2. Rencana Aneh

Cinta itu bukan perihal fisik. Belajar mencintai juga tak semudah apa yang dibayangkan, karena belajar mencintai butuh keiklasan hati. (Nicholas Sean)

***

Sean langsung masuk kamarnya dan merasa syok. Ia terheran-heran entah angin apa yang membuatnya refleks memberikan anak gadis tetangga itu finger heart. Ia refleks memberikan finger heart mungkin karena gadis itu memang terlihat good looking. Sebagai lelaki normal tangan"rese-nya" seolah memberikan penilaian berarti pada gadis itu.

Sean harus mengakui kalau gadis itu memang good looking. Secara visual dia memang cantik tapi dalam hati Sean belum tahu sama sekali. Ia jarang berinteraksi dengan gadis itu dan Sean hanya sekali mencintai wanita, hingga kini nama itu masih terukir di hatinya.

Setelah ia berpikir sejenak tentang gadis itu ia duduk di kursi santai kamarnya. Ia mencoba menghibur dirinya dengan ponselnya sekedar streaming musik. Ia merasa apa yang ia lakukan benar-benar di luar kendali.

Setelah bosan memainkan ponselnya ia lantas menyimpan ponselnya dan menghembuskan nafasnya. Ia merasa sesak akibat kata-kata papa dan mama yang mengatakan kalau mereka dan orangtua gadis itu (yang ia beri finger heart tadi) akan menjodohkan ia dan gadis itu.

"Hidup macam apa ini? Semua serba diatur. Semua yang aku ingin seolah tak akan pernah terjadi," desisnya pelan.

Sejak kecil ia selalu dipaksa seolah tak diberi ruangan untuk mengapresiasikan dirinya. Belum sampai di situ, sejak kecil ia seperti merasa tak pernah memiliki kakak. Kakaknya hanya tau bagaimana memberikan kata-kata dan sikap sinis pada dirinya.

Pria tampan itu mengusap wajahnya. Ia tak ingin mengecewakan orangtuanya, tapi perihal perjodohan ini membuatnya terlihat lemah. Setelah bertahun-tahun ia lemah karena tak bisa berbuat apapun selain menuruti kata-kata orang tuanya dan kakak yang sangat menyebalkan.

Sean mengusap wajahnya dan sadar kalau dirinya memanglah lemah. Kali ini ia tak bisa menentang kemauan orangtuanya. Ia sudah berkali-kali mencoba untuk berkilah dalam perjodohan ini tapi tetap saja seperti tak ada jalan keluar. Lagi-lagi ia harus mengalah.

Berkilah belum ingin menikah tentu saja tak akan bisa sebab usianya sudah cukup untuk menikah. Berkilah karena segi fisik jelas tidak mungkin, Naima adalah gadis yang sangat cantik. Berkilah karena segi attitude sangat tidak masuk akal, sebab Naima adalah gadis yang baik dan sopan, dia sendiri juga tahu. Berkilah karena memiliki wanita lain di hatinya masih tidak bisa ditolerir, wanita mana yang akan ia bawa jika wanita itu sampai sekarang tidak ia ketahui keberadaanya.

Ia bingung sendiri, ia seperti tak bisa berkilah lagi. Semakin hari pertemuan antara kedua keluarga semakin dekat. Itu tandanya ia akan memiliki calon tunangan yang sebenarnya tidak ia cintai.

Setelah ia mengusap wajahnya ia sadar mama sudah ada dihadapannya sambil bersedekap. Mama sepertinya sudah cukup lelah mengurusnya. Tapi ini demi kelancaran  urusan pemilu yang diikuti oleh papa, mama sepertinya memang sedikit memaksa Sean. Dan Sean sepertinya kali ini tak bisa lari dari kenyataan. Andai saja ia punya kekuatan untu memberontak.

"Astaga, Mama. Sejak kapan Mama di depan Sean?" katanya sambil memegangi dadanya karena terkejut mama sudah ada dihadapannya.

"Kamu ngelamun lagi! Kan sudah Mama bilang kamu enggak boleh kebanyakan ngelamun," kata Mama tajam.

Sean menatap mamanya sekilas lalu memutar bola matanya ke atas. "Mama ke kamar Sean cuma untuk membahas perjodohan dengan putri tetangga?"

"Iya, Papa sudah ngomong sama kamu kan?" tanya Mama yang memiliki nama lengkap Diana Nasution itu.

"Sudah Ma, tapi kali ini namanya bukan sekedar perjodohan tapi pemaksaan," protes Sean.

Mama mundur dua langkah dan duduk di tempat tidur sean. "Sean, kamu itu ya. Dikasih yang terbaik malah enggak mau!" kata Mama tajam.

"Pokoknya Sean enggak mau," jawab Sean singkat.

"Sudah berapa banyak Papa dan Mama mengenalkan kamu dengan gadis-gadis anak teman Papa atau Mama tapi kamu enggak mau terus. Oke, kalau yang lain kamu enggak mau, sekarang mama jodohkan dengan Naima apa kamu tetap enggak mau juga?" kata Mama panjang lebar.

