Part 23

Yeyyy bisa update lagi :)

Desember ini aku bakal disibukin sama uprak dan UAS mungkin aku bakal jarang update selama sebulan lah :') Tetep tunggu cerita Lili yaa

Happy reading dan jangan lupa vomment ;)

********

Author POV

"Mama, Fandra," sapa Ares.

Sandra dan Fandra tersenyum lembut. Sebuah senyum yang dibaliknya menyimpan belati tajam untuk menerkam lawan-lawannya. Mereka berkunjung kemari karena sudah mengetahui bahwa Ares sudah sembuh dan tidak mengingat penyebab kematian Malika.

Sandra memeluk Ares "Mama kangen sayang, maaf yaa baru bisa datang." mendengar penuturan Sandra, Ares hanya tersenyum dan mengangguk.

Ares mengajak mereka masuk kedalam rumah dan mempersilahkannya duduk "Silahkan duduk, aku akan menyiapkan minum dulu," pamit Ares. Ia bingung harus bersikap apa karena rasanya mereka sudah tidak bertemu sangat lama.

Ares kembali keruang tamu dengan nampan ditangannya "Silahkan diminum," ucap Ares. Suasana disekitar mereka terlihat canggung.

Sandra berdeham untuk memecah kesunyian "Ares, mana cucu-cucu mama?" tanya Sandra.

"Bian sedang dikantor ma, Lili belum pulang sekolah. Mungkin sebentar lagi Lili pulang," jelas Ares.

"Ohh anak-anakmu itu pasti masih menggemaskan. Apalagi Lili, ia pasti sekarang tumbuh menjadi anak yang cantik. Hemm Ares.. pasti Lili sangat menyayangimu." ucap Fandra dengan antusias.

Ares tertawa "Yahh Lili memang sangat menyayangiku, sikapnya sangat baik padaku."

Fandra menghela nafas "Anak itu pasti merasa bersalah sekali," tuturnya dengan sedih.

"Merasa bersalah? apa maksudmu Fandra?"

"Loh.. jadi kamu belum mengetahui penyebab Malika meninggal?" tanya Fandra. Ares menggelengkan kepala. Selama ini belum ada yang bercerita penyebab Malika pergi. Ia ingin bertanya tapi sepertinya Lili dan Bian menutupinya, selama ini aku berfikir mereka hanya tidak ingin membuatku tertekan.

"Astaga, kenapa harus menyembunyikan fakta bahwa Lili lah penyebab meninggalnya Malika?" ibarat petir, ucapan Fandra langsung menyambar hati Ares. Tubuhnya seperti lemah bahkan untuk bergerak sedikit saja rasanya sulit.

"Apa maksudmu?" suara Ares terdengar bergetar menahan emosi. Ia tidak menyangka Fandra akan bicara begitu. Bukankah yang terakhir ia ingat Fandra sudah berubah.

Fandra tersenyum lembut pada Ares "Lili adalah penyebab meninggalnya Malika Ares. Apa ucapanku kurang jelas? ia terus bersikap baik pasti karena ingin menebus kesalahannya," tambah Fandra untuk menambah panas hati Ares.

"BOHONG, kau pasti bohong. Jika memang itu benar Lili tidak mungkin menutupinya dariku."

"Ares, aku tidak bohong" jawab Fandra. Ia berjalan mendekati Ares "Aku masih mencintaimu Ares itulah alasan aku memberitau ini semua. Aku ingin kamu tau semua agar tidak merasa dibodohi dan dibohongi,"

Ares menatap tajam mata Fandra "Kau ternyata belum berubah, pergi dari sini sekarang atau aku akan menyeretmu," suara dingin Ares membuat Fandra ketakutan dan menoleh pada Sandra yang sedari tadi hanya diam.

"Ares jangan kasar begitu, semua yang diucapkan Fandra benar. Lili itu penyebab penderitaanmu selama ini. Hah liatlah mommy dan daddymu tega sekali menutupi ini semua darimu. Bahkan Bian anakmu juga ikut bersekongkol," tambah Sandra dengan senyum liciknya.

Kepala Ares mendadak sakit tetapi ia menahannya "Tolong kalian pergi dari sini, aku ingin istirahat" pinta Ares.

Sandra melebarkan matanya "Kamu berani mengusir mama? aku ini mamamu!" seru Sandra.

"Tolong ma, Ares hanya ingin istirahat. Nanti jika sudah baik Ares akan berkunjung kerumah mama." pinta Ares dengan lemas. Fakta bahwa Lili anak yang begitu menyayanginya adalah penyebab dari kematian orang yang sangat ia cintai mengacaukan pikirannya. Ia harus mencaritau tentang ini secara langsung.

-------

Lili berjalan kembali keruang rawat Ara. Senyumnya terus mengembang sejak pertemuannya dengan Darren. Melihat sifat manja Darren pada ibunya membuat ia teringat cerita omanya tentang sifat manja Ares.

