Part 24
Holaaa readers.. hehe maaf yaa baru bisa update.. karena asli aku lagi sibuk sampai akhir Januari nanti.
Kita tengok mulmed... ada Lili yang lagi santai di pantai dan diphoto sama Rion wkwk
Langsung aja deh, happy reading and don't forget... give your vomment ;)
******
Lili POV
Aku meninggalkan pemakaman itu dengan perasaan yang tidak karuan. Kudongakkan kepalaku, semoga ini keputusan yang tepat, batinku. Orang-orang suruhan opa telah menungguku didepan mobil.
"Aku ingin pergi kerumah ayahku, kalian bisa pergi dari sini! biar aku mengendarai mobil sendiri, nanti jika aku membutuhkan kalian, aku akan menghubungi kalian kembali," ucapku.
Salah satu dari orang itu menunduk hormat "Maafkan kami nona, kami tidak bisa meninggalkan nona sendiri, ini amanat dari tuan besar."
Aku berdecak kesal "Aku akan bicara pada opa, kalian tenang saja, aku akan bertanggung jawab. Sekarang kalian pergi dari sini!!" seruku. Aku tidak suka diperlakukan seperti ini. Ku ulurkan tanganku "Mana kunci mobilnya?" pintaku. Ia langsung memberika kunci mobil dengan ragu.
Aku masuk kedalam mobil, dan langsung mengendarai mobil menuju rumah ayah. Ohh betapa rindunya aku akan kota ini, kota yang penuh dengan kenangan masa kecilku dan Alex. Alex, aku teringat kejadian tadi, jika aku bisa memilih, aku ingin Alex ikut denganku untuk tinggal disini, tapi bukanka itu egois? sekarang ia memiliki Ana. Lagi pula aku sudah terlalu banyak membuat dirinya susah. Mungkin untuk kali ini aku harus belajar menghadapi masalahku sendiri.
Akhirnya aku sampai dirumah ayah, kubunyikan klakson mobil agar penjaga rumah ini membukakan pintu. Penjaga rumah itu menghampiriku. Kuturunkan jendala mobil ini.
"Exuseme, can i help you miss?" tanya seseorang yang tidak kukenal.
"Yes, i want to meet Mr. Kevin please." jawabku dengan sopan. Kulihat ada seorang lelaki yang keluar dari pagar.
"Ada siapa Ris?" tanya orang itu. Kusipitkan mataku karena sepertinya aku mengenal ia. Ohh itu pak Hamid, penjaga rumah ayah sejak dulu. Ia begitu baik padaku, bahkan ia sudah menganggap aku sebagai anaknya.
"Ada yang ingin bertemu tuan Kevin pak," jawabnya. Pak Hamid lalu menoleh kearahku dan mengerutkan keningnya, yahh wajar saja ia tak mengenaliku karena aku memakai kaca mata hitam. Kulepas kacamata yang kupakai.
"Ya Allah, non Lili? Ini non Lili kan?" tanya bapak itu dengan antusias.
Aku mengangguk dan tersenyum padanya "Iya saya Lili," jawabku. Aku membuka pintu mobil dan langsung menyalaminya "Apa kabar pak?," tanyaku.
Bapak Hamid tersenyum lembut padaku "Baik non, non sendiri apa kabar? sekarang non makin cantik saja, saya jadi ingat dengan bu Malika." pak Hamid beralih pada laki-laki yang bertanya padaku tadi "Riski, ini non Lili, kamu lupa? dulu kamu pernah main dengan dia," laki-laki muda yang ternyata adalah anak pak Hamid itu mengerutkan keningnya sekilas kemudian menepuk keningnya. Ia langsung berlari kearah gerbang dan membukanya. Kunci mobil kuberikan pada Riski, dan aku berjalan masuk dengan pak Hamid.
Pak Hamid pamit untuk memanggil ayah dan bunda, akupun duduk diruang tamu yang luas ini. Kutelusuri ruangan ini, tidak ada yang berubah, hanya ada beberapa benda tambahan disini.
"Lili.." sapa bunda dan ayah secara bersamaan. Untunglah ayah sudah pulang dari kantornya. Aku tersenyum pada mereka dan bunda langsung berlari serta memelukku. "Sayang, kamu mendadak sekali datangnya, kalau tau kamu akan datang bunda akan masak semua makanan favorit kamu," ucap bunda.
Aku terkekeh geli "Bunda.. semua masakan bunda adalah favorit Lili," aku beralih pada ayah dan langsung memeluknya "Hay yah," ayah langsung melepaskan pelukanku. Aku memandangnya dengan tatapan bertanya.
