Part 25

Denger Lagunya, putar mulmednya...

Edisi Revisi

********

Author POV

Lily melangkah pergi meninggalkan Ara yang masih terdiam, hati Ara terasa nyeri karena tadi siang ia melihat Aldricnya sedang berpelukan dengan Lily. Aldricnya? masih pantaskah ia bicara begitu karena sebenarnya ia sudah dilupakan sejak lama.

Ara berteriak frustasi, dalm hayi ia membenci dirinya sendiri. Bagaimanapun ini salahnya karena mudah menyerah dan memilih pergi meninggalkan Aldric. Isak kecil Ara memecah keheningan di sekitarnya. Suara angin dan isakannya bersatu menambah kegetiran dalam hati Ara.

Kaki Lily melangkah santai menuju saung yang berada di dekat pantai. Malam ini adalah jadwal latihannya dengan Aldric, tidak peduli dengan tanggapan Ara karena saat ini niatnya murni untuk latihan. Toh sekarang urusannya dengan Aldric selesai dan sekarang hanya ada kata persahabatan diantara dirinya dan Aldric.

"Hay Lil," sapa Aldric yang sudah lebih dulu tiba di saung. Di pangkuannya ada gitar yang sering Lily lihat saat berlatih musik dulu. Lily tersenyum dan duduk di samping Aldric.

"Sudah lama?" tanya Lily.

Aldric menggeleng, "gue juga baru dateng, yaudah ayo mulai.. kita latihan untuk lo aja dulu, tampilan kita berdua santai aja, toh kita pernah duet, jadi tinggal diulang biar lebih bagus,"

Lily mengangguk setuju, ia percaya Aldric bisa diandalkan. Untuk hari ini ia hanya perlu berlatih lirik dan nada lagu yang akan ia nyanyikan. Beberapa kali Aldric menyuruh Lily mengulang lagu agar Lily semakin fasih.

"Nahh bagus, oke ulang sekali lagi.. tapi pas bagian reff suara lo tinggiin dikit yaa, dan bagian itu penghayatannya harus kuat.. lo tau kan? bagian itu adalah isi perasaan dan lo juga inget penjelasan gue kan?"

Lily mengangguk, "menyanyi itu bukan hanya membuka mulut dan mengeluarkan suara, tapi membuka suara hati," jelas Lily.

Aldric menjentikkan jarinya, "tepat.. oke cukup, kita lanjut besok.. gue harap om Ares suka," ucap Aldric dengan tulus.

"Yaa kuharap juga begitu, terima kasih Al, kau banyak membantu selama ini," ucap Lily.

Aldric terdiam, ia merasa aneh dengan kata-kata Lily. "Gue akan bantu lo terus, kita sahabat dan sahabat bukan cuma status,"

Lily terkekeh pelan, "aku hapal kata-katamu Al, aku beruntung memiliki sahabat seperti kau dan yang lain.. kuharap kalian hidup bahagia, karena jika kalian bahagia maka aku juga bahagia,"

"Dan salah satu alasan kami bahagia itu lo, lo bagian dari kami, tanpa lo kebahagiaan kami nggak lengkap," ucap Aldric. Lily menoleh dan merekapun saling melemparkan senyum.

"Thanks," ucap Lily selirih hembusan angin.

Aldric tersenyum dan mengangguk. "Udah mulai dingin, balik ke hotel yuk.. lo nggak boleh sakit karena harus tampil perfect di depan om Ares,"

Aldric berjalan mendahului Lily, andai saja Lily tau, sejak tadi Aldric mengontrol diri agar tidak memeluk Lily.

----------

Ana sudah bangun dipagi buta, ia dan Monica sudah merencanakan untuk membuat Lily dan yang lain bangun untuk melihat sunrise.

Dengan semangat Ana menarik selimut Lily. "Woy!! bangun.. kita dipantai sayang! lo yakin cuma mau tidur dipagi yang cerah?"

Lily yang merasa tergnggu merebut selimut dan kembali bergulung di selimut hangat itu.

"Lily!! ayodong bangun.... lo nggak akan nyesel deh," bujuk Ana lagi. Lily yang merasa kesal karena suara nyaring Ana akhirnya terbangun, ia mengacak rambutnya. Dengan malas Lily melangkah menuju toilet.

