16. Intimidasi
Bisa membuatmu lebih baik adalah prestasi bagiku. Kamu adalah bagian hidupku di masa depan. Di masa sekarang kamu adalah rangkaian kisah cinta indah yang kerap membuatku tersenyum. (Naima)
***
Hal yang tak disangka-sangka keluarga Sean adalah ketika Dilan perlahan bisa memasuki kehidupan keluarga Sean. Meski ada beberapa hal ganjil yang membuat Mama, Papa dan Soni merasa berbeda dari biasanya. Hal ganjil itu adalah Dilan memanggil Mama dan Papa dengan sebutan Emak dan Babe. Sementara Dilan tidak memanggil kakak pada Soni.
Dilan juga tidak membuat masalah seperti yang dikhawatirkan Soni. Dilan tidak terlalu menjahili Soni seperti cerita Soni sebelumnya. Besar kemungkinan Dilan bersikap cukup baik adalah karena saran dan nasihat dari Ima ketika di rumah sakit jiwa.
Mau tidak mau Dilan juga harus mengikuti alur kehidupan Sean, yaitu bekerja. Awalnya Soni menolak, Soni menginginkan Dilan fokus terapi. Tapi Dilan justru mengancam akan menendang bokong Soni jika melarang Dilan bekerja seperti Sean. Mendengar ancaman Dilan, Soni hanya mengatupkan mulutnya. Dalam hati Soni berdoa supaya Dilan tidak membuat perusahaan rugi.
Sebelum Dilan masuk kantor, Soni terlebih dahulu menghubungi menejer lain supaya membantu Sean--Dilan bila ia membutuhkannya. Tak lupa ia berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar Dilan tidak terlalu lama muncul.
***
Pagi itu sebelum berangkat kerja, Dilan menyempatkan diri menemui Soni di kamarnya. Dilan masuk kamar Soni tanpa permisi, Dilan memang pemuda yang kurang tata krama. Untung saja Soni sudah memakai baju dan bersiap berangkat kerja dengan setelan jas yang rapi. Sebagai direktur Atmaja Coorporation Soni terlihat gagah tidak kalah dari adiknya Sean yang kini menjelma menjadi Dilan.
"Astaga!" kaget Soni setelah Dilan masuk kamarnya tanpa mengetuk pintu.
"Son, bagi gue duit," kata Dilan.
Gaya bicara Dilan mirip seorang preman yang sedang memalak korban. Untung hanya meminta dengan cara seperti itu, kalau meminta dengan menodong pisau lama-lama Soni yang menjadi setres. Jujur, Soni juga gemetaran tiap bertemu Dilan.
"Lo nggak punya duit? duit ratusan juta lo?" tanya Soni dengan wajah heran.
"Ngadi-ngadi lo! Dompet gue kosong lo bilang duit gue ratusan juta!" semprot Dilan.
"Bukan di dompet! Tapi di ATM lo!" jawab Soni.
"Lo gila? Kartu sebanyak itu mana tau gue PIN-nya, gak guna! Besok juga palingan gue bakar!" jawab Dilan.
Soni langsung mengerutkan keningnya, berpikir keras. Tidak tahu PIN ATM? Benar-benar psycho, perubahan kepribadian juga merubah ingatannya. Ia seperti benar-benar bukan berhadapan dengan adiknya tapi berhadapan dengan orang lain berwujud adiknya.
"Buruan! Lama amat elah! Gue mau beli rokok nih!" paksa Dilan.
Soni langsung membuka dompetnya. Ia mengeluarkan 10 lembar uang seratus ribu. Tanpa berpikir panjang ia langsung memberinya pada Dilan, dengan harapan Dilan tak menggangunya lagi.
"Sejuta! Lo gila? Kebanyakan nyet! Gue cuma butuh dua puluh rebu buat rokok!" protesnya.
"Udah kembaliannya lo ambil aja! Kalau kurang ntar minta lagi aja," jawab Soni.
"Lo baik amat Bro! Thanks ya," jawab Dilan dengan wajah bahagia.
"Hm," jawab Soni singkat.
"Ntar sore kita belajar tinju ya," tawar Dilan sambil tersenyum manis menampilkan eye smile miliknya.
"Enggak, enggak! Gue sibuk! Gueeee sibuk," tolak Soni secepatnya. Ia tak ingin jadi target tinjuannya Dilan. Sakit sekali, lebih sakit dari pada sakit gigi.