"Ada masalah apa sugar? apa ini berhubungan dengan daddy mu?" tanya ayah. Seperti biasa, ayah dan papa selalu tau jika aku sedang ada masalah.
Aku mencoba untuk tersenyum "Ak-aku tidak apa-apa yah, aku hanya ingin berkunjung," jawabku bohong. Ayah tidak menjawab, ia justru beralih pada bunda.
"Misca, tolong tinggalkan kami, aku ingin bicara pada anak kita ini," ucap ayah pada bunda. Bunda tersenyum dan menganggukkan kepalanya, sebelum melangkah pergi bunda mengelus rambutku dan mencium keningku.
Ayah mengajakku berjalan keruang keluarga, aku tau ia pasti akan bertanya tentang masalah yang sedang terjadi. Sebenarnya aku tidak masalah untuk bercerita pada ayah tapi aku hanya takut ayah akan semakin marah pada nenek. Aku memang marah pada nenek, tapi aku tidak membencinya, lebih tepatnya tidak bisa membencinya. Biar bagaimanapun beliau adalah wanita yang melahirkan daddy.
"Ada apa?" tanya ayah to the point setelah kami duduk di sofa. Aku menundukkan kepala dan mulai bercerita. Setelah ceritaku berakhir, aku mendongakkan kepala. Ayah terlihat mengepalkan tangannya, ia pasti sangat emosi dengan sikap nenek dan aunty Fandra.
"Kurang ajar!!! besok kita terbang ke Indonesia! aku akan memberi pelajaran untuk kedua orang itu." seru ayah. Aku berusaha menenangkannya. Kujelaskan bahwa membalas semuanya itu tidak penting. Aku juga memberitau niatanku untuk menetap disini.
Ayah mengelus rambutku "Percayalah sayang, ayah sama sekali tidak keberatan kau tinggal disini, tapi apakah kau yakin? maksudku, apa kau bisa meninggalkan daddy mu?"
Mendengar pertanyaan ayah, air mataku menetes "Kau tau yah, aku tidak akan bisa meninggalkan daddy, tapi aku juga tidak bisa melihat tatapan benci daddy," kuusap air mataku yang terus mengalir. Ayah menghela nafas, ia memelukku dan tangisanku pecah dipelukannya. "Apakah keberadaanku membuat daddy susah yah? apakah perjuanganku selama ini harus berakhir begini?" tanyaku dengan getir.
"Tidak sayang, aku tidak akan membiarkan semua berakhir begini, kau tau sugar? perasaan seorang ayah pada anaknya itu begitu besar. Percayalah, didalam hati daddymu, ia sangat menyayangimu meskipun ia lupa padamu," ucap ayah. Dengan perlahan ayah melepaskn pelukannya "Setidaknya tinggalah di indonesia sampai kau lulus, setelah itu kau bebas memilih untuk tinggal dimana,"
Aku menganggukkan kepalaku, benar, setidaknya aku harus menyelesaikan SMA ku. Kupikir tidak masalah, hanya tinggal satu bulan lagi. Ayah mengajakku makan malam bersama, sikembar ternyata sedang ada acara disekolah, jadi selama seminggu mereka tidak pulang. Aku iri pada sikembar, mereka mempunyai orang tua yang lengkap dan sangat menayyangi mereka.
-----
Keesokan harinya aku kembali ke Indonesia dengan ayah. Bunda tidak bisa ikut karena sudah memiliki janji dengan orang lain hari ini. Kukabari orang suruhan opa bahwa aku akan pulang ke Indonesia hari ini. Aku memang kesal pada mereka, tapi kupikir itu tidak adil, mereka hanya bekerja untuk mencari nafkah.
Kami mengambil jadwal keberangkatan pagi. Sebenarnya aku tidak yakin untuk kembali, tapi aku ntidak memiliki pilihan lain.
Sesampainya di Indonesia kami langsung meuju kerumahku. Selama perjalanan ayah selalu berusaha meyakinkan aku bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Ketika kami sampai, rumah tampak sepi, mungkin kak Bian sudah berangkat kekantor dan daddy pergi kerumah oma.
"Ayah.. sepertinya daddy tidak ada, apa kita kerumah oma saja?" tawarku pada ayah. Ia menggelengkan kepalanya dan turun dari mobil.
Tangannya terulur padaku "Turunlah sugar, kita harus mengeceknya dulu!" akupun turun dengan ragu. Ayah bertanya pada pak Maman apakah daddy sedang dirumah dan ternyata dad memang ada.