Lily dan Ana berjalan menuju lobby yang sudah ditempati banyak orang. Alex dn yang lain juga ternyata sudh ada di lobby untuk menunggu mereka berdua.

Alex terkekeh dan merangkul Lily. "Buanglah wajah bantalmu, ini pantai! kau suka tempat ini kan?"

Lily melirik kesal Alex. "Aku suka tempat yang tenang," jawab Lily dengan kesal.

Mereka semua berjalan ke tepi pantai, Ana dan Monica mengajak Lily naik ke kapal kecil tapi Lily memutuskan untuk duduk di pasir pantai. Sesekali jika ombak datang maka ujung jarinya akan terkena air dan itu membuatnya nyaman.

Lily memejamkan mata, menikmati udara yang segar dan aroma laut yang khas. Suara ombak membuatnya semakin rileks. Pagi ini ia bersyukur karena masih bisa menikmati udara.

"Woy!! sendirian aja," sapa Abil yang sudah duduk disebelahnya.

Lily membuka matanya, ia kesal waktu nyamannya diganggu. "Kau ini mengganggu saja,"

Abil tertawa riang. "Hehe abis kayaknya enak banget duduk sambil nikmatin udara,"

"Kenapa kau tidak gabung dengan Monica dan mereka?" tunjuk Lily pada pasangan-pasangan yang sedang bermain air diatas kapal kecil itu.

Abil tersenyum kecil, ia tau perasaan Lily saat ini. "Lo tau, setiap orang punya tempat pulangnya masing-masing, gue pergi kemana-mana, jauh, tapi ujungnya pasti gue pulang, karena apa? karena di tempat gue pulang itu gue bisa ngerasa nyaman, damai, aman,"

Lily mengerutkan keningnya bingung.

"Itu tadi perumpamaannya, sekarang kita ke kasus lo, gue nggak tau siapa yang buat si Al nyaman, lo, atau Ara atau malah bukan diantara lo berdua, tapi yakin kalau emang lo yang buat dia nyaman, mau sejauh apapun dia akan balik ke lo,"

Lily tersenyum melihat kepedulian Abil padanya, "kuharap bukan aku yang membuatnya nyaman, karena aku tidak tau sampai kapan aku bisa ada disampingnya," jawab Lily. Kali ini Abil yang terdiam bingung.

Jadwal mereka hari ini adalah wisata kuliner di sekitar pantai dan wisata bawah air karena pemandangan laut yang indah. Semua berjalan seduai rencana, Lily selalu tertawa melihat tingkah konyol Sean dan Vano yang selalu meledek Rion. Mereka berempat sengaja berjalan sedikit jauh dari pasangan yang berpacaran karena takut mengganggu.

Malamnya Lily dan Aldric kembali berlatih. Aldric mulai mengajarkan kunci gitar pada lagu yang akan Lily nyanyikan nanti. Untuk latihan malam ini waktunya lebih lama dari kemarin karena cukup banyak yang harus Lily pelajari.

Pukul 24.00 mereka selesai berlatih, Lily menguap untuk kesekian kalinya.

"Udah selesai, besok kita udah pulang jadi lo bisa latihan sendiri di rumah," ucap Aldric.

Lily memutar matanya, "kalau begitu daddy bisa tau Al, ini surprise.."

Aldric menepuk keningnya, ia tertawasalah tingkah di depan Lily. "Gue lupa, yaudah latihan di rumah gue aja," tawarnya.

Lily menggeleng pelan, ia tau disana ada Ara dan dirinya tidak ingin menghancurkan perasaan siapapun. "Terimakasih Al, tidak perlu.. kau sudah banyak membantu, aku bisa berlatih di rumah Opa,"

Aldric tidak memaksa, ia tau bahwa semua sudah berubah sekarang. Merekapun kembali ke kamar masing-masing karena hawa semakin dingin.

----------

Keesokan harinya mereka kembali ke Jakarta. Lily meminta Alex untuk mengantarkannya ke rumah omanya saja. Mungkin lebih baik ia tinggal di rumah omanya sekaligus berlatih untuk tampil di malam kelulusan.

Acara itu hanya tinggal tiga hari lagi, dan setelah itu ia akan meninggalkan daddynya dan Indonesia. Mengingat itu Lily hanya bis tertunduk lesu.

Di rumah besar inilah ia berlatih dengan sungguh-sungguh. Berusaha yang terbaik untuk daddynya karena mungkin ini adalah hal terakhir yang bisa ia berikan.