"Woy lo ngapain senyum-senyum begitu? abis menang lotre ya," tanya Ana yang melihat Lili datang dengan senyum mengembang. Setelah mendengar ucapan Ana, Al reflek menoleh kearah Lili.

"Sembarangan, memangnya senyum itu tidak boleh? aku hanya ingin tersenyum tuh"

Mata Ana menyipit curiga "Bohong banget... ngaku aja deh. Hemmm gue tau nih, lo pasti abis ketemu sama dokter ganteng ya?"tebak Ana.

Lili menggelengkan kepalanya masih dengan senyuman "Kurasa Darren bukan seorang dokter."

"Darren, siapa itu?" ucap Alex yang akhirnya angkat bicara.

Lili tersenyum dan berjalan kearah Alex "Aku tadi bertemu seseorang bernama Darren, kau tau Alex saat melihat Darren bicara dengan ibunya aku teringat cerita oma tentang sifat manja daddy. Karena itu aku tersenyum terus,"

"Ciyee, si Darren itu ganteng gak?" tanya Ana.

Lili menganggukan kepala "Yah ia tampan, dan matanya berwarna biru. Ohh aku sampai terpaku melihat matanya yang indah itu," puji Lili.

Al yang mendengar semua hanya bisa diam menahan sakit. Semudah itu Lili berpaling darinya, ia berdiri dan pamit untuk membeli minum. Rion yang mengerti perasaan Al mengikuti Al pergi. Al berjalan menuju taman rumah sakit ini.

"Disini gak ada yang jualan minum" ucap Rion sembali berjalan menghampiri Al.

Al reflek menoleh kebelakang "Lo ngikutin gue?" tanya Al dengan sengit.

"Haha kita udah bersahabat sejak kecil brother, gue tau tadi lo cemburu sama Lil," Rion menghela nafas "Stop nyiksa diri sendiri. Kalo yang lo sayang itu si Lili yaa jangan pura-pura sayang sama Ara."

Al menjambak rambut prustasi "Kasih tau gue apa yang harus gue lakuin Ri, Ara butuh gue dan gue gak bisa pura-pura buta dan tuli akan keadaan Ara sekarang." semuanya serba sulit. Ia tidak bisa bersikap egois demi kebahagiannya sendiri. Ara membutuhkannya itu yang ia pikirkan.

"Lo bisa mikirin Ara, tapi kenapa lo gak bisa mikirin sakitnya jadi Lili!! lo pikir disini yang sakit cuma Ara? lo salah Al, Lili juga ngerasa sakit." Rion menepuk bahu Aldric "Semua keputusan ada ditangan lo, jangan nyampe lo nyesel pas Lili bener-bener pergi dari lo," setelah mengucapkan itu Rion melangkah pergi untuk kembali keruang inap Ara.

Al termenung memikirkan ucapan Rion. Jika Lili pergi entah apa jadinya, ia meninju udara, kesal "Kenapa semua jadi rumit begini," keluh Aldric.

----

Lili pulang bersama dengan Alex dan Ana. Ia tidak bisa berlama-lama dirumah sakit karena daddynya sedang menunggunya dirumah. Ia turun dari mobil Alex dengan semangat

"Alex terimakasih yaa," ucap Lili dengan senyuman "daa Alex daa Ana sampai jumpa besok," setelah mengucapkan itu ia langsung berlari kedalam rumah.

Ares membuka pintu rumah untuk Lili. Ia menyambut Lili dengan senyuman "Masuklah ganti bajumu setelah itu kita makan," ucap Ares. Lili tersenyum dan menganggukkan kepala.

Ares menyiapkan makanan untuk dirinya dan Lili. Ia tadi memasak lumayan banyak karena sebentar lagi Bian juga akan pulang.

Lili menuruni tangga dan bergegas keruang makan "Wow daddy, ini semua masakan dad?" tanya Lili dengan mata berbinar.

"Haha tentu, ini untukmu dan kakakmu. Sebentar lagi pasti dia pulang,"

"Wahh kalau begitu lebih baik kita cepat makan dad, kak Bian itu kalau makan rakus. Ia bisa menghabiskan ini semua dalam sepuluh menit dan kita tidak akan dapat apa-apa." celoteh Lili. Ares tertawa dan mengelus rambut panjang Lili.

Mereka memulai makan, Lili dengan antusias mencoba semua masakan Ares. Ia selalu heboh setelah mencicipinya "Daddy, yang ini enak sekali."

Ares terkekeh "Dari tadi kau bilang begitu setiap mencicipi masakanku."

Lili tersenyum "Habis masakan daddy memang enak semua," balas Lili. Setelah selesai makan mereka tetap duduk dimeja makan. Ares sibuk memikirkan pernyataan Fandra tadi.

