Part 30- END
Hayyy guys.. karena banyak yg minta update cepet dan aku lagi banjir imajinasi jadi ku tulis aja langsung..
Ini part ending yaa..
Langsung aja.. happy reading jangan lupa vomment yaa ;)
*********
Lili POV
Pagi ini aku sedang berada di meja makan. Daddy dan kak Bian sedang dikamarnya, jika mereka tahu aku turun tangga sendiri pasti mereka akan marah. Huh aku mengusap peluhku menggunakan punggung tangan. Berjalan sedikit saja rasanya lelah sekali.
Aku mengambil buah apel dan pisau. "Lili!!!" seru daddy. Aku kaget dan pisau ditanganku terlempar begitu saja. Dad berlari menghampiriku "Lil ingin apa? kenapa memegang pisau? kau sedang sakit sugar, bahaya jika memegang benda tajam."
Aku mengerucutkan bibirku. Aku bukan anak bayi yang apa-apa harus dilayani. "Dad... Lil ing..in makan a-pel," jawabku dengan susah payah. Aku rasa sekarang aku sudah mulai malas untuk bicara.
Daddy menghela nafas "Ada dad dan kak Bian, jika ingin apapun kau bisa bicara pada kami, sini apelnya.. biar dad yang mengupas." Aku mengulurkan apel itu. Mungkin saat ini aku harus menyadari kondisiku.
Saat sedang asik memakan apel kak Bian datang dengan pakaian tidurnya. Haha kakakku itu memang sangat imut, ini memang hari minggu jadi wajah bangun tidurnya masih dominan. Ia mengecup pipiku dan pipi daddy "Pagi dad, pagi sugar," sapa kak Bian. Daddy membalas sapaannya sedangkan aku hanya tersenyum, karena jika aku menjawab ia pasti langsung menampakkan wajah sedih melihat kondisiku.
Kak Bian dan daddy berbincang-bincang masalah bisnis yang tidak aku mengerti, aku hanya memperhatikan wajah serius kedua orang yang paling kusayangi ini. Dua laki-laki tampan, dua laki-laki yang sangat kusayangi sejak dulu. Aku teringat saat aku melupakan nama seseorang, tidak, aku tidak ingin melupakan daddy dan kak Bian.
Air mataku mengalir tapi aku segera menghapusnya karena takut mereka melihatku menangis. Perutku tiba-tiba terasa mual dan aku muntah tanpa bisa dicegah. Dad dan kak Bian kaget. Tubuhku lemas dan hampir jatuh kelantai tapi dad berhasil menangkap kepalaku.
Daddy membopongku kekamar. Baju dad terkena muntahan karena menyentuh bajuku. Aku dibaringkan diranjang, kak Bian membawa pakaian ganti untukku dan sapu tangan. Dad membersihkan wajahku yang terkena muntahan dan kak Bain membersihkan tanganku.
Dad yang melihatku menangis langsung mengusap air mataku "Ssshh jangan menangis, dad dan kakak di sini dengan Lil." Aku menangis karena aku merasa hidupku merepotkan semuanya.
Setelah aku rapi dad pergi kekamarnya untuk berganti pakaian. Kak Bian duduk disampingku, ia mengusap pipiku. "Kakak akan mencari dokter terbaik untukmu, kakak janji itu." Aku tersenyum dan memejamkan mata karena aku mulai mengantuk.
Hampir tiga bulan berlalu dan kondisiku masih belum membaik. Hari ini aku memilih duduk di gazebo yang berada di dekat kolam renang. Aku meminta bi Novi untuk membuatkan jus jeruk.
Seseorang menepuk bahuku dan aku menoleh padanya. Alex sahabat ku sejak kecil itu datang membawakan coklat yang cantik. Aku mengucapkan terima kasih padanya.
