Part 3 (Revisi)

Edisi Revisi

****************

Author POV

Nadin terdiam melihat Lily yang dengan semangat menaiki tangga menuju kamar daddynya. Ia tersenyum sedih, cucunya yang cantik itu memang selalu berhasil menutupi kesedihannya. Nadin tau persis bahwa Lily sering menangis saat sendiri.

Lily adalah cucu kesayangannya, yahh memang cucunya itu nakal bahkan ia sudah sering mendapat surat peringatan dari sekolah Lily, tapi itu bukan masalah karena ia tahu alasan pasti mengapa sikap Lily begitu. Menghibur diri, itulah alasan utamanya.

Nadin sedang membuatkan bubur untuk anak pertamanya, Ares. Meski bukan anak kandung tapi bagi Nadin, Ares adalah anaknya sama seperti Varo dan Kevin, anak-anak kandungnya. Ares adalah anak mantan istri Arsen, suami Nadin.

Langkah kaki Nadin menggema seiring anak tangga yang ia naiki. Tangannya memegang nampan dengan semangkuk bubur dan segelas air putih untuk Ares. Tangan kanannya membuka kenop pintu kamar Ares dan saat pintu itu terbuka ia hanya bisa terdiam. Hatinya terasa diremas melihat air mata yang mengalir di pipi cucunya.

Lily sedang memeluk Ares yang hanya duduk diam. Ia tidak menyadari kehadiran Nadin. Sebelum melangkah mendekat Nadin mengusap air mata yang sudah mengalir.

"Sayang.." panggil Nadin pada Lily. Lily segera mengusap air matanya. Ia menoleh pada Nadin.

"Iya oma," jawab Lily dengan senyum yang dipaksakan.

"Gantilah pakaianmu dulu, nanti baru kesini lagi," ucap Nadin. Ia mengelus rambut Lily dengan penuh kasih sayang.

Lily  menggeleng pelan. "Tidak oma.. aku ingin bersama daddy saja, aku masih rindu dengan dad. Oh iya oma.. apakah aku boleh menyuapi daddy?" tanya Lily dengan pandangan mata memohon.

Nadin tentu memperbolehkannya, "tentu boleh sayang, sebentar yaa.. oma bicara pada daddymu dulu."

Dengan perlahan Nadin mengusap pipi Ares. "Ares sayang.. Lil ingin menyuapimu. Lil cucu mommy, princess kecil mu dan Malika. Kau ingat kan?"

Mata kosong itu perlahan mengerjap, dengan perlahan ia menoleh pada Nadin. "Ma..li..ka..." ucap Ares dengan serak dan terbata-bata. Wajar saja, suaranya sangat jarang digunakan selama bertahun-tahun.

"Yes sunshine, Malika istrimu," jawab Nadin sembari tersenyum meski dalam hati ia menangis.

Ada binar mata bahagia di mata Ares. "Where is my wife? Mom? I miss her so much, " ucap Ares. Kepala Ares mulai menoleh ke kiri dan kanan hingga pandangannya jatuh ke arah Lily.

"Malika.." panggil Ares pada Lily yang sejak tadi hanya menggigit bibir untuk menahan isak tangis.

Wajah Lily memang sangat mirip dengan Malika, bahkan bisa dibilang Lil adalah copyan dari mommynya itu. Dengan kulit putih, mata yang bulat dan bola mata coklat terangnya serta bulu mata lentik. Ia pun memiliki hidung dan bibir mommynya, hidung mancung dan bibir yang merah alami. Hanya rambut Lil yang mengikuti Ares, warna coklat terang sama seperti Arsen.

"Kamu kemana saja Malika? aku merindukanmu," ucap Ares. Tangannya terulur mengusap pipi Lily. Kali ini air matanya sudah tidak bisa terbendung lagi hingga jatuh menimpa tangan Ares yang masih berada di pipi Lily. Sontak Ares mengusap air mata itu. "Kenapa kau menangis Malika?" tanya Ares yang langsung panik.

Selalu seperti itu, Ares mengenal Lily sebaga Malika. Ares lupa pada Lily dan tragisnya hanya Lily yang tak ia ingat sama sekali. Ia mengenal seluruh keluarganya termasuk Bian, kakak Lily.

Yaa Allah tolong kebalkan hati cucuku atas ujian ini, pinta Nadin yang hanya bisa diam melihat hati cucunya hancur untuk kesekian kalinya.