"Banci lo!" umpat Dilan pelan. Setelahnya Dilan pergi dan keluar dari kamar Soni.
Setelahnya Soni bernapas lega. Cobaan hidupnya telah berlalu. Semoga cobaan berikutnya tidak terlalu berat dan berlangsung lama.
"Psycho!" umpat Soni pelan.
***
"Lo ngapain lagi?" tanya Soni. Baru akan menstater mobil dan akan berangkat kerja Dilan justru masuk mobilnya dan duduk di sebelahnya dengan santai seperti seorang bos yang lengkap dengan pakaian setelan jasnya.
"Ya numpang lah!" jawabnya.
"Numpang? Eh, apa guna adek gue beli mobil 4 milyar gak lo pake. Nyetir sendiri!" tolak Soni.
"Gue gak bisa nyetir Bambang! Numpang buruan!" paksa Dilan tajam.
"Minta anterin Kang Asep sana!" tolak Soni. Ia tak mau semobil dengan Dilan. Apalagi dia yang menyetir.
"Gak! Gue mau sama lo! Buruan lo stater! Atau gue tendang bokong lo!" ancam Dilan.
Dengan malas Soni menstater mobilnya, dari pada harus bersakit-sakit menjadi korban intimidasi Dilan. Soni sebelumnya mengira kalau Dilan tidak menjahilinya. Dugaan itu ternyata salah, Dilan memang tidak menjahilinya tapi mengintimidasinya dan memerintah sesuka hati. Tak jarang Dilan mengancam dirinya akan menendang bagian tubuhnya seperti bokong atau selakangan. Mungkin saja Dilan sewaktu-waktu mengancam akan mematahkan lehernya. Soni menggeleng --tidak, Soni tidak ingin mati muda.
Selama di perjalanan Soni tak banyak bicara. Ia hanya melirik Dilan sesekali dan mengabaikan komentar-komentar Dilan tidak penting menurutnya. Sepanjang perjalanan berangkat ke kantor Dilan memang tak henti-hentinya mengomentari Soni. Mulai dari gaya rambut Soni terkesan klimis dan tua, gaya busana Soni yang tidak sesuai umur dan selera musik Soni yang ketinggalan zaman. Ya, Soni memang memutar lagu-lagu era 80-an dan 90-an di playlist musik mobilnya. Lagu yang diputar Soni bahkan sudah ada semenjak Soni belum lahir.
"Lo turun gih!" parintah Soni setelah sampai tepat di depan pintu gerbang kantor perusahaan.
"Sampai depan pintu kek! Elah, masa di depan pos satpam," protes Dilan.
"Udah turun aja buruan, gue ada perlu!" kata Soni.
"Masa gue direktur turun di sini?" Dilan masih protes.
"Eh, yang direktur itu gue bukan lo!" jawab Soni sekenanya.
"Enggak, gue ikut lo," jawabnya.
"Oi, tugas lo itu pagi-pagi ngabsen satpam. Jadi lo turun dulu di sini, ntar satpam nganter lo ke dalam setelah lo ngabsen mereka," kata Soni berbohong. Soni sengaja mengerjai Dilan supaya tahu rasa. Tak mungkin rasanya pekerjaan menejer mengabsen satpam, bukankah mengabsen satpam adalah tugas kepala satpam.
"Oke lah, gue turun. Itung-itung gue olahraga," jawab Dilan pasrah.
Setelahnya Soni merasa puas dan pergi meninggalkan Dilan di pos satpam tepat di depan pintu gerbang perusahaan. Sementara Dilan kebingungan karena sudah lama tidak datang ke tempat ini. Ia celingukan melihat suasana, dan seorang satpam muda mendekatinya dengan berlari.
"Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya satpam muda yang bernama Roni. Namanya terlihat dari papan nama di dada kanan seragamnya.
"Mana buku absen satpam Ron! Gue mau ngabsen kalian! Kalau kalian bolos kalian gue kick," jawab Dilan sambil memberikan telapak tanganya isyarat meminta buku absen satpam. Sementara satpam bernama Roni melongo. Mengapa bisa menejer umum perusahaan mengabsen mereka, apa mungkin menejer bernama Sean ini kesambet?
Note:
Hiks... Makin banyak silent rider. Votenya jangan lupa teman2. Vote adalah rezeki seorang penulis wattpad.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top