Ayah mengetuk pintu rumah, kugigit jariku gugup. Pintu rumahpun dibuka, dan kebetulannya adalah daddy yang membuka pintu itu. Dad tampak senang melihat ayah, mereka berpelukan hingga akhirnya dad sadar bahwa aku ada disini. Wajah dad seketika datar, aku tersenyum miris padanya. Sudah kubilang ini bukan ide yang bagus.
Aku mengulurkan tangan untuk menyalami daddy tetapi dad mengabaikannya, kutarik kembali tanganku dan mencoba menyapanya "Ha-hay daddy," dad hanya melirikku sekilas lalu kembali pada ayah.
"Kev, masuklah, aku akan membuatkanmu minum." Ucap daddy pada ayah.
Ayah menggelengkan kepala "Tidak kak, aku tidak ingin minum, aku ingin bicara, ayo kak kita masuk kedalam." Kami bertiga masuk dan duduk diruang tamu.
Ayah menghela nafas "Kak, tolong jangan bersikap begitu pada anakmu!! kau past tau yang mana yang benar, Lili tidak bersalah,"
"Tapi dia sendiri yang sudah mengakuinya, kau jangan ikut campur, kau dan yang lain itu sama!! Kenapa kalian menyembunyikan fakta besar ini? Apa aku tidak berhak tau?" tanya daddy dengan emosi.
"Karena kami pikir ini bukan waktu yang tepat kak, lagi pula semua yang dijelaskan Fandra dan aunty Sandra itu pasti salah, kakak.. kau tau sifat aunty Sandra sejak dulu kan? cobalah berpikir, jangan berlaku begitu pada Lili, itu tidak adil baginya,"
"KAU PIKIR INI ADIL UNTUKKU!!! AKU SUAMI MALIKA, TAPI AKU SAMA SEKALI TIDAK TAU PENYEBAB IA MENINGGAL!!" teriak daddy. Perdebatan itu berlanjut hingga ayah menggelengkan kepala menyerah.
"Baiklah jika itu mau kakak, tetaplah bersikaplah begitu pada Lili, tapi ingat kak.. jangan menyesal jika Lili pergi darimu," ucap ayah dengan tajam. Ia beralih padaku "Kau tinggalah disini hingga kelulusanmu, setelah itu aku akan menjemputmu dan kita akan tinggal di Aussie." Aku mengganggukan kepala menurutinya.
Ayah pamit pulang dan aku langsung naik kekamarku. Sebisa mungkin aku akan menhindari daddy, maaf dad, ini bukan keinginanku tapi kupikir dengan menjauh darimu kau akan melupakan sakit hatimu padaku, batinku.
-----
Pagi ini aku memutuskan langsung berangkat tanpa sarapan, aku tau pasti dad sedang di meja makan sekarang. Aku memutuskan untuk mengendarai mobil sendiri. Semalam aku menelpon kak Bian, ternyata selama sebulan ini ia ditugaskan keluar negri untuk urusan kantor cabang. Oh sepertinya selama sebulan kedepan aku harus membuat diriku seolah-olah tidak ada di rumah ini untuk ketenangan daddy.
Sesampainya disekolah aku langsung berjalan kearah kelas. Kulihat Alex dan Ana sedang berdiri di depan pintuu kelas. Kusapa mereka berdua seperti biasa.
"Lili.. kau pulang? syukurlah," ucap Alex. Aku tersenyum dan mengangguk, kujelaskan pertemuanku dengan ayah kemarin. Alex membenarkan semua ucapan ayah, ia mengajak aku dan Ana masuk kedalam kelas.
Hari-hari sulit ini kulewati, tidak terasa dua hari lagi ujian nasional akan diselenggarakan. Selama seminggi ini aku menikmati minggu tenang dengan buku-buku yang menumpuk. Sekarang sudah tengah malam, perutku terasa perih, memang sebulan ini aku memilih untuk makan lebih malam agar tidak bertemu dengan daddy. Aku berjalan menuruni tangga menuju dapur. Kubuka lemari es untuk mengambil susu dan buah, aku sedang malas makan nasi. Ketika sedang asik memakan buah apel, bi Novi datang.
"Non lapar? biar bibi masakin nasi goreng yaa.. non harus jaga kesehatan, liat wajah non yang makin pucat, badan non juga kurusan loh.." ucap bi Novi.
Aku tersenyum padanya "Tidak usah bi, aku tidak apa-apa. Buah juga sudah cukup untuk mengganjal perut, bibi lanjutkan tidur saja, maaf kalau Lili berisik," aku menenteng dua apel dan segelas susu untuk dibawa kekamarku.