"Lili, apa aku boleh bertanya?"

Lili mengerutkan kening "Tentu saja boleh, dad ingin bertanya apa?"

"Emm, apa aku boleh tau tentang penyebab kepergian Malika?" tanya Ares dengan ragu. Lili terdiam, ia tidak tau harus menjawab apa. "Lili kenapa kau diam?" lanjut Ares.

Lili meneguk salivanya "hemm mom pergi karena.. karena," ucapan Lilu terhenti. Ia tidak bisa melanjutkan ucapannya itu.

Ares meremas lengannya agar emosinya tidak pecah. Bagaimana mungkin semuanya menutupi itu darinya "Kenapa tidak bisa menjawab, apa Malika meninggal karena dirimu?" tanya Ares.

Seperti disambar petir Lili menatap mata Ares dengan pandangan terluka "A..Apa maksud daddy?"suara Lili terdengar gugup.

"Tolong jawab dengan jujur, apakah kau adalah penyebab kepergian Malika?"

Lili menangis dan berlutut didepan Ares "Maafkan Lili daddy, iyaa mommy pergi karena Lili,". Ares terdiam, ia berdiri dan langsung meninggalkan Lili. Ia merasa dibohongi selama ini. Bagaimana mungkin fakta sebesar ini disembunyikan darinya.

Lili menatap kepergian Ares, hatinya hancur. Daddy orang yang paling ia cintai membenci dirinya. Lili berdiri dan berjalan keluar untuk menghampiri pos pak Maman.

"Pak apa tadi ada yang datang kerumah?" tanya Lili. Ia penasaran kenapa tiba-tiba daddynya membahas itu.

"Ada non, tadi bu Sandra kemari dengan seorang perempuan." jelas Maman. Lili menggeram kesal, lagi-lagi ini ulah neneknya. Ia bergegas kedalam untuk mengambil kunci mobil. Biar saja melanggar aturan opa, untuk opa membawa mobil dibawah umur tujuh belas tahun itu dilarang meskipun sudah bisa mengendarainya.

Lili mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia sudah tidak memikirkan keselamatannya, yang ia mau adalah sampai dirumah neneknya secepat mungkin.

Setelah sampai ia langsung masuk kedalam rumah tanpa mengetok pintu "NENEK KELUAR.. AKU INGIN BICARA" teriak Lili dengan emosi.

Sandra dan Fandra keluar dari arah dapur. Lili yang melihat Fandra langsung memberikan senyum sinis "Ohh pantas saja, ternyata partner kejahatan nenek sudah datang. Puas kalian berdua?"

Sandra melotot kearah Lili "Kalau bicara yang sopan yaa. Aku ini nenekmu," ucap Sandra.

Lili tersenyum mengejek "Nenek? masih pantaskah kau kupanggil nenek? tidak ada nenek yang sejahat dirimu. Apa salahku? apa salah daddyku? apa salah mommyku? kenapa kau selalu mengusik keluarga kami?" air mata Lili menetes. "Jika aku boleh meminta aku ingin orang seperti kalian berdua lenyap dari muka bumi ini." tambah Lili.

Plakkk. Sandra menampar Lili "Jaga ucapanmu,"

Lili menyentuh pipinya yang terkena tamparan "Terima kasih untuk tamparannya ibu Sandra," ia beralih pada Fandra "Dan untuk anda, jangan harap anda akan menggantikan posisi mommyku. Anda tau, bahkan seujung kukupun anda tidak bisa dibandingkan dengan mommyku."

Lili tertawa hambar "Ohh iya aku memang tidak tau tujuan kalian tapi selamat rencana kalian berhasil. DADDYKU MEMBENCIKU, PUAS KALIAN?" teriak Lili didepan wajah kedua orang itu. Ia langsung pergi meninggalkan Sandra dan Fandra yang terdiam. Mereka berdua terpaku, ternyata Lili lebih menyeramkan dibanding Ares ketika sedang marah. Tatapan mata Lili seperti melumpuhkan orang disekitarnya.

Lili masuk kedalam mobil dan mengeluarkan ponselnya "Hallo Assalamualaikum opa, Lil bisa minta tolong?" ucap Lili to the point.

"Apa sugar, bilang saja." balas Arsen disebrang.

"Lili ingin ke Aussie opa, apa opa bisa menyiapkan semua?"

"Ada apa sayang? apa ada masalah?" Arsen kaget dengan keputusan Lili yang mendadak ini.

Lili menghela nafas "Tidak, Lil hanya ingin kesana untuk main kesana, yahh sekaligus mengunjungi mommy."

"Baiklah, nanti akan opa siapkan. Ingin terbang kapan?"

"Hari ini," jawab Lili dengan singkat.

