29. My Boy
"Dilan? Kamu kembali lagi? Jadwal terapimu lusa," Dokter wanita paruh baya terkejut melihat pasiennya kembali lagi sebelum jadwal yang di tetapkan.
"Maaf bu, saya baru sekarang bertemu ibu dan baru sekarang konsultasi," jawab Sean heran.
Dokter bernama Saidah itu mengerutkan keningnya. Pasiennya memang mengalami kepribadian terpecah. Wanita itu pun setelahnya mengeluarkan catatan dan menunjukkan pada Sean sebuah tanda tangan Sean.
Melihat catatan itu Sean terkejut. Di pertemuan pertama ia melihat nama Sean terpampang dan tanda tangan yang jelas beda dengan tanda tangannya, lalu pertemuan berikutnya ada nama Dilan di catatan itu. Dilan memang nyata dan baru kali ini Sean berkonsultasi dengan psikiater.
"Ap... Apa yang terjadi Dok, saya pernah ke sini?" tanya Sean ragu-ragu.
Dokter itu mengangguk. "Benar, dan kamu datang dengan nama Dilan," jawab psikiater.
"Hah," Sean mendesah dan memejamkan matanya. "Ini bukan pertama kalinya Dok, ini pernah terjadi sebelumnya. Saya Sean, dan ini saya yang sebenarnya."
Sean memejamkan matanya ia menceritakan asal mula ia kehilangan bayak waktunya, kejadian aneh yang menimpanya, kenyataan yang muncul tiba-tiba tanpa pertimbangannya dan beberapa benda asing dan baru yang tiba-tiba ada karena tak pernah merasa membelinya.
Kejadian ini bermula saat ia beranjak remaja. Sean adalah tipikal remaja yang pendiam tak banyak bicara. Ia juga hanya bergaul dengan beberapa temannya. Ia suka menyendiri. Karena ia adalah anak orang kaya ia kerap menerima perlakuan buruk dari temannya, seperti uangnya diminta paksa atau diintimidasi karena tidak pintar dan jarang tersenyum.
Sementara orang tua Sean sibuk dengan bisnis dan usahanya hingga tidak terlalu mengetahui permasalahan anaknya. Ia kerap dibandingkan orang tuanya dengan Soni yang memang cerdas dan selalu berprestasi di sekolah. Di sekolah Sean memang kecerdasannya rata-rata siswa pada umumnya. Ia tidak suka eksakta, ia hanya anak laki-laki yang menyukai bisnis.
Sean pernah ke sekolah dan dipanggil ke ruang Kepala Sekolah karena melukai anak nakal di sekolahnya. Ia terkejut dan tidak merasa pernah melukai siapapun, Sean tetap tidak mengakui namun bukti CCTV tak bisa dielakkan kalau Sean memang menghabisi ketua geng jahat di sekolahnya hingga kakinya patah.
Sejak itu ia makin dijauhi dan ditakuti teman-temannya. Semua temannya tidak berani dekat-dekat dengan dirinya. Dia dianggap aneh karena kalau marah ia bisa dianggap brutal dan mengerikan.
Tak hanya masalah intimidasi, Sean sebagai anak dari orang penting dan tokoh masyarakat Sean dituntut orang tuanya untuk tidak membuat malu perihal prestasinya di sekolah. Sean dituntut untuk mendapatkan jurusan IPA karena ia dipersiapkan untuk kuliah di luar negeri.
Sean tidak sanggup menerima kenyataan, ia tidak suka eksakta dan itu menurutnya sangat berat. Kenyataan berat justru semakin berat karena pengumuman seleksi nasional masuk perguruan tinggi justru memunculkan namanya di perguruan tinggi paling ternama di Indonesia dengan jurusan teknik mesin. Mau tak mau ia mengikuti kuliah dengat waktu yang sangat lama dibandingkan mahasiswa pada umumnya yaitu 7 tahun.
Keanehan lainnya selain itu juga munculnya Betty yang mengaku pacar Dilan. Sean sama sekali tidak kenal Betty sebelumnya. Tapi gadis itu selalu baik padanya hingga menyatakan cinta, tapi Sean hanya menganggapnya sahabat. Masalah lain juga adanya berandal yang bersikap kasar dengannya beberapa hari yang lalu. Beruntung Betty datang tepat waktu dan menolongnya.
Sean mengusap wajahnya dan menggigit bibirnya. Tampaknya Dilan membuat masalah besar hingga empat orang asing menyerangnya.
"Nak Sean, Dilan sepertinya muncul di saat kamu terdesak dan mengalami tekanan. Kamu harus rileks dan menerima diri dengan baik," kata psikiater.
"Mungkin benar Bu, Dilan muncul dan membuat masalah lagi dengan membatalkan pertunangan," tandas Sean.
"Itu karena kamu sendiri tak menginginkan pertunangan itu, benar kah?"
Sean menegakkan kepalanya dan menatap mata psikiater. "Benar Bu."
Psikiater mengangguk-angguk. "Dalam kondisi apapun sebaiknya kamu jangan panik atau merasa cemas. Kamu harus santai menghadapinya."