Varo dan Arin berkunjung untuk melihat Lily. Arin tidak kuasa menahan tangisan haru atas apa yang dilakukan Lily untuk daddynya.

"Hay sugar.. permainan gitarmu bagus," sapa Varo di ambang pintu.

Lily menoleh dan tersenyum senang melihat Varo. "Papa.." teriaknya. Ia berlari kepelukan Varo. Sudah lama ia tak bertemu dengan papanya ini.

"Besok papa, mama, dan kak Rio datang yaa diacara kelulusan Lil," pinta Lily masih dengan memeluk Varo. Ia juga sudah mengajak ayah, bunda dan si kembar tadi pagi di telpon.

"Tentu saja sayang," jawab Varo. Mana mungkin acara penting itu ia lewatkan.

Pagi ini Lily termenung di balkon kamar. Besok acaranya akan berlangsung, jadi malam ini ia berencana pulang kerumah untuk mengabarkan pada daddynya.

Dengan membawa mobil sendiri Lily melaju kencang menuju rumahnya. Dan sekarang ia sudah berada di depan rumah, matanya melirik garasi, tampak mobil Bian sudah terparkir rapi di sana. Mungkin kakak sudah pulang kemarin, batin Lily.

Kakinya melangkah ke dalam rumah dengan ragu. Ada rasa takut yang kuat tapi ia harus melawannya. Jika ia tidak datang maka daddynya tidak akan tau kalau besok ada acara kelulusannya.

"Lily.." sapa Bian. Lili yang melihat kakaknya itu langsung berlari memeluk Bian.

"Kakak.. kapan kakak datang? kenapa tidak mengabari Lil? Lil bisa menjemput kakak dibandara," ujar Lily dengan kesal. Bian terkekeh dan meminta maaf, ia hanya tidak ingin membuat adik kesayangannya ini repot. Mereka berdua berjalan ke ruang keluarga.

"Kak Bian, dimana daddy?" tanya Lily to the point.

"Di kamar, Lil sepertinya sikap dad aneh sekali sejak kakak datang, apa ada yang terjadi ketika kakak pergi?" tanya Bian. Lily terdiam, ia memang tidak menceritakan ini pada Bian karena takut membuat kakaknya itu gusar. Pada akhirnya ia hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, kali ini biar dirinya sendiri yang menyelesaikan masalah ini. Lily pergi meninggalkan Bian untuk menemui Ares di kamarnya.

Lily mengetuk pintu kamar Ares, dan pada ketukan yang ketiga Ares menyuruhnya untuk langsung masuk. Ia melihat daddynya sedang membaca buku di sofa yang ada di kamar ini. Perlahan ia duduk disamping Ares. "Emm.. dad, besok malam ada acara di sekolah. Lil ingin daddy datang," pintanya dengan takut-takut.

Ares melirik sekilas lalu membaca bukunya lagi. "Daddy Lil mohon.. datanglah, anggap saja ini acara untuk perpisahanku dengan daddy. Hanya sebentar dad," Lily menangkupkan tangannya didepan dada. Bagaimanapun caranya daddynya ini harus datang karena jika tidak maka semua yang ia telah siapkan akan sia-sia.

Ares menghela nafasnya, semarah apapun ia tidak tega melihat wajah sedih Lily. "Baiklah aku akan datang, sekarang kau bisa keluar dari kamarku? aku ingin istirahat," jawab Ares. Jawaban itu membuat Lily senang sekaligus sakit hati, matanya menatap nanar, sebegitu benci kah daddy padaku, batinnya. Ia hanya bisa mengangguk dan segera pergi meninggalkan Ares.

-----

Pagi hari Lily sudah berada di sekolah untuk melakukan gladi resik dengan teman-temannya. Ia tadi berangkat dengan Ana menggunakan mobil Opanya. Siang ini Ana dan Lily berencana untuk membeli gaun di butik langganan mama Ana.

"Lil.. nanti kita pilih gaun yang paling bagus buat lo, pokoknya gue bakal bikin lo jadi cewek paling cantik malem ini," ucap Ana.

Lily tersenyum dan memeluk Ana. "Terimakasih untuk semuanya Ana, kau sangat baik padaku. Kuharap kau bisa bahagia dengan Alex," doa itu tulus dari dalam hatinya. Ana mengerutkan kening bingung. Kata-kata Lily seperti ia ingin pergi saja.