"Lil, Ana tadi ingin kesini tapi ada kelas mendadak jadi aku kesini sendiri," ucap Alex
Aku mengerjapkan mata "A..na?" tanyaku. Aku tidak ingat siapa Ana, mungkin ingatanku mulai memburuk.
Alex melebarkan matanya, ia menggeleng seolah tidak percaya "Kau lupa dengan Ana?" kuanggukkan kepalaku karena memang itu faktanya. Beberapa hari ini sudah banyak yang kulupakan. "Kemarin Sean, Ara dan Vano, sekarang Ana," gumam Alex. Aku menundukkan kepala menyesal, mau bagaimana lagi, aku memang tidak ingat.
Kami terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Ponsel Alex berdering, ia mengangkat telponnya dan tampak girang. Mungkin itu dari pacarnya, tunggu dulu, kenapa ia tidak bercerita bahwa ia memiliki pacar.
Aku menuliskan sesuatu dibuku dan memberikannya pada Alex Siapa? Kau memiliki pacar?
Alex tersenyum miris "Iya..dan kau yang memilihnya untukku." Aku mengerutkan kening bingung. "Sudahlah tidak usah dipikirkan. Nanti teman-teman akan datang kesini," ucap Alex.
Aku mengulurkan tangan untuk mengambil gelas, jus itu tumpah karena tanganku yang bergetar hingga Alex merebut gelas itu. Ia membantuku untuk minum, aku tersenyum getir, kini aku sama seperti balita, hampir semua kegiatanku harus dibantu, bahkan bi Novi sering membantuku untuk mandi dan memakai pakaian.
Aku memilih melihat kolam renang, sebisa mungkin jika dengan orang lain aku tidak ingin menatap orang itu karena yang bisa kulihat adalah pandangan kasihan dan aku tidak suka itu.
"Lili..." mendengar namaku dipanggil aku menoleh secara perlahan. Kulihat beberapa orang datang mendekat. Seorang laki-laki mengulurkan sebuket bunga lili berwarna putih untukku. Aku menatapnya ingin tau.
"Buat lo," ucapnya. Aku hanya tersenyum dan mengambil bunga itu. Jujur aku ingin mengucapkan terima kasih tapi aku tidak ingat siapa namanya. Alex dan yang lain pamit untuk masuk kedalam rumah meninggalkanku dengan laki-laki yang memberikanku bunga tadi.
"Lil.." panggilnya aku hanya menjawab dengan gumaman yang tidak jelas "Sebelum gue ke Amerika gue ngasih hadiah kalung buat lo, pas lo masih koma," ia mengeluarkan kotak berwarna merah "Nih tadi om Ares ngasih ke gue, katanya gue harus ngasih langsung, boleh gue yang masangin?" Aku menganggukan kepalaku, ia mendekat dan memasangkan kalung cantik itu. Rasanya aku pernah sedekat ini dengannya. "Gue sayang sama lo, bisa kita mulai semua dari awal?"
"A..pa maksud mu?" tanyaku. Aku benar-benar tidak mengerti. Ia menatapku dengan kerutan dikeningnya.
"Lo lupa? ohh jangan bilang lo juga udah mulai lupa siapa gue, Lil.. siapa nama gue?" ku gelengkan kepalaku dengan ragu. Ia menggelengkan kepala "Lo nggak inget gue? Gue Al, kita sering berantem, lo inget kalau lo udah kesel banget lo pasti ngelempar sepatu ke gue, kita sering dihukum bareng, lo nggak inget sama sekali?"
Aku menggelengkan kepala sekali lagi, cukup. Dia pikir aku mau melupaka segalanya, aku juga tidak ingin seperti ini. Aku berusaha berdiri dan jalan dengan tertatih. Lebih baik aku pergi darinya, ia berjalan dan membopongku "Aaaa.." teriakku kaget. Aku berpegangan pada lehernya. Ia melirikku sekilas lalu berjalan masuk kerumah.