Mengerutkan keningnya dan menatap langit-langit ruangan praktek psikiater. "Saya harus bangaimana? Masalah ini harus saya selesaikan satu per satu."
"Benar, Yakinkan dirimu kalau Dilan tidak nyata. Yakin kan dirimu kalau kamu bisa menyelesaikan masalahmu sendiri. Yakinkan kalau semua orang peduli dan sayang padamu. Hadapi semua masalahmu bisa kamu selesaikan sendiri tanpa bantuan Dilan," kata psikiater.
Sean termenung dan mendesah.
"Nak Sean, kamu juga harus pendekatan dengan keluargamu. Kata kan pada mereka untuk menerima kondisimu jika Dilan tiba-tiba muncul, dan tetap memperlakukan Dilan seperti layaknya Sean. Selalu tetap hangat dan membuat Dilan nyaman," psikiater menyampaikan sarannya.
Sean mengangguk mantap. Satu solusi ia dapatkan, Mama, Papa dan Soni mungkin sudah paham dan mengerti. Lalu bagaimana dengan Ima? Wanita itu tampaknya disakiti Dilan, ia hampir saja pergi menenangkan diri karena sikap Dilan padanya.
"Nak Sean, ingat! Kamu harus menerima dirimu sendiri. Saya pernah bercakap-cakap dengan Dilan. Karakternya pemberani, hangat dan sepertinya ia sangat cerdas. Itu salah satu gambaran karakter yang kamu inginkan sejak remaja. Kamu harus yakin dengan dirimu sendiri, kamu kuat kamu bisa tanpa Dilan," tukasnya.
Sean memikirkan, sepertinya benar. Dulu ia sangat ingin berani dan melawan orang-orang yang mengintimidasinya. Setelahnya psikiater memberikan beberapa resep untuk Sean dan Sean diminta datang kembali untuk konsultasi.
***
"Kak Soni," panggil Sean setelah masuk ke ruangan Soni. Bagi Soni hal biasa jika Dilan masuk ruangannya tiba-tiba.
"Ada apa Sarimin? Lo mau minta apa lagi?" jawab Soni malas dan kembali menatap layar leptopnya dan melanjutkan pekerjaannya tanpa melihat Sean yang ia kira Dilan.
"Sarimin? Sejak kapan lo manggil gue Sarimin? Itu topeng monyet kan?" jawab Sean.
"Nggak usah drama, sekarang lo mau gue belikan apa? Selagi gue bisa?" jawab Soni. Soni memang suka memberi Dilan apapun yang Dilan minta. Ia melakukan ini supaya Dilan tak mengganggunya.
Tiba-tiba pak Yanto masuk membawa pekerjaannya. Ia berniat memberikan laporan pada Soni. "Selamat siang Pak direktur, selamat siang Jendral," Sapa pak Yanto yang sehari-hari menjadi asisten Sean.
"Tunggu-tunggu kenapa Kakak manggil gue Sarimin dan pak Yanto manggil gue jendral," tanya Sean heran.
"Jendral sendiri yang minta, katanya kalau di panggil bapak ketuaan," jawab Pak Yanto dengan logat Jawa.
Pasti ini kerjaannya Dilan. Batin Sean seraya menepuk keningnya. Setelahnya pak Yanto keluar dari ruangan Soni.
"Kak, tolong serius. Apa benar Betty di rumah kita beberapa hari? Ima yang cerita," tanya Sean dengan wajah tampak serius.
Sementara Soni menatapnya panjang dan memperhatikan wajahnya dengan seksama. "Sean! My Boy," ucap Soni. Lalu Soni memeluk adiknya dengan erat. Ia rindu adiknya, adiknya yang tak pernah membentaknya seperti Dilan.
"Kak," jawab Sean memeluk Soni.
"Dosa apa gue sama lo, sampai lo berubah jadi Sarimin," lirihnya. "Maafin gue bro! Plis jangan bawa Sarimin lagi. Gue enggak kuat!"
"Hah!" Sean heran. "Betty Kak, benar dia ada di rumah kita?" tanya Sean setelah Soni melepaskan pelukannya.
"Iya, dia di rumah kita beberapa hari. Dan lo tahu kalau Betty sangat seksi," desah Soni menerawang dan menggigit bibirnya gemas.
"Kak ini bukan saatnya berpikiran ngeres. Sekarang di mana Betty? Apa dia pamitan sama lo?" tanya Sean dengan tatapan khawatir.
"Iya, gue yang anterin dia sampai ke halte bus. God... Wanita yang sangat cantik dan seksi, pantas saja Sarimin tergila-gila padanya," komentar Soni. Setiap teringat akan Betty, Soni selalu berpikiran kotor. Ia berhayal bisa memeluk, mencium, dan membelai pacar Dilan itu.
"Kenapa lo enggak antar dia pulang Kak!" protes Sean.
"Dia enggak mau diantar, dia pengen ke rumah Bibinya. Dia naik Bis jurusan Kampung Rambutan," jawab Soni. "Memangnya kenapa?"
"Kak Betty dalam bahaya!" kata Sean tiba-tiba.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top