
"Son, gue ikut Dilan dengan ambulans," pamit Ima.
Soni mengangguk dan menepuk pelan pundak Ima. "Lo hati-hati ya. Gue bakalan ikuti dari belakang. Gue juga mau hubungi mama sama papa supaya langsung ke rumah sakit."
Ima mengangguk dan segera ia naik ke atas ambulans yang membawa Dilan ke rumah sakit.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top