Ia mendudukkan ku di sofa "Maaf gue ngeselin, oke kita kenalan setiap hari biar lo nggak lupa sama gue, nama gue Aldric," ucapnya dengan mengulurkan tangan. Aku masih kesal dengan sifatnya tadi, terlebih saat membopongku, itu benar-benar membuatku kaget. Aku hanya mengerucutkan bibirku. Ia menjawili pipiku "Jangan ngambek dong, maaf deh.. janji nggak akan bikin kesel lagi," aku menyipitkan mata curiga namun akhirnya aku tersenyum simpul padanya.
--------
Dua minggu setelah itu aku tinggal dirumah opa, daddy takut aku lepas dari pengawasan. Aku hanya bisa menuruti ucapan daddy. Aku sedang berbaring dikamarku. Oma baru saja datang untuk menyuapiku. Setiap sendoknya ia berikan dengan hati-hati takut aku tersedak. Karena setiap kali aku makan aku sering tersedak.
Oma mengusap mulutku yang terkena bubur, ia menghela nafasnya "Sekarang Lil mandi dengan oma ya, oma akan siapkan air hangat." Benarkan, sekarang aku seperti bayi yang tidak bisa apa-apa.
Oma berjalan keluar kamarku. Huhh aku harus bisa berjalan ketoilet sebelum oma datang. Aku ingin belajar menggerakkan tubuhku, aku tidak boleh manja. Aku berpegangan pada tembok untuk berjalan ke toilet yang ada di dalam kamar ini.
Setelah sampai didalam toilet aku mengunci pintunya. Maaf oma, Lil hanya ingin mandiri. Lil tidak ingin bergantung dengan orang lain seumur hidup Lil, batinku. Aku berjalan kearah bathub namun aku tersandung oleh kakiku sendiri. Dugg, aku meringis, daguku mencium lantai dengan mulus.
Aku mencoba bangun tetapi tidak bisa, aku hanya bisa diam dan menangis tanpa mengeluarkan suara. Terdengar gedoran pintu yang keras. Itu pasti oma, aku mencoba untuk bangun kembali tapi tetap gagal.
"Lil sayang.. kamu di dalam? Lil buka pintunya sayang," ucap oma. Aku tetap diam "Lili.. jangan begini sayang, kamu baik-baik saja kan di dalam? Janngan membuat oma cemas,"
Aku menghela nafas dan mengumpulkan tenagaku "Ba..ik oma.. Lil se-sedang mandi.." teriakku.
"Sayang.. buka pintunya.. Ares!!! cepat kesini!!!" teriak oma. Gawat oma memanggil daddy. Aku mencoba bangkit namun kembali jatuh. Daddy pasti panik melihatku begini, belum lagi daguku mengeluarkan darah.
Ku dengar pintu seperti didobrak, pasti daddy sangat panik. Setelah dobrakan kedua pintu terbuka. Dad dan oma terbelalak kaget "Lili!!!" seru daddy. Dad berlari menghampiriku dan memelukku dengan erat. "Mommy, tolong telpon dokter," ucap daddy. Aku menatap daddy, aku hanya jatuh tapi dad panik seolah-olah aku sakit parah, sampai kapan dad akan menyembunyikan penyakitku.
Aku dibaringkan di tempat tidur. Dokter datang setengah jam kemudian, dokter itu memberikanku beberapa obat. Setelah dokter keluar dari kamarku keluargaku masuk, bisa kulihat wajah mama, papa, opa, oma dan kak Rio sedih. Aku membalik tubuhku, aku tidak ingin melihat wajah sedih mereka.
Aku harus memutuskan secepatnya, kupejamkan mata mencoba untuk tidur.
Keesokan harinya Alex datang dengn seorng perempuan catik. Aku tersenyum pada mereka. Perempuan itu memelukku dengan erat "Gue tau lo lupa sama gue nama gue Ana, yang harus lo tau cuma satu, lo sahabat gue dan gue sayang banget sama lo."
