35. Martin VS Dilan
"Mana Betty Njing!" umpat Dilan kasar.
"Pelacur itu udah gue amanin, dia pengen ngelawan gue, ya gue kasih obat penenang," jawab Martin remeh.
"Lo anjing manusia hina! Mana Betty? Lo mau gue kan? Sekarang lepaskan Betty!" geram Dilan.
"Nggak segampang itu Ferguso," jawab Martin.
"Terus mau lo apa?" pekik Dilan.
"Gue mau lo mati!" jawab Martin.
"Manusia hina!" geram Dilan.
"Boy, bawa pelacur itu kemari. Supaya bajiangan ini bisa lihat pacarnya untuk terakhir kalinya sebelum dia mati," kata Martin pada anak buahnya.
Boy dan temannya menggotong tubuh Betty yang menegang dan gelisah. Boy meletakkan Betty di lantai yang kotor dan bersebu.
"Aartgghhh!!" pekik Betty.
Tubuh Betty menegang. Tangannya menarik-narik dan menjambaki rambutnya sendiri. Setelahnya Betty berguling-guling. Ia menahan kesakitan karena over dosis. Ya sebelumnya Martin menyuntikkan bubuk putih heroin ke tubuh Betty karena Betty berulang kali lepas dari ikatan dan mencoba kabur.
"Betty!! Betty!!" pekik Dilan setelah melihat Betty.
Napas Betty tersenggal-senggal. Ia tampak pucat, ia bahkan tak sadar ada Dilan. Bibirnya kering matanya memerah dan tidak fokus. Ia kembali berguling-guling dan menggeser-geser tubuhnya. Betty juga sesekali membentur-benturkan kepalanya ke lantai. Kondisi Betty memprihatinkan.
"Sakit... Sakit..., tolong aku," rintihnya.
"Betty!!" panggil Dilan dengan air mata yang menetes. Dilan mencoba mengejar Betty tapi dengan sigap Boy dan temannya menggotong tubuh Betty lagi.
"Amankan pelacur itu cepat!" perintah Martin pada anak buahnya.
Dilan kalah cepat, sementara dari belakang Martin menghantam kepala Dilan dengan tongkat bisball. Dilan kesakitan dan menoleh pada Martin.
"Kurang ajar!!" geram Dilan.
Dilan dan Martin berlaga. Tendangan dibalas tendangan, pukulan dibalas pukulan. Sepertinya Martin makin kuat saja, mungkin selama di penjara ia mempersiapkan dirinya untuk bertempur mati-matian menghadapi Dilan.
Tendangan pertama Martin mengenai perut Dilan. Dilan memegangi perutnya. Dilan makin geram ia bangkit dan memberikan pukulan pada Martin. Pukulan Dilan mengenai pelipis Martin. Martin menunduk dan mengambil golok yang tergeletak di lantai.
Dilan bergegas berdiri dan mundur lalu mengambil besi yang tersandar di dinding. Martin mendekati Dilan dan melayangkan goloknya tapi di tahan oleh besi yang dipegang Dilan.
"Tranggg!!!" suara tangkisan besi yang menahan golok Martin.
Mereka saling menahan. Tak berapa lama menahan Martin sedikit mundur karena desakan besi Dilan. Kemunduran Martin membuat Dilan leluasa menendang perut Martin. Tendangan Dilan membuat Martin terlempar dan jatuh terduduk.
"Hiyaaaa!!!" Dilan hendak menyerang Martin dengan Besi tapi Martin menghindar ke samping. Serangan Dilan tidak mengenai Martin.
Martin sepertinya beruntung karena berkali-kali menghindari serangan besi yang di pukulkan Dilan. Martin menghindari serangan dan bangkit berlari untk bersembunyi dari Dilan.
Dilan berusaha mengikuti Martin dalam keadaan gelap dengan sedikit penerangan. Dilan menoleh kiri dan kanan namun Martin masih dalam persembunyiaannya. Adegan kejar-kejaran itu membuat mereka sampai di atap bangunan tepatnyan
di lantai 3. Bangunan tua itu adalah bangunan yang belum selesai pengerjaanya hingga di atap tidak ada pagar pembatas. Siapa saja yang lengah bisa terjatuh.
"Di mana kau gigolo!" geram Dilan.
Martin tak menjawab, ia masih bersembunyi dalam kegelapan, dan sisi-sisi bangunan. Mata Dilan tak menemukan apapun. Ia masih tetap melanjutkan langkahnya mencari Martin dan berniat menyeret Martin ke penjara. Suasana gelap tanpa cahaya, penerangan satu-satunya hanyalah cahaya bintang dan bulan yang tertutup awan.
"Hiyaa!!" pekik Martin memukul punggung Dilan dari belakang.
Dilan ambruk seketika karena pukulan Martin. Martin menarik jaket Dilan dan menabrakkan tubuh Dilan dinding bangunan. Yang dilakukan Martin membuat kepala dan tubuh Dilan terbentur. Dilan menjadi lemah dan terduduk.
Martin mengambil tindakan, ia melompat dan menendang kepala Dilan hingga Dilan tersungkur. Dilan memang tak sekuat saat ia datang menemui Martin, sebab tenaga Dilan juga terkuras. Dilan cukup menghabiskan banyak energinya mengingat ia melawan belasan bahkan mungkin puluhan anak buah Martin seorang diri.
Dilan mencoba bangkit dari posisi tengkurapnya. Baru akan bangkit tanpa ampun Martin kembali menendangnya hingga pria itu kembali jatuh tersungkur.
"Gue bunuh lo bajingan, gara-gara lo gue dipenjara!" geram Martin.
