11. Pembatalan Pertunangan
Sejahat apapun penolakan yang kau berikan padaku tak mempengaruhi cinta yang kumiliki. Aku tetap mencintaimu walau kau membenciku. Apapun tak akan mengubah pendirianku untuk mencintaimu walau nantinya aku hanya mencintaimu dalam diam. (Naima)
***
Hari bahagia akhirnya tiba. Hari di mana pertunangan antara Ima dan Sean digelar. Pagi ini Ima berencana menemui tunangannya. Ia sengaja berdandan secantik mungkin dengan menggunakan dress putih yang baru ia beli. Kebahagiaan kini berpihak padanya ia pun merasa tak sabar menanti acara yang akan digelar sore ini.
Ima mencoba mengetuk pintu kamar pujaan hatinya. Berharap ia adalah orang pertama yang ditemui pujaannya ketika bagun tidur. Dengan senyuman penuh kebahagiaan dan wajah cantik yang terpancar ia pun mengetuk pintu kamar Sean, beberapa detik kemudian pintu dibuka.
"Lo ngapain ? Gue baru bangun lo udah sok imut di depan pintu kamar gue!" kata Sean pada Ima yang memang senyum-senyum di depan pintu kamarnya.
Seburuk-buruknya perlakuannya pada gadis itu, gadis itu tetap saja baik dan senyum ramah. Gadis itu sepertinya memang tengah dimabuk asmara. Wajahnya sumringah dan senyumnya terlihat bahagia, gadis itu terlihat sangat cantik.
"Bawa mawar putih lagi," desis Sean.
Ima hanya membalas perkataan Sean dengan senyuman. Bisa-bisanya pria itu tidak ingat kalau hari ini adalah hari yang spesial. Ima menyangka kalau tunangannya itu kini tengah bercanda.
"Lo ngapain pagi-pagi di rumah gue? Pagi-pagi gak boleh main ke rumah tetangga! Itu pesan Bibi!" tanya Sean tajam dengan suara lambat setengah berbisik.
Naima tersenyum kembali, ia mencoba sabar dan berkata, "Ini kan hari spesial kita."
"Spesial kata lo? Lo kira nasi goreng spesial!" jawabnya dengan merapatkan gigi.
"Ini kan hari tunangan kita, kamu jangan nge-prank Sean!" jawab Ima tersipu-sipu.
"Hah Tunangan! eh gimana ceritanya tau-tau gue tunangan sama lo! pacaran aja kita gak pernah," protes Sean dengan suara menggelegar.
"Sean, kamu jangan bercanda!" jawab Naima dengan nada bahagia. Berbeda sekali dengan Sean yang seperti tidak bahagia mendengar berita ini. Ia bersumpah!
"Hah, Ini ceritanya gimana sih. Gue bangun tidur tau-tau udah tunangan aja, gue masih di bawah umur! Belom bisa dimintai tanggung jawab," Gerutu Sean.
"Ini tanggal 1 april ya?" tanya Sean dengan kesabaran yang dibuat-buat.
"Bukan, ini tanggal 27 Noveber," jawab Ima santai.
"Kenapa ada acara enggak masuk akal ini?" tanya Sean heran. Ia seperti amnesia dan mengatakan kalau pertunangannya adalah acara yang tidak masuk akal.
Pria itu menggeser tubuh Naima yang menghalanginya. Ia mendekati koridor yang dibatasi pagar kayu dan mengamati kesibukan di lantai satu. Kesibukan yang sedang berlangsung sepertinya memang kesibukan sedang mempersiapkan sebuah acara.
***
Sean mengamati Mama yang sibuk menelpon, sepertinya memang menelpon orang-orang penting rekan-rekan ibu pejabat. Ia nampaknya heran, tunangan ini nyata bukan rekayasa.
Sean berlari menuju lantai satu, sementara Ima mengekorinya. Ketika pria itu menghentikan langkahnya, gadis itu juga menghentikan langkahnya. Ia melihat sekeliling kesibukan pertunangan ini dengan seksama dan dengan tatapan tajam tentunya. Beberapa orang sibuk membungkus kotak yang berisi hantaran, sementara beberapa orang lainnya sibuk menata kue yang akan di bawa ke rumah Ima.
"Bubar!" pekik Sean tiba-tiba dengan tatapan jahat. Matanya melotot parah. Sorot matanya terlihat aneh dari biasanya.
"Sean, kamu kenapa sih? Enggak usah bercandain Mama," kata Mama setelah menutup telponnya.
"Mak, aku mau pertunanganku dengan dia DIBATALKAN!!" kata Sean dengan nada keras dan menunjuk-nunjuk Ima. Para pekerja yang membungkus hantaran lamaran mendadak menghentikan aktivitasnya.
"Sean kamu kenapa? Mama enggak ngerti, kemarin kamu setuju dan siap tunangan dengan Ima kenapa kamu tiba-tiba membatalkannya? Kamu jangan mengada-ada nak!" kata Mama dengan tatapan mata yang terlihat pilu.
"Ini kesalahan Mak, aku mau pertunangan ini dibatalkan! Aku nggak cinta sama dia!" jawabnya. Mendengar kata 'dibatalkan' Ima langsung menunduk lemas.