Aku balas memeluknya, inikah pacar Alex, kalau iya aku sangat setuju. Aku mengeluarkan kertas dan penaku Nanti malam datang kerumah dengan Alex yaa ku serahkan kertas itu pada Ana. Ana menyipitkan matanya melihat tulisanku, aku bisa memakluminya, tulisanku tidak jelas karena tanganku tidak bisa menggengga dengan baik.
Setelah berhasil membacanya Ana tersenyum padaku, ia menganggukkan kepala. Malam nanti, aku sudah memutuskan semuanya. Aku meninta tolong Alex untung mengundang yang lain juga.
------
Aku sedang berada di depan kaca, melihat wajahku yang pucat dan semakin tirus. Aku bernafas melewati mulut karena sejak tadi sore aku sulit bernafas melewati hidung. Kulapisi wajahku dengan bedak tipis agar terlihat lebih segar.
Daddy masuk kekamarku ia menghampiriku "Anak dad cantik," ucapnya. Ia berjongkok untuk mensejajarkan dirinya padaku "Sebenarnya apa tujuanmu mengumpulkan semua?" tanya daddy.
Aku memang tidak memberitahu siapapun termasuk daddy. Ku gelengkan kepalaku dan tersenyum, belum saatnya dad, sebentar lagi dad akan mengetahuinya.
Dad menghela nafasnya ia kemudian menuntunku berjalan. Kami turun kebawah, di sana semua berkumpul dan memandangku dengan penuh tanda tanya. Aku duduk di samping daddy dan kak Bian.
Tubuhku bergetar, kepalaku sakit namun aku menahannya "A..ku ing-in ber..pamitan.." ucapku dengan pelan. Semua menatapku dengan kaget. Sebenarnya aku lelah bicara tapi aku harus menyampaikannya "A..ku ingin.. pi-pindah ke Jerman." Daddy menoleh padaku. Ia pasti kaget dengan keputusanku.
"Apa-apaan ini? Kenapa tidak bicara dulu pada dad?"
Aku menundukkan kepala "Ma-maaf dad,"
"Kenapa kau ingin pergi ke Jerman? Di sini juga banyak pengobatan yang bagus," tanya opa. Aku mendongakkan kepala perlahan. Oma menutup mulutnya kaget melihat banyak darah keluar dari hidungku. Daddy segera mengambil tissu untuk membersihkan darahku.
Aku menatap sekeliling, inilah yang membuatku ingin pergi. Aku tidak suka dikasiani, dan aku tidak suka melihat wajah sedih mereka saat melihatku. Pandanganku jatuh pada Aldric, ia terlihat sangat marah.
Daddy membawaku kekamar, aku yakin dad igin mengajakku bicara. Daddy membersihkan sisa darahku "Kenapa kau memutuskan ini sendiri? Jerman sangat jauh,"
"Aaa.." suaraku, kenapa dengan suaraku. Aku segera mencari buku dan pena dengan tangan bergetar aku menulis setiap kata secara perlahan Aku ingin pergi dad, ayo kita pergi dari negara ini, aku daddy dan kak Bian.
Daddy menggelengkan kepala, "Apa kau tega meninggalkan semuanya? Opamu, omamu, papamu, mamamu, sepupumu dan teman-temanmu, semuanya menginginkanmu tetap disini."
Aku menggelengkan kepala dan berteriak "Aaaa.." tangisku pecah, kenapa disaat begini suaraku tisak bisa keluar. Aku kembali menulis maksudku. Apa dad tidak lihat? mereka bersedih melihat Lil, Lil tidak ingin menambah beban mereka dan membuat banyak orang sedih.
Daddy mengusap air mataku, ia ikut mengeluarkan air mata "Tidak bisa sayang, perjalanan ke sana jauh, itu berbahaya bagimu," Aku menangkupkan kedua tanganku didepan dada untuk memohon, hanya ini yang kuminta dad, tolong bawa aku pergi dari sini, batinku.