"Lo ngomongnya aneh Lil, udah kaya mau pergi aja,"

Lily tergelak. "Haha bodoh.. aku memang akan pindah ke Aussie," jawab Lili. Ana menepuk keningnya, ia baru ingat bahwa Lily memang akan pidah.

Ana menghela nafas, matanya panas mengingat perpisahannya dengan Lily setelah acara malam nanti. "Lo udah gue anggep kaya saudara gue sendiri, gue nggak bisa minta lo tetep stay disini, yang gue bisa lakuin cuma berdoa, semoga hidup lo bahagia."

Lily mengangguk dan memeluk Ana. Ana, sejak pertama bertemu lily sudah menganggapkan sebagai kakak, Ana yang dewasa, baik dan saang padanya. Bagian tersulit setelah meningalkan daddy dan keluarganya adalah meninggalkan para sahabatnya. Seandainya pilihan bisa berpihak padanyamaka tanpa berikir panjang ia akan memilih tetap berkumpul dengan semua yang ia sayangi.

Gladi resik selesai, Lily dan Ana segera pergi ke butik. Beruntung jaraknya lumayan dekat jadi mereka haya memerlukan waktu setengah jam untuk sampai di butik terkenal itu. Ana yang memang sudah sering kemari langsung disambut oleh beberapa pegawai butik itu.

"Aku ingin mencari gan yang cantik untuk sahabatku ini, tolong pilihlan yang terbaik ya.." pinta Ana pada pegawai butik itu. Dengan cekatan mereka mengambil koleksi terbaik disini.

"Nih lo coba Lil," pinta Ana sembari menyerahkan empat gaun indah ketangan Lily.

Lily mencoba satu persatu gaun itu tapi ternyata menurut Ana keempat gaun itu tidak cocok untuk Lily. "Mbak, tolong dicari lagi yaa.. itu tadi warnanya terlalu mencolok, terbuka sama ribet.. saya mau yang warnanya kalem dan simple tapi elegant dan nggak usah terbuka,"

Lily tersenyum, yahh Ana selalu tau apa yang Lily inginkan. Seorang pegaway menghampiri Lily dan memberikan gaun pada Ana. Mata Ana berbinar senang dan langsung menyurih Lily mencoba gaun itu.

Lily menuruti Ana, melihat bayangannya dikaca ia tersenyum, gaun ini sangat cantik. Ia keluar untuk bertanya pada Ana. Senyum puas dari Ana membuat Lily tau, Ana sependapat bahwa ini dress yang paling cocok.

Ana dan Lily sudah mendapatkan dress masing-masing. Saat Lil ingin membayar Ana mencegahnya. "Biar gue yang bayar, anggep ini hadiah sebelum lo pergi,"

Meski tidak enak tapi Lily menyetujuinya. Ana tidak bisa ditolak jika sudah bicara serius. Dress ceklis, sekarang mereka menuju salon langganan Ana. Mereka berdua melakukan perawatan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Make up yang dipilih Ana dan Lily adalah warna natural agar terlihat lebih fress tidak seperti tante-tante arisan.

Pukul tujuh malam semua selesai, yahh sengaja mereka minta make up setelah magrib agar tetap bisamenjalankan kewajiban. Lagipula untuk apa buru-buru, toh acara dimulai pukul delapan.

Alex menelpon Ana, ia mengabari untuk cepat datang karena pengisi acara harus segera berkumpul. Lily mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Beruntung ia sudah lincah membawa mobil.

Setelah tiba di sekolah mereka segera pergi menuju aula. Disana mereka melihat semua sudah berkumpul dan diskusi.

"Waw.. kalian cantik bener.. bidadari dari mana si?" sapa Sean. Lily terkekeh dan memukul pundah Sean.

"Dasar.." ucap Lily.

Aldric diam menatap wajah Lily yang malam ini nampak berkilau cantik. Rasanya mata ini tidak ingin berpaling meski hanya sedetik.

"Oke semua sudah siap, ibu harap kita bisa menampilkan yang terbaik.. semangat untuk acara kita!!"

"YAAA.." serempak semua beteriak.