Lily menggenggam tangan Ares yang masih berada di pipinya. "Daddy aku Lily Dad, bukan Mommy, kenapa Dad melupakan Lil?" tanya Lily.

"Apa Daddy begitu membenci Lil sampai Dad lupa dengan Lil? hiks maafkan Lil daddy, please Daddy jangan menghukum Lil dengan cara ini. Dad boleh memukul Lil dad boleh melakukan apapun pada Lil tapi jangan lupakan Lil daddy. Lil tidak kuat hiks hiks Lil sangat menyayangi daddy," ujar Lily dengan sesenggukan. Ia perlahan berjalan mundur lalu berbalik dan lari meninggalkan kamar Ares.

Tangis Lily terdengar sangat pilu untuk orang yang mendengarnya. Jika bisa mendengar mungkin akan ada suara retakan hati Lily karena sakit yang tidak tertahankan itu.

Ares berteriak histeris melihat Lily berlari keluar kamarnya "MALIKA!! TOLONG JANGAN PERGI, MALIKA AKU MINTA MAAF JIKA AKU MEMBUATMU MENANGIS.. MALIKA JANGAN PERGI LAGI AKU MOHON!!!"

Nadin segera memeluk Ares untuk menenangkanya. "Ares tenang dulu sayang.. Malika hanya keluar sebentar nak, nanti ia akan kembali kekamar ini.. Ares tenang yaa,ada mommy di sini," ia mengelus kepala Ares agar ia tenang.

"Mommy Malika pergi mom. Kenapa Malika pergi lagi mom? Apa salah Ares?" rintih Ares.

Nadin menghela nafas. "Kamu tidak salah anakku. Malika pergi karna memang dia harus pergi," ucapnya untuk menenangkan Ares agar ia tak mengamuk lagi.

Jangan siksa anakmu lagi Ares, sungguh fakta bahwa Malika pergi disaat Lil masih membutuhkannya saja sudah membuat Lil sedih, ditambah lagi kamu yang tidak mengenalinya, ucap Nadin dalam hati. Seandainya ia bisa memberikan kebahagiaannya untuk Lily akan ia berikan semua agar dapat menggantikan kesedihannya selama ini.

Ares mulai sedikit tenang, ia terus memanggil nama Malika sampai tertidur karna kelelahan.  Nadin menatap Ares yang sedang tertidur. Ia mengecup kening putranya denga penuh kasih sayang.

"Sembuhlah sayang, kami semua menunggu.." ucapnya sebelum pergi keluar untuk memanaskan bubur yang tidak jadi dimakan oleh Ares.

-----

Lily POV

Aku tau aku salah, tapi ini bukan pilihanku. Jika aku bisa memilih aku tidak akan mau membuat daddy begini. Lagipula kenapa wajahku harus mirip dengan mommy dan kenapa hanya aku yang tidak dikenali daddy. Aku terus bertanya-tanya dan tentu saja tak pernah ada jawaban atas pertanyaan yang menggangguku sejak kecil ini.

Malampun tiba, aku berdiri di balkon kamarku menikmati semilir angin yang menerpa wajahku "Mommy aku lelah, apa aku boleh menyerah sekarang?" kepalaku menengadah ke langit malam yang di penuhi bintang. Apa mom bisa melihatku dari sana, batinku.

"Hai sepupuku yang paling cantik," sapa kak Rio yang datang dengan senyuman manisnya, ia menghampiriku dan aku langsung memeluknya.

"Kak kau bodoh, tentu saja aku yang paling cantik. Kau bahkan tidak memiliki sepupu perempuan lagi selain aku" ucapku sembari terkikik geli dengan kata-katanya. Itu benar, aku memang cucu perempuan satu-satunya, papa dan ayah hanya memiliki anak laki-laki.

"Oh iya aku lupa honey," ucap kak Rio. Ia menepuk jidatnya sendiri.

"Kak..Papa dan Mama mana?" tanyaku.

"Dikamar Daddy sayang, mungkin sebentar lagi akan kemari, kau tidak kekamar Dad?"

Aku terdiam dan mengelengkan kepala. "Kak.. hari ini Daddy memanggilku Malika lagi, apa aku sangat mirip dengan mommy?"

Kak Rio mengusap rambutku. "Yes beauty kau memang mirip dengan Mommy Malika, cantik dan manis. Hanya ada beberapa yang tidak mirip,"

"Yah yah aku tahu, rambutku bukan? rambutku memang sama dengan daddy."