"Apa kau yakin?" tanya daddy. Ku anggukkan kepalaku, aku kembali menulis. Lil akan berusaha untuk sembuh di sana, kita akan hidup bahagia disana dad, kita akan meninggalkan semua kenangan buruk ini, Lil ingin melupakan semuanya.
Daddy memelukku dengan erat "Baiklah, besok kita siapkan semuanya."
-------
Author POV
Ares keluar dari kamar Lili. Semua orang telah menunggunya, keputusan Lili untuk pergi ke Jerman memang mengagetkan semua termasuk Ares. Ia menuruti keinginn putriny meskipun sedikit ragu.
"Daddy tolong siapkan keberangkatanku dengan Lili ke Jerman secepatnya," ucap Ares. ia menoleh pada putranya "Bian, kau ingin stay di sini atau ikut kami ke Jerman? Adikmu ingin kau ikut tapi ia pasti maklum jika kau tetap memilih stay."
Bian termenung sejenak "Bian ikut dad, Bian akan menemani Lil berjuang untuk sembuh, lagi pula Bian bisa bekerja di cabang yang ada di sana." Arsen menyetujui usul Bian, mungkin ini yang terbaik untuk Lili.
"Mommy boleh ikut?" tanya Nadin. Ia tidak mungkin tega membiarkan cucunya jauh dari dirinya. Ares teringat tulisan Lili, ia menggelengkan kepala.
"Mommy harus tetap di sini, kasihan daddy jika mom ikut kami," ucap Ares. Alex mengerti dengan keputusan Lili, berteman dengan Lili sejak kecil membuat Alex sangat mengerti perasaan Lili. Ia tidak masalah dengan keputusan Lili, baginya jika itu membuat kehidupan Lili lebih baik maka ia akan mendukung, meskipun dengan beitu ia harus berpisah dengan sahabat sekaligus adik kecilnya.
Dua hari kemudian semuanya siap. Esok Lili, Ares dan Bian akan berangkat ke Jerman, mereka mengajak bi Novi untuk mengurus kebutuhan Lili di sana. Sekarang Lili sedang menatap kosong kearah tanaman, ia sedang duduk ditaman rumah opanya.
"Hay, bengong aja." Aldric menepuk bahu Lili peln. Ia sangat marah pada keputusan Lil, tapi mau bagaimana lagi, dirinya tidak bisa berteriak marah pada wajah polos Lili.
Lili tersenyum simpul, sejak melihat wajah marah Aldric Lili tidak pernah mendapat telpon dari Aldric padahal biasanya setiap pagi Aldric akan menelponnya hanya untuk memperkenalkan diri agar Lili tidak melupakannya.
"Gue kesini cuma mau bilang, besok gue juga akan balik ke Amerika, gue udah lama ninggalin kuliah gue buat cewek yang gue sayangin pake banget, tapi lo tau? Cewek itu milih pergi, ini yang kedua kalinya Lil, kedua kalinya gue ditinggal sama orang yang gue cinta."
Lili menatap wajah Aldric yang terlihat sedih, ia menepuk bahu Aldric. Lili merasa kasihan pada Aldric, siapa yang tega meninggalkan laki-laki sebaik dia.
Lili menulis di bukunya. Sabarlah Aldric, suatu saat nanti orang yang meninggalkanmu itu pasti akan kembali jika orang itu mencintaimu juga. Lili mengulurkan bukunya pada Aldric.
Aldric tersenyum miris, lo Lil, lo adalah orang yang ninggalin gue, teriak Al dalam hati. "Haha iya.. semoga aja, eh besok kita ketemu di bandara ya.." Aldric melirik jam tangannya "Udah sore, masuk yu ntar lo sakit.. mau jalan sendiri atau gue bopong?" tanya Aldric sembari menaik turunkan alisnya.