"Apa!! kenapa mendadak sekali sayang? kalau ada masalah cerita saja pada opa."

"Opa tolong Lil, Lil butuh ketenangan." air mata Lili menetes kembali.

Arsen menghela nafas "Huh oke, paling tidak satu jam lagi pesawat pribadi perusahaan siap. Kau siap-siap saja dulu,"

Lili tersenyum lega "Terimakasih opa, Assalamualaikum," ia langsung menutup telfonnya. Lebih baik ia pergi menenangkan diri untuk beberapa hari ini. Tentang sekolah ia bisa meminta tolong pada papanya agar mengurus surat izin.

--------

Disinilah Lili berdiri sekarang, tempat pemakaman dimana Malika dikebumikan. Tadi setelah sampai di bandara Tullamarine ia langsung menuju kemari. Lili masih menggunakan pakaian yang ia kenakan untuk pergi kerumah Sandra. Kepergiannya kemari memang tanpa persiapan apapun bahkan ia sama sekali tidak membawa pakaian ganti.

Lili menoleh kebelakang "Kalian pergi saja kemobil, aku ingin bicara dengan mommyku" ucap Lili pada orang-orang suruhan opanya yang sedari tadi mengikuti Lili dari belakang. Orang-orang itupun mengangguk patuh.

Lili terduduk disamping pusara Malika, dieluslah nisan itu dengan penuh rasa sayang "Hay mom, Lili kemari," ucap Lili dengan senyuman "Mom kupikir keputusanmu untuk mempertahankanku salah,kau lihat mom aku membuat semua berantakan. Hidup daddy, hidup kak Bian," sebuah isakan kecil lolos.

"Mom sekarang daddy membenciku, aku harus bagaimana mommy? semua ini membuatku lelah." Lili menangis dalam sepi. Langit mendung seolah turut bersedih akan masalah yang dilalui Lili saat ini.

"Bodoh," seru seseorang dibelakang Lili yang membuat ia langsung menoleh. Ia melebarkan matanya kaget.

"Alex? kau disini?" tanya Lili dengan ragu.

Alex terkekeh "Tentu saja, jangan takut, aku bukan hantu." ledek Alex. Lili tersenyum dan berlari kepelukan Alex.

"Hiks Alex.. ka-kau kenapa bisa kemari?"

Alex tersenyum dan mengelus bahu Lili "Kau pikir opa akan membiarkanmu pergi ke Aussie sendiri?"

Lili melepas pelukannya dan mengerucutkan bibirnya "Kata siapa aku sendiri, kau tidak tau saja kalau orang-orang suruhan opa selalu mengikutiku,"

"Haha opa tetap tidak akan tenang, tadi opa menelfonku untuk menyusulmu." ucapan Alex terhenti. Ia menatap Lili dengan tatapan bertanya "Sebenarnya ada apa?"tanya Alex.

Lili menghela nafas dan mulai menceritakan semuanya. Alex menundukkan kepala, sungguh ia tidak tau harus membantu apa. Nenek Sandra memang selalu mengacaukan segalanya. Dulu alasan Lili tidak ingin pindah ke Indoneisa adalah karena saat masih tinggal di Aussie ia pernah berkunjung ke Indonesia dan Nenek Sandra berusaha membawa Om Ares ke rumah sakit jiwa.

"Lalu kau ingin disini berapa lama?" hanya itu yang bisa Alex bicarakan.

"Entahlah Alex, seminggu, dua minggu atau mungkin tidak akan kembali lagi ke Indonesia. Mungkin aku akan tinggal dengan ayah dan bunda saja disini."

"Apa? kenapa begitu?"

"Kau pikir aku bisa tahan melihat tatapan benci daddy padaku? tidak Alex. " Lili menoleh pada pusara Malika "pulanglah Alex, aku akan tetap disini, lagi pula tinggal disini membuatku merasa lebih dekat dengan mommy."

Alex menggelengkan kepala "Tidak bisa Lil, bagaimana dengan sekolahmu? ujian kelulusan tinggal satu bulan lagi Lil." ia tidak setuju dengan ide gila Lili "Bagaimana dengan cita-citamu untuk kuliah di Jerman?"

Lili menatap depan "Aku akan pulang jika waktu ujian datang, lalu akan kembali kemari setelah ujian selesai, dan untuk cita-cita kupikir semuanya sudah selesai Alex. Aku akan kuliah disini dan melanjutkan hidupku disini." Lili melirik jam tangannya "Aku harus kerumah Ayah sekarang, ohh yaa sampaikan salamku untuk Ana dan yang lain yaa."

Alex menatap kepergian Lili. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu sekarang hati Lili bukan hanya sakit tapi hancur. Bagi Lili daddynya adalah anugrah terindah dalam hidupnya.

*********

Cut... Hehe cukup segitu untuk part ini :)

See you in the next chapter ;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top