Ketika aku melewati kamar daddy, tiba-tiba aku berniat melihatnya, kuletakkan bawaanku dimeja lalu kubuka pintu kamar daddy. Aku melihat daddy sedang tertidur pulas, bisa ku lihat wajah tenangnya. Aku berjongkok, kuelus perlahan rambutnya "Daddy, sebentar lagi.. Lili janji, sebentar lagi Lili akan pergi dan tidak akan mengganggu daddy lagi," bisikku. Kuhapus butiran air yang mengalir dari mataku. "Jaga diri daddy baik-baik. Dad harus berjanji untuk hidup bahagia. Hidup daddy harus lebih bahagia dari pada Lil," aku berdiri dan melangkah keluar. Kututup pintu kamar dadddy, lalu bersandar disana. Kudongakkan kepalaku, bantu aku agar aku iklas meninggalkan daddy disini, batinku.
Hari ujianpun tiba, untunglah aku sudah mempersiapkan semua. Soal-soal yang keluarpun bisa kukerjakan dengan baik, yahh semoga saja hasilnya memuaskan. Selama menunggu hasil ujian mungkin aku akan mengurus kepindahnku ke Aussie dengan opa. Ohh bicara tentang opa aku jadi merindukan opa dan oma, selama sebulan ini aku belum bertemu dengan mereka. Yang kutau daddy sedang marah dengan semua orang, haha kedua orang licik itu berhasil menghancurkan keluargaku.
----
Pengumuman hasil kelulusan keluar, dan yang mengejutkan adalah aku berhasil meraih peringkat pertama dengan nim yang tinggi. Aku sangat bersyukur atas semuanya, ini adalah hasil belajarku selama ini.
Anak-anak berencana akan berlibur kepantai, mereka mengajakku, awalnya aku ragu tapi kupikir mungkin ini kesempatan terakhirku bermain dengan mereka jadi aku menerima ajakan mereka. Ana dan lain tampak senang aku ikut dengan mereka, kecuali Ara. Entah kenapa ia memandang kesal kearahku.
Ketika kami sedang berkumpul dikantin, aku dipanggil oleh guru. Kukira aku membuat kesalahan lagi tapi ternyata aku hanya diberitahu untuk mengisi acara di malam pesta kelulusan karena aku juara pertama. Acaranya akan berlangsung seminggu lagi. Selama perjalanan kekantin aku berpikir, lagu apa yang akan kunyanyikan. Sebuah ide muncul diotakku. Haha kupikir itu lagu yang sangat cocok.
Keesok harinya kami berangkat kepantai, aku ikut di mobil Alex. Sepanjang perjalanan aku dan Ana membicarakan tentang rencana kegiatan selama berlibur nanti. Kami akan menginap selama tiga hari dan kami ingin waktu itu kami habiskan dengan berlibur sepuasnya sebelum fokus pada test perguruan tinggi.
Setelah sampai dihotel dekat pantai kami memesan dua kamar untuk anak perempuan dan tiga kamar untuk anak laki-laki. Aku sekamar dengan Ana, sedangkan Monica sekamar dengan Ara. Kulemparkan diriku diatas tempat tidur, huh rasanya nyaman, dengan kamar yang pemandangan diluarnya adalah pantai berwarna biru cerah.
"Heh.. malah tiduran. Ayo ganti baju, abis ini kita langsung main kepantai," ucap Ana. Aku bangun dengan malas, sebenarnya aku sangat malas keluar tapi kalau hanya dikamar rasanya sayang sekali.
Aku dan Ana keluar kamar dan berpapasan dengan Al dan Alex, mereka memang teman sekamar. Aku teringat recanaku kemarin "Emm Al aku ingin bicara sebentar, boleh?" tanyaku. Ia mengerutkan keningnya lalu mengangguk ragu. Ana dan Alex seperti mengerti, mereka pamit padaku dan Al.
Aku mengajak Al bicara sembari berjalan menuju pantai "Al.. kau ingat kata-kata bu Fian tentang kita akan tampil di malam kelulusan?"
"Oh.. iya gue inget, kenapa?" tanya Al. Aku menjelaskan semua yang disampaikan oleh bu Fian kemarin. Ia menganggukkan kepala mengerti "Okey, kita bisa latihan disini. Gue bawa gitar kok, nanti malem kita latihan,"
Aku tersenyum padanya "Satu lagi Al, aku ingin minta tolong. Aku ingin menyanyikan lagu.." kusampaikan niatanku kemarin. "Bagaimana? Bisakah kau menolongku?" tanyaku hati-hati.