Lili tertawa melihat tingkah Aldric, Lili mengulurkan kedua tangannya. Ia sedang malas untuk berjalan. Aldric membopong Lili masuk kedalam rumah opa. Ares yang melihat Lili dan Aldric hanya bisa tersenyum melihat putrinya tersenyum.
Selesai makan malam Aldric pamit pulang. Ia harus bersiap-siap untuk besok.
Keesokan harinya semua sudah siap. Mereka sudah berada di bandara, Nadin dan Arsen sibuk dengan cucunya. Ares melihat keterpaksaan dimata mommynya. Ares tau mommynya sangat menyayangi Lili.
"Jangan menampakkan wajah sedih begitu mom, itu akan membuat Lil sedih," ucap Ares mengingatkan.
"Bagaimana tidak sedih, anak mom dan cucu mom akan pergi jauh."
Ares tersenyum dan memeluk mommynya "Nanti kalau Lil sudah sembuh kami akan kembali kesini," hibur Ares.
Lili duduk di kursi rodanya ia berpamitan pada seluruh teman-temannya. Meskipun tidak ingat kenangan saat bersama Lil tetap menganggap semua adalah sahabat terbaiknya.
Alex menahan air matanya, untuk pertama kalinya ia harus melepas Lil jauh, biasanya dia yang selalu melindungi Lili sejak masih kecil "Kau yakin ingin meninggalkanku?" tanya Alex.
Lili membuang muka, ia tidak sanggup berpamitan pada Alex. Alex menangkap wajah Lili "Berjanjilah untuk selalu menghubungiku, jangan ceroboh, jangan membuat onar, jangan bertengkar, jangan.." cupp. Lili mencium pipi Alex.
"Te..rima k-kasih untuk.. se-mua." Alex tertawa dan memeluk Lili.
"Cepat sembuh, jika ada yang macam-macam padamu bilang saja padaku, mengerti?" tanya Alex. Lili menganggukkan kepalanya. Acara pamitan selesai, sekarang waktunya untuk pergi tetapi Lili masih menunggu seseorang, Aldric. Yahh ia belum datang.
Ares mendorong kursi roda Lili. Baru akan melangkah suara Aldric muncul, Lili menoleh dan tersenyum pada Aldric.
Aldric datang dengan kopernya. Ia mensejajarkan dirinya dengan Lili, "Maaf gue telat, hati-hati yaa.. gue cuma mau bilang jangan pernah lepas kalung yang gue kasih, itu kenang-kenangan dari gue, ngerti?" tanya Aldric. Lili menggenggng kalung yang ada dilehernya dan menganggukkan kepala.
Aldric menghela nafas "Gue boleh meluk lo? Biar gue iklas ngelepas lo?" Lili mengerutkan keningnya kemudian mengangguk dengan ragu. Aldric tersenyum dan memeluk Lili dengan erat. Ia mengelus rambut panjang Lili menghirup aroma strawberry khas Lili, di simpan aroma itu di otaknya agar ia selalu mengingat Lili.
Aldric melepaskan pelukannya. Ares tersenyum dan berpamitan pada Aldric. Aldric menatap kepergian Lili dengan senyuman.
Lili sudah berada di dalam pesawat, ia akhirnya pergi, meningggalkan keluarganya, sahabat-sahabatnya, kenangan buruk dan bahagianya, serta tanpa sadar ia pun meninggalkan cinta pertamanya.
Lili menoleh pada Ares dan Bian, ia tersenyum bahagia, mulai hari ini ia akan memulai hidup barunya. Lili menyandarkan kepalanya di bahu Ares dan memejamkan mata.
END
***********
Yeyyy...
Aku belum mikirin extra part
Kemarin ada yg nanya sequel.. kira2 menurut kalian gimana? kalau banyak yg setuju aku mau bikin sequelnya...
Comment yaa ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top