31. Telepon Misterius
Genggaman tanganmu membuatku nyaman dan yakin kalau kamu mencoba belajar mencintaiku. Walaupun belajar tapi itu adalah sebuah momen berharga dalam hidupku. (Naima).
***
"Hah!!" tiba-tiba Sean terkejut dari lamunannya.
"Kamu kenapa Sean?" tanya Ima, setelahnya Ima menggenggam lembut tangan Sean. "Kamu baik-baik aja kan?"
"Hmm," Sean mengangguk.
Tidak, Sean tidak sedang baik-baik saja. Pria itu memikirkan nasib Betty. Sebenarnya ia tak menginginkan makan malam bersama Naima, tapi karena terlanjur janji ia menyanggupi makan malam romantis ini.
Tubuhnya berada di depan Ima, tangannya berada di genggaman tangan Ima. Tapi hati dan pikirannya sedang memikirkan Betty yang tak tahu di mana. Ia sangat mengkhawatirkan Betty. Betty kamu di mana?
"Sean, Sean?!" panggil Ima.
"Mm iya Ima?" jawab Sean setelah lamunannya buyar.
Ima tersenyum melihat Sean. Pria itu seolah pria paling tampan di dunia dengan wajah gelagapan saja ia terlihat sangat tampan. Ima meremas lembut tangan Sean yang duduk di hadapannya dibatasi meja kecil. Menyambut sikap Ima, Sean menggerakkan jempolnya ke punggung tangan Ima.
"Ima, maaf kalau sebelumnya aku belum cerita tentang rahasia besar yang ku punya, aku pengidap kepribadian ganda. Tadi psikiater mengatakan demikian. Kata beliau aku enggak boleh setres dan tertekan, aku juga harus santai menghadapi masalahku sendiri," tukasnya sambil menatap ke atas.
"Aku ngerti," jawab Ima menatap Sean penuh kasih. Mata wanita itu tak lepas dari wajah tampan Sean. Tangannya masih meremas lembut tangan Sean. Ia sangat ingin memiliki Sean sepenuhnya.
"Aku minta maaf atas perlakuan Dilan padamu, dia juga menyakiti kamu bukan?" kata Sean dengan wajah tertunduk bersalah. Ia teringat kemarin Ima hampir saja pergi meninggalkan Indonesia karena sepertinya Dilan benar-benar menyakitinya.
"Gak apa-apa Sean, maaf kalau aku kemarin enggak bisa menahan kemarahan ku," kata Ima lirih.
Sean menghembuskan napasnya. Sudah banyak masalah yang ia dan Dilan buat. Kini di tambah lagi hilangnya Betty secara misterius. Permasalahan rumit ini membuat pria itu merasa tidak yakin orang lain bisa menerima keadaannya.
"Apa yang udah dilakuin Dilan sama kamu? Sampai kamu marah? Apa dia melakukan hal-hal yang membuatmu kecewa?" tanya Sean.
Ima mengangguk, setelahnya ia tertunduk.
Sean menggenggam tangan Ima. "Ima sekali lagi aku minta maaf, aku enggak bisa jamin Dilan enggak muncul lagi. Kalau kamu terus-terusan disakitinya kamu boleh meninggalkan aku. Keadanku memang seperti itu. Aku juga sebenarnya enggak ingin kamu tersakiti," kata Sean pelan.
"Sean, enggak! Aku enggak ingin meninggalkan kamu. Maaf kalau kemarin aku marah. Mungkin lain kali kalau Dilan muncul lagi dan membawa Betty lagi aku harus lebih sabar karena di situlah kesabaranku di uji, demi kamu," lirih Ima.
"Ima please... Jangan paksakan diri kamu. Aku ini psycho, freak, sinting dan punya gangguan mental. Kalau aku enggak kembali atau Dilan masih menggantikan aku mungkin kamu udah ninggalin aku, benar bukan?" tanya Sean.
