Part 19
Hayy readers aku lagi rajin update nih :)
Kemaren idenya lagi lancar aja gitu jadi enak nulisnya. Ehh iya itu yang dimulmed Lil sama Al lagi ngobrol ditaman belakang rumah Lil
Langsung aja deh happy reading guys jangan lupa vommentnya gengs ;)
*******
Lili POV
Aku meminta izin untuk duduk di balkon pada daddy. Sebenarnya ia keberatan tapi aku memasang wajah memelasku dan akhirnya dad luluh. Tidak ada alasan istimewa untuk duduk dibalkon, aku hanya ingin menikmati udara pagi.
Ponselku berdering dan nama Ana terlihat di layar. Aku sebenarnya sedang malas bicara dengan siapapun lebih tepatnya malas ditanya apapun. Aku hanya ingin menenangkan pikiran dulu tapi kupikir mungkin Ana bukan ingin menanyakan masalah kemarin.
"Hallo assalamualaikum" sapaku.
"Waalaikumsalam, Lil lo kenapa gak masuk?"
Hacchii huhh karna hujan kemarin aku jadi flu "Haha Ana aku sedang tidak enak badan. Besok juga aku akan masuk sekolah"
"Lil gue udah tau semua"
Aku menghela nafas "Sudahlah Ana aku malas membahasnya"
"Iya gue ngerti, yaudah lo istirahat yaa. Tenangin pikiran lo"
"Iya Ana terima kasih"
"Iya GWS Lil, Assalamualaikum"
"Oke waalaikumsalam" Aku tersenyum mengingat kejadian semalam. Bodoh itulah satu kata yang bisa mendeskripsikan sikapku. Aku membahayakan diriku sendiri hanya untuk menunggu seseorang yang bahkan sama sekali tidak ingat denganku. Air mataku tidak terasa mengalir begitu saja. Sungguh aku ingin marah tapi seperti kata daddy aku tidak bisa marah pada orang lain karna itu pilihanku. Kupeluk kakiku dan menyembunyikan wajahku disana.
Aku merasa ada yang menepuk bahuku, kudongakkan kepala dan wajah kak Bian lah yang menyambutku, ia telah duduk disampingku.
"Jangan menangis Lil, ingat bahwa ada kakak dan daddy yang selalu ada untuk Lil" air mataku semakin deras dan kak Bian langsung memelukku.
"Maafkan Lil kak, semalam Lil membuat semua orang kawatir. Maaf"
"Ssstt sudahlah Lil, yang terpenting kau pulang dengan selamat"
"Hiks hiks tetap saja Lil merasa bersalah"
Kak Bian tertawa dan menjawil hidungku "Sudah jangan menangis lagi, nanti adik kakak yang cantik ini akan jadi jelek" aku mengerucutkan bibirku mendengar candaannya.
"Lil ingin apa? biar kakak belikan semuanya"
Aku langsung membulatkan mataku karna girang "Lil ingin ice cream kak"
Kak Bian langsung mencubit pipiku "Kau ini, lihat tuh sudah pilek masih saja ingin ice cream"
Aku mengetuk-ngetuk jariku didagu "Ahh Lil ingin coklat, cheese cake, banana cake, red velvet, tiramisu cake, blackforest, dan.." belum sempat menyelesaikan ucapanku kak Bian sudah memotong.
"Cukup-cukup nanti Lil ikut kakak saja. Pilihlah sendiri apapun yang Lil mau, tapi kamu harus janji pada kakak"
Aku mengerutkan keningku "Apa kak?"
Kak Bian tersenyum "Berjanjilah Lil akan cepat sembuh dan tidak akan membahayakan dirimu sendiri lagi" mataku berkaca-kaca mendengar ucapannya yang sangat manis. Akupun menganggukan kepala dan langsung memeluknya. Terimakasih kak kau adalah kakak terbaik batinku.
Kesekoan harinya saat aku sudah mengenakan seragam sekolah daddy melarangku untuk berangkat. Katanya aku masih harus istirahat dirumah dan dua hari lagi baru boleh berangkat ke sekolah. Akupun harus menurutinya karna memang badanku masih kurang sehat. Sebenarnya aku malas sekali jika harus tidak masuk sekolah karna aku sudah kelas tiga dan sebentar lagi akan ujian.
Seharian ini aku menghabiskan waktu untuk membaca buku pelajaran di dalam kamarku. Yah setidaknya aku tetap belajar meskipun tidak masuk sekolah. Aku serius akan cita-citaku untuk kuliah di Jerman jadi aku tidak boleh main-main.
Malamnya Alex datang kerumah, aku langsung menyambutnya dengan riang. Aku sungguh merindukan sahabatku itu.
"Alex kau ini jahat sekali, masa baru datang sih" aku merajuk padanya.
"Haha maaf yaa, kemarin ku pikir kau butuh waktu untuk sendiri. Emm bagaimana keadaanmu? masih sakit?"
"Tidak ko, tinggal flunya saja. Ohh iya bagaimana dengan sekolah?"