"Bukan hanya itu sayang, Mommy Malika itu orang yang lemah lembut, sedangkan kau? dan satu lagi Lil, Mommy bukan orang yang mudah menyerah, aku sudah mendengar semua dari Oma, yahh memang bebanmu itu sangat berat sayang, tapi kau tidak boleh menyerah karena aku yakin ada keindahan yang sedang menunggu mu datang untuk menghampirinya,"

"Haha aku memang tidak bisa bersikap lemat lembut kak kecuali pada daddy," ucapku. "Kak.. aku tau aku memang tidak boleh menyerah, aku akan menjadi kuat untuk daddy."

Aku melepas pelukannya dan tersenyum padanya. Kak Rio memang selalu punya kata-kata yang membuatku bangkit lagi. Tidak seperti kak Bian, kakak kandungku itu sepertinya juga membenciku.

"Honey.." mama yang baru masuk langsung berhambur memelukku. Akupun membalas pelukannya.

"Papa mana ma? tumben tidak ikut kekamar Lil?"

"Papa dan oma sudah menunggu di meja makan sayang, ayo kita kesana," mama menggandeng tanganku dan kak Rio.

Yahh aku hanya bisa berterima kasih atas kebahagiaan yang terselip diantara kesedihan ini, setidaknya aku maish memliki keluarga yang sangat menyayangiku.

"Hay Papa.." sapaku sebelum memeluknya.

"Hai cantik, ayo sekarang kita makan."

Makan malam kami lalui dengan obrolan seru dan lelucon dari kak Rio. Usai makan,aku dan papa memilih duduk diruang keluarga sekedar menikmati waktu. Kepalaku menyandar pada bahu papa dengan tangan papa yang terus mengusap rambutku.

"Bagaimana sekolah hari ini sayang? ini hari pertamamu sekolah bukan?" tanya papa. Hem aku pasti kepala sekolah sudah laporan pada papa tentang kelakuanku tadi.

"Baik pa.. aku mempunyai sahabat baru namanya Ana.. dia sangat baik pada Lil,"

"Oh yaa? baguslah, jangan nakal yaa disekolah barumu," ucap papa. Benarkan, pasti ia akan mengingatkanku.

"Pa aku anak baik-baik, mana mungkin aku mencari masalah," jawabku dengan asal.

Papa mencibir pelan, "Hemm jangan kira papa tidak tahu kelakuanmu sayang, papa tahu oma mu sering dipanggil ke sekolah karena kenakalan mu," dengan gemas papa menjawil hidungku.

"Aku hanya bolos dan sering telat pa, bukan membakar sekolah, mereka saja yang terlalu berlebihan," ujarku untuk membela diri. Aku benar kan.

"Yakin hanya itu saja? bukankah kau juga sering bertengkar dan menjaili guru, papa tau semuanya honey," huhh yaa yaa aku memang tidak pernah bisa menutupi apapun karena mata-mata papa, opa, dan ayah sangat banyak diluar sana. Rasanya setiap gerak-gerikku selalu diawasi.

"Ayolah Pa.. itu hanya keisengan remaja, sangat wajar menurutku," ucapku dengan gaya merajuk.

"Kau ini memang sangat berbeda dengan daddy dan mommymu.. yah yah baiklah tapi jangan sampai kelakuanmu itu membahayakan orang lain dan dirimu sendiri," peringatan papa kusambut dengan anggukan dariku. "Oh iya sayang, kapan kau akan mengajak Ana main kemari?" pertanyaan papa membuatku terdiam dan sepertinya ia langsung paham bahwa pertanyaan itu menggangguku.

"Maaf sayang, papa tidak bermaksud mengingatkanmu akan kejadian itu," ucap Papa. Aku hanya bisa tersenyum menanggapi permintaan maaf papa. Otakku berputar kembali akan kejadian bertahun-tahun yang lalu.

Flashback on

"Daddy, oma, bi novi, Lil pulang!!!"

Monica mengerutkan keningnya. "Lil apa daddymu tidak kelja ? daddyku selalu kelja sampai sole balu pulang," jelasnya.

"Tidak Monica, daddy selalu dilumah. Kata oma daddy sedang sakit jadi daddy tidak kelja dulu".