Ia tertawa "Haha, iya gue ajarin kuncinya, nggak usah sungkan. Kita ini sahabat, yang namanya sahabat itu harus bisa saling bantu." Jelasnya. Tidak terasa kami sudah berjalan jauh. Sekarang kami sedang berada dibibir pantai dengan pasir yang berwarna putih, sungguh perpaduan warna yang apik.
Kupandangi hamparan warna biru didepanku ini, semilir angin menampar wajahku halus. Aku menoleh pada Al, ia sedang memandangku "Al.. kenapa kau melihatku begitu?" tanyaku.
"Cantik.." gumamnya. Aku tersenyum geli padanya. Kutepuk bahunya pura-pura kesal.
"Jangan gombal begitu, kau akan kena marah Ara nanti," ledekku. Ia menghela nafas dan menarik tanganku hingga aku menghadapnya. "A-ada apa Al?"
Ia tetap diam sembari menatap mataku "Gue sayang elo, banget!!" ucapnya. Aku terbelakak kaget, baru saja ingin bicara, Al sudah memotongnya "Stop.. diem sebentar aja, izinin gue ngungkapin perasaan gue. Tenang.. gue cuma mau ngungkapin doang," ia merapikan rambutku yang terkena angin "Biar lima menit aja, buat kita berdua. Nggak ada Ara atau siapapun, cuma ada gue dan elo. Gue janji setelah ini kita akan jadi sahabat biasa," aku tersenyum dan ia langsung memelukku. Kubiarkan waktu singkat ini menjadi milik kami.
Kulepaskan pelukannya "Sudah lima menit," ucapku sembari tersenyum. Ia membalasnya dengan senyuman lalu mengacak rambutku. "Al.. apa aku boleh bertanya satu hal?" tanyaku. Ini pertanyaan masih menggantung. Sekarang aku sudah mengetahu situasinya. Al berusaha menyampaikan bahwa ia menyayangiku tetapi tidak bisa meninggalkan Ara.
Al menganggukkan kepalanya "Tanya aja. Gue akan jawab kalau gue mampu," jawabnya.
"Jika ini disituasi normal apa yang kau lakukan? Apa kita bisa bersama?" tidak ada salahnya kan berandai-andai.
Ia tertawa miris "Jika ini keadaan normal? Haha jika ini keadaan normal maka gue nggak akan ngelepas elo, gue akan perjuangin lo semampu gue, gue akan berusaha buat bikin elo ketawa terus, huhh sayangnya itu cuma seandainya."
Aku menganggukkan kepala mengerti "Cukup, aku hanya ingin tau jawabanmu,"
Al menggenggam tanganku "Nanti kalau semua udah normal, gue akan perjuangin elo, gue janji."
Kutarik tanganku "Semoga saja masih ada nanti," ucapku sebelum melangkah meninggalkannya. Aku berjalan menuju kapal kecil yang sudah dinaiki oleh anak-anak. Ana mengajakku menaiki kapal itu. Ia tidak bertanya apapun, syukurlah aku memiliki sahabat yang sangat mengerti ku. Ara sama sekali tidak tampak, kutanya pada Monica tapi ia bilang tidak tau.
Rion berjalan kearahku "Mau gue photo? Nih gue bawa kamera," tawarnya. Aku tertawa dan menyetujuinya. Sampai sore aku Rion menjadikanku modelnya. Ia mengajakku berkeliling pantai ini. Hingga kami berdua berpapasan dengan Ara. Ia tersenyum pada kami. Ara meminta aku untuk mengantarkannya ke toilet. Kusipitkan mata curiga, tapi aku tetap menemaninya. Ara berjalan kesebuah darmaga, aku tau niatannya adalah untuk bicara denganku.
Ia duduk dipinggir darmaga itu dan akupun mengikutinya "Kau ingin bicara apa?" tanyaku to the point. Ara menoleh padaku, wajahnya tampak datar, bukan seperti Ara yang sering bersikap hangat.
"Tolong jauhin Aldric, kamu taukan Lili, aku lebih membutuhkan Al dibanding kamu. Kamu masih punya keluarga, sedangkan aku? aku besar di panti asuhan, jadi yang aku punya cuma Al." ucap Ara.
Haha benar saja, kutepuk bahunya "Tenang saja, Al milikmu Ara," ucapku. Aku berdiri dan berjalan meninggalkannya. Tujuanku kemari adalah berlibur dan aku sama sekali tidak ingin merusaknya.
******
Taraaaa... hehe ini menuju part-part ending yaa.. so.. don't go anywhere ;)
wkwk gaya banget yaa author
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top