Ima menggeleng. "Enggak Sean, aku enggak akan ninggalin kamu lagi? Apapun yang terjadi sama kamu!" kata Ima menatap Sean penuh harap.
Sean mendongak ia juga menatap Ima. "Kenapa?" tanyanya lirih.
"Karena aku mencintai kamu!" jawab Ima dengan tatapan penuh pengharapan. Matanya memancarkan ketulusan. Ia bahkan tak peduli jika Sean tidak mengatakan 'aku juga mencintaimu.' Ia bahkan rela jika Sean tidak membalas cintanya.
Sean terdiam, ia terperanjat mendengar kata-kata Ima. Sejak perjodohan yang ditetapkan orang tua mereka, baik Ima ataupun Sean sama sekali tidak pernah membahas cinta dalam pembicaraan mereka. Sean menatap Ima, Ima adalah wanita kedua yang menyatakan cinta selain Betty dulu. Walau ia sempat menolak Betty, setelahnya ia sadar kalau Betty adalah cinta pertamanya. Kini yang ada di hadapannya adalah wanita lain yang mungkin seterusnya akan mengiringi langkah hidupnya.
Sean melepas tatapan dan tangannya dari Ima. Ia meronggoh kantong celana jeansnya. Ponselnya bergetar hebat karena ada telepon masuk. Ia menatap sekilas layar ponselnya dan nama 'Betty' tertera di sana. Ia langsung melotot terkejut akhirnya wanita yang ia cari-cari itu menelponnya.
"Ima, aku angkat telepon sebentar ya. Enggak enak kalau membicarakan bisnis di sini," Sean meminta izin Ima. Sean berbohong supaya Ima tidak kecewa karena yang menelponnya adalah Betty.
Sean mengangkat telepon di luar kafe dan celingukan memastikan Ima tidak mengejarnya atau menguping pembicaraannya. Sean tahu, kalau Ima sangat sensitif dengan wanita yang bernama Betty.
Sean mengangkat panggilan masuk, ia sempat mengira itu panggilan biasa, ternyata panggilan masuk itu adalah panggilan video. Tanpa berlama-lama ia mengangkat telepon itu dan ia sangat terkejut ketika di layar ponselnya bukan Betty yang ia lihat melainkan pria kurus, berkumis tipis, berkulit putih berwajah indo.
"Lo masih inget sama gue?" tanya pria itu.
"Kau siapa? Mana Betty?!" pekik Sean.
"Hahah... Lo enggak usah drama Dilan. Sekarang jemput cewek lo sebelum hal-hal buruk terjadi sama dia!" kata pria itu dengan senyuman sinis.
"Aku enggak kenal kamu! Sekarang mana Betty?"
Martin-- pria yang menelpon Sean menarik rambut Betty dan menghadapkan wajah Betty di layar panggilan Vidio.
"Cinta... Apa itu cinta? Aku mencintaimu, tapi bukan Dilan, juga bukan kamu Sean. Hahah..." kata Betty dengan wajah teler. Betty berbicara meracau seperti sedang mabuk. Ia seperti tidak merasakan sakit saat Martin menarik rambutnya dan menghadapkan wajahnya di depan layar panggilan video.
"Ha ha ha, ini karena cewek lo udah ikut campur urusan gue sama lo. Gara-gara dia gue gak jadi habisi lo," kata Martin.
"Sekarang kamu di mana? Jangan sakiti Betty aku bakalan menyerahkan diri. Tolong, katakan di mana Betty? Di mana kalian?" kata Sean panik. Air matanya sukses meleleh, ia tak sanggup melihat Betty diperlakukan seperti itu.
"Lo nggak usah banyak bacot. Lo tanya aja preman pasar Kebon. Kemaren Lo juga udah obrak-abrik pasar Kebon kan?"