"Oh ya?kasian sekali daddymu, boleh kami melihat daddymu?"

"Tentu saja boleh, ayo ikut aku.." 

"Nah ini kamal daddy.. ayo masuk," aku menghampiri daddy yang masih terduduk. "Daddy.. Lil membawa teman.. yang ini Monica yang ini Syakila, dan yang ini Asila. Merela dali Indonesia daddy sama sepelti daddy,"

Monica mendekat dan mengamati daddy. "Lil kenapa daddymu hanya diam dan memandang kedepan?"

Syakira menatap kagum daddy. "Lil daddymu tampan sekali sepelti pangelan di disney, pantas kau cantik," gumamnya.

Axila menggeleng. "Lil daddymu aneh sekali sih,"

Daddy merasa terganggu dan menatap marah pada semuanya. "Siapa kalian? Kenapa kalian disini? Jangan ganggu aku!! Pergi kalian dari sini !! PERGI !!" suara Daddy menggelegar ke seluruh ruangan.

Kami segera berlari keluar "Lil daddymu gila ya?ayo teman-teman kita pelgi dali sini. Jangan dekat-dekat Lil lagi Lil anak olang gila."

Aku melotot marah dan menjambak rambut Monica, "Daddyku tidak gila, kau jangan sembalangan bicala Monica!!"

"Aaauuu lepas.. Daddymu memang gila Lil, tadi ia teliak-teliak sepelti olang gila yang ada ditelevisi," teriak Monica.

"Monica kau jangan sepelti itu kasian Lil, mungkin daddy Lil memang sedang sakit," bela Syakira untuk memisahkan kami.

"Syakira kurasa Monica benar, daddy Lil pasti gila. Lihatlah daddy Lil bahkan tidak mengenali Lily tadi. Dan kau Lil lepas tanganmu dari rambut Monica," ucap Axila yang membela Monica.

"Tidakkk daddyku tidak gila, kalian jahat. Daddyku hanya sedang sakit.." lirihku.

Oma datang dari dapur dan langsung berlari kearah kami. "Astaga ada apa ini anak-anak? Lily sayang lepaskan tanganmu dari rambut Monica,"

Aku menggeleng dan tetap menarik rambut monica hingga ia menangis. "Oma.. Monica bilang daddy Lil gila, Lil tidak telima oma" jawabku dengan wajah yaang merah padam karena marah.

Oma terperangah, ia membekap mulutnya sendiri dan menatap kami semua.

Flashback off

"Pa Lil ingin tidur yaa, bye Papa.." aku mencium pipi papa dan pergi ke kamar untuk tidur.

Kutatap langit-langit kamarku. Sejak tadi yang kulakukan hanya mencari posisi nyaman untuk tidur tapi tidak berhasil. Sudah pukul 02.00 tapi mataku masih sulit untuk dipejamkan. Lebih baikm aku ke kamar daddy. Yahh siapa tau dengan melihat daddy aku bisa tertidur, seperti biasanya.

Diam-diam aku menyelinap ke kamar daddy dan menghampiri tempat tidurnya. Kulihat daddy sudah tertidur nyenyak. "Hay daddy, aku tidak bisa tidur jadi aku tidur disini yaa dengan daddy.." pintaku. Aku tersenyum memperhatikan daddy yang tampak tenang dengan nafas yang beraturan. Sebuah ide terselip di otakku.

"Bimsalabim daddynya Lil yang paling tampan.. saat bangun nanti daddy akan ingat dengan Lil dan memeluk Lil seperti dulu," ucapku dengan menggerakan tangan seperti layaknya pesulap.

Aku masi betah menatap wajah daddy. Senyum sedihku kembali muncul. "Daddy kau terlihat polos jika sedang tidur, nanti jika daddy sudah sembuh aku berjanji dad, aku akan menuruti semua kemauan dadd, itu janjiku sebagai seorang anak,"

"Good night daddy, nice dream." kucium kening, kedua pipi dan hidung daddy. Aku memeluk daddy, rasanya sangat hangat hingga membuatku nyaman sampai akhirnya mataku mulai berat. Yaahh memeluk daddy adalah obat jika aku sedang insomnia seperti sekarang ini.

Bagiku tidak perlu pergi keliling dunia untuk mencari kebahagiaan, karena untukku bahagia itu sederhana. Dengan daddy yang tersenyum padaku, itu bahagia yang tak pernah ternilai harganya.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top