Dilan mengubah posisi tengkurapnya menjadi terlentang. Mertin mencoba menginjak dadanya namun kaki Martin buru-buru di tangkap kedua tangan Dilan. Tangan Dilan menangkap dan menahan kaki Martin. Sekuat tenaga Dilan menahan kaki Martin, pertahanan Dilan membuat Martin akhirnya melepas kakinya.
Dengan sigap Dilan bangkit dengan mengangkat kakinya lalu melompat. Dilan berhasil berdiri. Kini mereka saling tatap-tatapan dan waspada. Mereka juga saling membaca gerakan kuda-kuda.
"Hiya," Martin meninju Dilan tapi berhasil dihindari Dilan.
Dilan melayang salto mendekati Martin. Posisinya kini tangan di bawah dan kaki di atas. Kaki Dilan menjepit leher Martin, lalu Dilan mengubah posisinya kini Dilan berada di atas bahu Martin dan membawa tubuh Martin terhempas ke bawah. Martin terlentang dengan posisi paha Dilan di antara kepalanya. Setelahnya Dilan berguling melepas mengekang Martin.
Martin bangkit dan berguling mengambil besi. Ia mencoba menyerang Dilan dengan besi yang ada di tangannya. Dilan menangkis serangan Martin dengan tangan kosongnya. Sekuat tenaga Dilan menahan besi dengan tangannya. Pertahanannya tak terlalu kuat membuat tubuh Dilan tergeser hingga hampir mencapai tepi bangunan.
Pertahanan Dilan melemah dan dengan percaya diri Martin memukul kepala Dilan dengan Besi yang ada di tangannya.
"Sean!!!!" pekik Soni tiba-tiba. Soni melihat kepala adiknya adiknya dipukul penjahat dengan besi. Air matanya mengalir. Melihat Dilan diperlakukan seperti itu ia menjadi ingat ketika SMA adiknya dirundung geng jahat. Ia merasa gagal melindungi adiknya.
Dian terhenyak dan mencoba berguling ke tengah area bangunan. Keadaannya melemah karena kepalanya di hantam besi.
"Son, pergi Son. Jangan pikirkan gue. Cari Betty Son. Selamatin Betty," kata Dilan menatap Soni.
"Enggak Sarimin, enggak gue nggak bisa ninggalin lo!!" jawab Soni,
"Pergi Son," pekik Dilan.
Dilan mencoba menangkis serangan Martin walau tubuhnya makin melemah. Martin menjauh dari Dilan, matanya menangkap sebilah pisau yang tergeletak di lantai.
"Cepat Nyet!" sambung Dilan.
Soni mulai mengerti, ia berjongkok mengambil pistol yang tergeletak di lantai dan dengan terpaksa ia meninggalkan adiknya yang tengah dihajar penjahat.
Sementara Martin menjambak rambut Dilan mencoba memberdirikan Dilan. Ketika Dilan berdiri tangan kanan Martin menusuk perut Dilan dengan pisau.
"Arhh," rintih Dilan.
"Ha ha ha. Akhirnya gue bisa menghabisi lo," kata Martin percaya diri. "Gue puas sekarang, lo rasain sakit itu, sama rasa sakitnya waktu lo lempar tubuh gue di jembatan layang."
Dilan mencabut pisau di perutnya dan membuangnya. Ia memegangi perutnya, darah segar bercucuran dari perut Dilan.
"Mampus lo!" cecar Martin. Dengan melangkah mundur percaya diri.
Dilan tak kuat berkata-kata ia mencoba melambaikan tangannya pada Martin dan mencoba memberi aba-aba pada Martin untuk jangan melangkah lagi.
"Kenapa lo? Lo nyerah? Lo tunggu aja malaikat maut ngejemput lo!" kata Martin puas dan tertawa.
Dilan masih menahan sakitnya. Keringat dingin bercucuran di pelipisnya. Selama menjadi petarung baru kali ini ia terluka dan tertusuk.
Martin tertawa puas ia masih melangkah mundur. Saking percaya dirinya melawan Dilan Martin tak sadar kalau dia sudah berada di tepi bangunan.
Martin kehilangan keseimbangan dan terjatuh. "Arrrggghhh," Martin berteriak namun terlambat ia sudah terjatuh.
Dilan tak kuasa menahan rasa sakit, ia pun tergeletak. Dilan tergeletak dengan posisi terlentang memegagi perutnya yang masih mengeluarkan darah.
"Dilaaannnnnn!!!!!" pekik Ima.
Ima sudah baru sampai di lokasi bersama beberapa polisi. Tanpa berlama-lama ia mendekati Dilan dan memeluk tubuh Dilan. Ima menangis meraung-raung menyebut nama Dilan berulang-ulang. Dres hitam Ima yang tadi ia kenakan saat kencan dengan Sean juga ikut berlumuran darah. Sejak pulang kencan Ima belum sempat mengganti bajunya karena Sean meminta dirinya dipukul supaya Dilan muncul.
"Dilan, bertahan lah. Lo jangan tidur. Gue di sini jagain lo. Please, lo bertahan," kata Ima dengan airmata terurai.
"Ada korban cepat telpon ambulan," pekik salah satu polisi yang datang bersama Ima.
"Dilan, gue sayang sama lo. Lo akan baik-baik aja Dilan. I love you Dilan," kata Ima dengan memeluk Dilan dan mencium tangan Dilan yang berlumuran darah.
Dilan menatap Ima ia mengangguk. Ia mencoba bertahan hingga ambulan datang. Ima semakin memeluk Dilan dengan erat, ia tak ingin Dilan kedinginan.
"Bertahanlah Dilan lo enggak apa-apa, semua akan baik-baik aja," bisik Ima yang masih memeluk tubuh Dilan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top