"Ma, please please Sean enggak bisa. Siapapun Sean tetap belum mau ," Sean masih berkilah.

"Bisa-bisanya kamu enggak mau dijodohin sama Naima. Dia itu cantik, berpendidikan dan tingkah lakunya baik. Kamu enggak mau semua sama cewek yang dijodohkan sama kamu, atau jangan-jangan kamu gay!"

"Sumpah Ma, Sean enggak gay. Sean normal!" jawabnya.

"Terus kenapa kamu enggak mau? Udah banyak gadis yang Mama tawarkan ke kamu tapi kamu enggak pernah mau. Dengan Naima kamu enggak mau juga? Kamu mau jadi bujang lapuk?" semprot Mama tak mau kalah.

Sean menunduk, ia tak tahu menjawab apalagi ketika mamanya memaksa seperti ini.

"Sean, tolonglah ini demi Papa. Ayahnya Naima itu pemegang partai besar. Penasehat partai besar, kalau kami besanan langkah Papamu menjadi cemerlang dan bisa mencari pendukung sebanyak-banyaknya," kata Mama dengan suara yang sedikit memohon.

Sean berdecak, " Sean enggak mencintai Naima."

"Sean, ada yang salah dengan mata kamu. Wanita cantik seperti Naima kamu enggak suka? Mama makin curiga sama kamu!" protes Mama.

"Ma, secantik apapun ceweknya kalau enggak cinta tetep aja susah!" kilah Sean.

Mama makin merasa berbicara dengan Sean semakin berputar-putar dan tergulung seperti benang kusut. Wanita paruh baya itu mengurut keningnya karena ulah anaknya yang susah diberitahu. Sejenak Mama berpikir cara untuk menjegal kata-kata Sean.

"Setidaknya kamu bisa belajar mencintai," kata Mama kemudian.

"Ya ampun Ma, belajar di universitas saja Sean butuh waktu lama. Apalagi belajar mencintai," kilah Sean kembali.

"Jelas beda cara belajarnya Sean! Kamu pasti akan mencintai Naima jika kamu terbiasa bersamanya! Lagipula Naima itu cantik, lelaki mana yang tidak mau jika dijodohkan dengan dia!" kata Mama tidak mau kalah.

"Ma, Cinta itu bukan perihal fisik. Belajar mencintai juga nggak semudah apa yang dibayangkan, belajar mencintai itu butuh keiklasan hati," kilah Sean panjang lebar.

"Nicholas Sean! Tolong ini serius," kata wanita itu.

"Aku juga serius Ma, gimana kalau kak Soni aja yang dijodohkan dengan Naima. Sean yakin kalau Kak Soni mau, Sean sering pergoki Kak Soni mengintip Naima berenang di belakang rumahnya," terang Sean.

"Soni ngintip Naima berenang dari mana?" kata Mama melotot.

"Dari rumahnya Pak Bari sebelah kanan rumahnya Naima," jawab Sean sambil mengenang ketika ia dan Soni masih remaja.

Mama menatap Sean dengan menyipitkan matanya mendengar pengakuan anaknya karena telah mengintip anak tetangga yang sedang berenang.

"Kamu juga ikut ngintip?" selidik Mama.

"Iya Ma, ehem dikit," jawab Sean

"Yang bener aja gue gak ikut ngitip, apalagi cewek itu berenang pakai bikini," kata Sean dalam hati.

Mama menggelengkan kepalanya. Mama makin tertekan dengan pengakuan anaknya. Apalagi mengintip anak tetangga yang berenang di rumahnya sendiri, itu sudah jelas melanggar batar privasi orang lain.

"Sean, kalian ada-ada aja sih."

"Jadi gimana Ma?" tanya Sean. "Kak Soni saja ya Ma, Sean yakin Kak Soni nggak nolak."

Mama bangkit dari duduknya. Ia merasa ingin mengakhiri pembicaraan berbelit belit dengan Sean.

"Ya Ma, Sean yakin Kak Soni mau," kata Sean dengan mata berbinar-binar.

"Bukan masalahnya Soni mau atau enggak, Naima itu maunya sama kamu," kata Mama sinis.

"Sial, enak aja gadis itu milih-milih antara gue dan Kak Soni, dia kira dia siapa?" kata Sean dalam hati.

Notes:

Gaes... Maap kalau naratif banget karena masih sesi perkenalan. Makasih ya... Buat teman-teman yang komen. Oh iya di part awal Sean memang dewasa, sebagai bocoran, alter egonya Sean nantinya berusia 18 tahun. Jadi buat kalian yang masih remaja gak usah cemas dengan cerita ini kalian masih tetap bisa baca.

Alter Ego : kepribadian lain dari diri seseorang yang mengidap Dissosiative Identity Disorder.

Mama Sean

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top