Di kursi penonton para orang tua murid sudah duduk dengan rapi menunggu acara dimulai. Barisan paling depan Lily melihat daddy, dan keluarga besarnya sudah datang. Ia tersenyum bahagia karena malam ini semua berkumpul.

Acara malam ini dimulai, perwakilan murid tampil bergantian. Saat ini giliran Lily dan Aldric tampil, mereka berdua melangkah ke panggung. Seketika sorak tepuk tangan ramai menyambut pasangan ini. Kecantikan Lily ditambah degan dress dan make upnya membius semua orang.

Mereka berdua mulai bernyanyi, menghayati lagu dan mengajak seua ikut hanyut. Selama bernyanyi mata Aldric tidak lepas dari Lily dan Ara menyadari itu.

Puncak acara akhirnya tiba, kepala sekolah naik ke atas panggung. "Assalamualaikum wr wb, selamat malam semua, bapak dan ibu orang tua murid yang saya hormati, saya berdiri disini untuk menyampaikan suatu kebanggaan besar pada murid-murid sekolah ini karena tahun ini presentase kelulusan adalah 100% sama seperti tahun-tahun lalu.."

Pidato berlanjut hingga pengumuman para juara, "Untuk juara umum ketiga, Nadia Putri Amanta, juara kedua, Orlando Arsenio Aldric, dan juara pertama Lili Annisa Pradipta dipersilahkan naik keatas panggung," tepuk tangan kembali menggema disetiap sudut ruangan.

Lily dan Aldric kembali naik keatas panggung. Mereka bertiga mendapat mendali serta penghargaan dari sekolah. Di bawah keluarga Lily menahan haru, mereka tau betul perjuangan Lily dalam belajar.

Pembawa acara membacakan susunan acara selanjunya. "Nah sekarang kita nikmati persembahan dari juara pertama kita.. Lily Annisa Pradipta.. silahkan naik ke panggung," ucap pembawa acara itu.

Lily menghela nafas, inilah waktunya. Ia berjalan keatas panggung, dari sini ia bisa melihat dengan jelas wajah-wajah orang yang ia sayangi. Lily mengambil gitar dan duduk di kursi yang sudah disediakan. Senyumnya mengembang sempurna menyapa semua orang.

"Lagu ini saya persembahkan untuk orang yang paling spesial bagi hidup saya, daddy.. orang mungkin mengenal saya dengan segala yang saya miliki, harta, keluarga, kecantikan, bukan menyombongkan diri tapi itulah yang selalu orang-orang identikan dengan saya. Tapi semua tau, tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan kehidupan saya. Kehidupan saya tidak sesempurna yang orang lain lihat, selama ini saya hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah dan untuk itu, di kesempatan ini saya ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya untuk daddy.. daddy maaf.. maaf selama ini Lily menjadi sumber kesedihan daddy..maaf jika kehadiran Lil membuat semua orang susah," Lily menghapus air matanya yang mengalir dan berusaha tersenyum. "Maaf saya terlalu banyak bicara, baiklah.. daddy ini untuk dad, ini adalah ungkapan cinta Lil untu daddy. I love you daddy," ucap Lily yang mulai memetik gitarnya.

Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala
Mimpi-mimpi serta harapanmu

Kau inginku menjadi
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan
Dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak

Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah
Betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan
Ku mampu penuhi semua maumu

Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala
Sesuatu yang pernah terlewati

Yang Terbaik Bagimu (Ada Band)

Lily mengulang pada bagian reff kembali, air matanya terus mengalir. Semua orang yang mendengarkannyapun tau, ini adalah ungkapan hati. Ini adalah perasaan cintanya pada daddy. Selama menyanyi ia menatap daddynya yang sedang melihat kearahnya tanpa ekspresi.

Di belakang Lily telah ada layar yang menampilkan foto Lily dan Ares saat Lily masih kecil. Ini bukan ide Lily, ini murni ide Alex dan teman-temannya, jadi Lily sama sekali tidak mengetahui bahwa sejak awal ia bernyanyi di belakangnya sudah terpampang berbagai foto dirinya dengan daddynya.

Lagu itu telah selesai, penonton yang hanyut dalam kesedihan langsung bertepuk tangan meriah. Dengan jemari lentiknya Lily mengusap air mata. Ia berbalik dan terpaku. Di sana, di layar besar tepat di hadapannya. Ada serorang bayi perempuan yang lucu sedang tertawa bahagia dengan Ares. Bayi itu adalah dirinya.