"Pasar Kebon, alamatnya yang jelas. Aku enggak pernah ke sana! Tolong alamatnya tolong!!!" kata Sean yang tiba-tiba menangis memohon.
"Gue tunggu lo sampai besok pagi. Kalau lo telat lo bakalan nyesel seumur hidup, ingat!!! Lo juga enggak boleh bawa polisi!" Martin memberikan peringatan.
Setelahnya Martin kembali menjambak rambut Betty dengan kasar. Melihat perlakuan Martin Sean menjerit. "Jangan!!! Jangan sakiti dia pliss!!! Gue mohon, gue bakal nyerahin diri."
"Ucapin sepatah kata sama pacar lo!" perintah Martin pada Betty. Setelahnya lelaki laknat itu menghadapkan wajah Betty ke layar ponsel.
"Jangan... Jangan... No... Ha ha ha," Betty kembali meracau. Ia seolah mengatakan jangan dengarkan Martin.
Melihat sikap Betty, Martin menjadi marah dan melepaskan jambakannya dari kepala Betty hingga tubuh wanita itu ambruk di lantai.
"Betty!!!!! Betty!!!!" pekik Sean.
"Sampai jumpa lagi pengecut!!!" kata Martin, setelahnya pria itu mematikan panggilan video.
Sean, pria malang itu menangis. Ia bahkan tidak mengenal Martin. Martin menyebut dirinya sebagai Dilan. Lantas apa yang telah dilakukan Dilan pada Martin? Ia tak tahu apa-apa. Ia tak tahu masalah apalagi yang dibuat Dilan. Ia sangat tersudut. Sebutan lelaki pengecut sangat tepat untuk dirinya. Sean berjongkok di pelantaran parkiran kafe. Ia sangat bingung, cemas dan sangat tertekan.
"Sean!!! Sean!!" Panggil Ima.
Setelah mencari-cari Sean Ima mendapati Sean berjongkok diantara dua mobil dengan tatapan kosong dan matanya memerah.
"Sean!!" Ima mengulurkan tangannya.
Sean mendongak menatap Ima yang mengulurkan tangannya. Tangan kekarnya menyabut uluran tangan Ima dan ia berdiri tanpa berkata-kata. Tiba-tiba Ima merengkuh Sean. Wanita itu mengkhawatirkan Sean, ia memeluk Sean dengan penuh kasih, tapi pria itu hanya diam seperti patung tanpa membalas pelukan Ima.
"Kamu kenapa Sean?" tanya Ima pelan.
Sean bergeming, tak menjawab. Ia kembali dalam keadaan tertekan karena tekanan yang diberikan Martin.
"Kita pulang ya!" kata Ima memegang kedua pipu Sean.
Sean mengangguk dengan tatapan masih kosong.
"Sean!" Ima menepuk pelan kedua pipi Sean dan membiarkan telapak tangannya berada di pipi Sean. "Sean tenangkan diri kamu. Ada aku, tenang ya. Sean," kata Ima lirih.
Sean masih diam dengan napas tersenggal senggal. Degup jantungnya berdetak lebih cepat. Masalah Dilan dengan Martin membuatnya cemas tak menentu. Ia tersadar dari lamunannya.
Ima masih berada di hadapan Sean dan kedua telapak tangannya menempel di pipi Sean. Wanita muda itu menatap Sean penuh kasih. Ia perlahan berjinjit menarik pelan meraih kepala Sean dan mencoba mendekatkan bibirnya pada bibir Sean. Ya Sean, bukan Dilan yang ia cium diam-diam di rumah Sakit,
"Ima, Ima. Jangan sekarang. Aku ada masalah," kata Sean pelan. Sean menolak ciuman yang hampir saja diberikan Ima.
Ima mengangguk mengerti. Ia lantas melepas tangannya yang sedari tadi menempel di pipi sean. Sakit sekali rasanya penolakan itu. Walau mereka akan bertunangan sepertinya cinta belum berpihak pada dirinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top