"Sean, ini bisa dibicarakan baik-baik, kalau kamu memang berselisih dengan Ima. Tapi nggak harus membatalkan pertunangan ini Sean. Acaranya nanti sore. Jadi kamu rileks dulu ya," Mama mencoba menenangkannya.
"Aku enggak terima, aku mau dibatalkan Mak, tolong kali ini Emak jangan memaksaku lagi!" protesnya.
"Tapi Sayang! Semua sudah di rencanakan, bahkan semua sudah di pesan," Mama merengek.
"Batalkan, pokoknya batalkan dan hentikan," bantah Sean.
"Sean!!!! Kesabaran Mama udah habis!" Mama terlihat sangat marah.
Mendengar keributan ini Ima mendadak lemas. Ia menguatkan dirinya agar tidak pingsan. Baru kemarin ia merasakan kebahagiaan makan siang di restoran Padang, joging sore-sore, saling telepon, saling berbalas pesan instan dan saling berkunjung. Tapi mengapa pria yang amat ia cintai itu mendadak membatalkan pertunangan.
"kejam kamu Sean!" Desis Ima.
Tak kuasa gadis cantik itu menahan air mata. Ia sangat terpukul dan malu. Pertunangan yang sudah direncanakan tiba-tiba batal di hari H. Di saat pria itu terlihat dekat dengannya mengapa justru pertunangan batal? Sungguh hebat cara pria itu menyakiti dirinya. Sudah dilambung tinggi kini dihempaskan begitu saja. Hati Ima sakit tak tertahankan, ia pun menangis tersedu-sedu.
Setelah perhatian Sean tertuju pada Mama kini perhatiannya tertuju pada Naima. Gadis cantik itu tertunduk karena pembatalan pertunangan ini. Ia berkali-kali menyeka air matanya.
"Maaf Sis," kata Sean pelan.
Ima mengangguk pelan. Isak tangisnya menampilkan kesedihan yang amat dalam. Sean seperti tak punya perasaan. Menolak cintanya terang-terangan dan memaksa membatalkan pertunangan ini. Padahal Ima sangat mengharapkan pertunangan ini.
Pria itu tidak memedulikan Mama atau Ima, ia langsung berlari kembali ke kamar meninggalkan Mama yang masih menangis dan Ima yang tertunduk lemas.
"Sean ... Sean...." Mama memanggilnya masih dengan tangisnya.
"Mama, sabar Mama," kata Ima yang juga menangis terisak-isak.
"BERHENTI MEMANGGILKU SEAN, AKU DILAN MAK," pekiknya dari lantai dua.
Ia lantas memasuki kamar dan membanting pintu kamar. Ia langsung terduduk lemas. Ia duduk bersimpuh dan menyandar di dinding kamar. Tak mengerti, mengapa dirinya yang masih bau kencur itu ditunangkan. Nyari uang saja susah, masa mau nikah cepat-cepat.
Mata pria tampan itu terfokus pada kalender. Ia mendekati kalender itu yang menunjukkan tanggal 26 November. tapi tahunnya 2020. Bukannya sekarang tahun 2017?
"Arrrrggghhhhh," tiba-tiba ia merasakan sakit di kepalanya efek kebingungan dan dan memar dikepalanya. Tak lama ia langsung tergeletak seketika. Kepalanya menghentak lantai kamar.
Mendengar teriakan anak bungsunya. Mama dan Naima disusul Soni yang baru datang menghampiri Sean. Pintu kamar di dobrak Soni, akhirnya Mama, Ima dan Soni berhasil masuk ke kamar Sean dan mendapati Sean tergeletak di lantai.
Mama dan Ima terkejut melihat wajah Sean yang ternyata babak belur. Mama dan Ima baru saja melihat, tadi saat mereka perang mulut Mama tidak memperhatikannya. Sementara Soni sejak tadi malam sudah tahu kalau wajah adiknya babak belur, tapi adiknya belum bercerita apa-apa.
"Gue sakit kepala Son, gue pengen mati!" kata Sean sambil memejamkan matanya dan memegang kepalanya.
"Sean, bertahanlah. Kita ke rumah sakit," kata Soni panik melihat kondisi Dilan yang ia kira Sean.
"Sean... Kamu kenapa Nak..., kenapa mukamu babak belur," kata Mama dengan tangis membuncah.
Sementara Ima menutup mulutnya ia tak kuasa melihat pria yang dicintainya babak belur. Tadi karena terlalu bersemangat ia sampai tak tahu kondisi pria itu. Ia ingin sekali memeluk dan mencium pria itu sekedar menunjukkan sayang, tapi ia urungkan.
"Ma, kita bawa saja ke rumah sakit," ajak Soni.
Mama dan Ima mengangguk setuju. Kepala Sean sepertinya memang sangat sakit, sesakit melihat kenyataan ini. Sean berusaha menahan rasa sakit ini, perlahan pandangannya kabur dan semuanya berubah menjadi gelap lalu ia tak mendengar suara tangis Mama ataupun Ima dan suara panggilan Soni.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top