Lily segera berlari menuruni panggung dan menghampiri Ares. "Daddy, ini suprise perpisahan dari Lil, besok Lil akan pergi ke Aussie, daddy harus menjaga diri."

Ares tetap diam tidak menjawab sepatah katapun. Di kepalanya muncul beberapa memori kebersamaan dirinya dengan Lily, ia mulai mengingatnya meskipun sedikit. Melihat Ares tetap diam, Lily pikir semua sudah sia-sia, daddynya tak akn pernah memaafkannya. Ia menunduk dan pamit ke toilet.

Bian menatap nanar adik kesayangannya itu. Ia sudah tau apa yang terjadi, adiknya terlalu baik sehingga tidak ingin membuat dirinya sedih. Entah kenapa perasaanya sejak pagi sudah tidak enak. Dalam hati ia terus berdoa semoga tidak terjadi apa-apa.

Nadin mengusap air matanya. Cucunya sudah menanggung beban besar selama ini. Malika pergi karena takdir, bukan salah Lily. Apakah ada anak yang menginginkan ibunya mati.

"Mommy tau kau tidak ingat Lily, tapi hatimu tidak mati kan? kau bisa lihat kasih sayangnya padamu kan? apakah anak sebaik itu bisa menyebabkan kematian ibunya sendiri?" tanya Nadin pada Ares yang masih terdiam.

Lily berjalan sendiri menelusuri koridor sekolah yang tampak remang. Ia tidak tau harus bagaimana lagi untuk membuat daddy mau memaafkan dirinya. Ketika akan berbelok ke toilet ia melihat segerombolan siswa laki-laki yang sedang asik menikmati sesuatu.

Lily penasaran dan mencoba mendekat secara diam-diam, matanya menyipit untuk memfokuskan pandangan dan alangkah kagetnya, ia melihat segerombolan anak laki-laki itu sedang berpesta narkoba, ada yang sibuk menyuntik dirinya sendiri dan ada yang sibuk menghisap entah apa itu. Tanpa sadar Lily menahan nafasnya. Ia mundur perlahan agar tidak ada yang menyadari kehadirannya.

Dukkk.. Lily menabrak tong sampah karena berjalan mundur, ia merutuki kebodohannya. Segerombolan murid itu serempak menoleh. Mereka tampak kaget melihat Lily, salah satu orang itu mendekat pada Lily.

Senyum miring itu membuat Lily merinding. "Ehh guys.. ada princess nyasar nih, mau apa cantik?" tanya orang itu sembari memegang dagu Lily.

Segera Lily tepis tangan itu. "Jangan kurang ajar, akan kulaporkan perbuatan kalian pada kepala sekolah," ancam Lily. Baru akan berbalik tangannya dicekal olah laki-laki itu.

Wajahnya tampak pucat ketakutan "Jangan berani buka mulut atau lo bakal tau akibatnya!!!" seru orang itu.

Lily memberika senyum sinisnya "Kau pikir aku takut?" tantang Lily. Ia berusaha terlihat berani di depan mereka meski sekarang keringat dingin mulai keluar. Orang itu tertawa melihat keberanian Lily, ia menganggukan kepala takjub.

"Oke.. lo berani kan?" tanya orang itu. Ia lalu mengeluarkan benda dari saku celananya. Lily melebarkan mata, benda itu terlihat berkilau dan tajam. Orang itu tersenyum mengejek lalu memainkan pisau itu didepan wajah Lily.

"Ka-kau tidak akan berani melakukan itu!"

"Haha kata siapa? lo udah liat kita pesta narkoba dan itu bahaya buat masa depan kita, jadi elo harus mati. Dada sayang.. selamat jalan miss perfect.. MATI LO!!!" seru laki-laki itu sembari menusukkan pisau itu pada perut Lily. Darah segar seketika mengalir deras. Lily menggigit bibirnya dan memejamkan mata menahan sakit, ia harus bertahan meski sebentar. Yahh setidaknya untuk berpamitan pada daddynya.

********

Aku update cepetttt.. hehe ini untuk ngebayar yg minggu kemari aku update lama banget...

Kira-kira Lili gimana??? bisa bertahan? atau malah pergi nyusul Mommy nya ???

Jawaban ada di part selanjutnya wkwk.. So... tunggu aja ;)

See you guys :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top