"Sekolah masih sama, kantin masih dibelakang, ruang kepsek masih didepan"
Aku tertawa mendengar candaannya "Alex jangan bodoh, aku serius bagaimana dengan sekolah? apa banyak tugas selama dua hari ini?"
Alex mengelus rambutku "Jangan memikirkan tugas, nanti aku akan membantumu"
Aku tersenyum padanya, Alex memang selalu bisa kuandalkan "Alex maaf yaa aku selalu menyusahkanmu" aku menundukan kepala.
Tangannya mengangkat daguku "Kau ini bicara apa sih? kita sudah berapa tahun bersahabat? kau tau kan kau sudah kuanggap sebagai adik kandungku sendiri. Jangan bicara begitu lagi karna bagiku kau tidak pernah menyusahkanku"
Aku menganggukan kepala dan tersenyum "Terimakasih untuk semuanya Alex" ia tertawa dan memelukku.
"Besok kau sekolah?"
"Tidak Alex besok aku masih harus belajar dirumah"
"Berarti kau masuk sabtu dong? tanggung sekali. Sudah sabtu tidak usah masuk saja"
"Haha Alex aku sudah ketinggalan pelajaran. Oh iyaa Alex kau tidur disini yaa, kau kan sudah lama tidak menginap"
"Hemm ya baiklah"
Keesekoan harinya Alex pulang kerumahnya pukul lima pagi karna semalam ia tak membawa seragam sekolah. Sebelum pergi ia berpesan agar seharian ini aku istirahat dan tidak usah memikirkan apa-apa, ia memang menganggapku sebagai anak kecil yang harus selalu diingatkan.
-----
Author POV
Kemarin Ara mendaftarkan diri menjadi siswa di sekolah Internasional ini, tentu saja ia dibiayai oleh orang tua Al. Jadi hari ini ia mulai masuk kesekolah, Al benar-benar menjaga Ara. Sebenarnya ia kurang setuju Ara sekolah disini, ia takut teman-temannya tidak sengaja menyebut nama Lili didepan Ara. Tapi sejak Rion memukulnya di parkiran itu ia sama sekali tak bertegur sapa dengan semua sahabatnya. Lebih tepatnya Al menghindar karna merasa malu akan kelakuannya.
"Al katanya Rion, Sean, Abil dan Vano sekolah disini? mana mereka? biasanya mereka tidak pernah jauh darimu" tanya Ara
Al memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat "Emm mereka ada ko, ntar juga kamu ketemu sama mereka. Udah gak usah dipikirin, kita kekelas aja yu" Al terus menggandeng tangan Ara. Mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian bagi siswa sekolah ini, karna belum lama ini yang digandeng oleh Al adalah Lili bukan perempuan yang disampingnya sekarang. Merekapun berasumsi bahwa Lili adalah salah satu korban ke playboyan Aldric.
Ara sekelas dengan Al itu adalah permintaan Al agar ia bisa mengawasi Ara terus. Mereka berdua masuk kedalam kelas dan bertemu dengan Rion dan Sean. Ara yang tidak tau situasi langsung menghampiri mereka dengan riang.
"Rion.. Sean yaampun aku kangen sama kalian" ucap Ara dengan riang.
Rion dan Sean terlihat kaget melihat Ara, badannya yang sedikit kurus dan wajahnya yang pucat bukan mencerminkan Ara yang mereka kenal sangat periang dan tidak bisa diam. "Hay ra udah lama kita gak ketemu, apa kabar?" balas Rion dengan senyum hangatnya.
"Ohh Rion masih ganteng aja deh, baik ko Alhamdulillah karna masih stadium awal jadi masih bisa ditangani"
"Wahh sukur deh, selamat datang disekolah ini yaa" sambut Sean. Ara terkikik geli mendengar sambutan Sean.
"Loh Abil sama Vano mana? ko aku gak liat sih?"
"Si Abil sibuk pacaran sama Icha sepupunya si Al, kalo Vano sih paling lagi makan dikantin" mendengar jawaban Sean.
Mata Ara langsung membulat "Icha disini? bukannya dia di Aussie" Ara langsung menoleh pada Al "Ko kamu gak cerita sih? aku kan mau ketemu Icha"
Al tertawa canggung "Maaf yaa aku lupa" Ara hanya mengerucutkan bibirnya. "Yahh jangan ngambek dong, maaf yaa sayang aku beneran lupa" Al menangkupkan tangannya didepan dada sambil memelas.
Ara mau tidak mau tertawa karna wajah Al yang lucu "Ihh kamu tuh, kalau muka kamu kaya gitu aku gak bisa ngambek" Al pun tersenyum dan mengacak rambut Ara.
"Al aku mau ke toilet dulu yaa" ucap Ara.
"Aku anter"
Ara langsung berkacak pinggang "Al aku bukan anak kecil, janji deh aku cuma sebentar doang ko"
Al tampak ragu untuk membiarkan Ara pergi sendiri "Yakin kamu gapapa sendiri?" Ara mengangguk dengan antusias "Hemm yaudah, jangan lama-lama yaa" Ara tertawa melihat kekawatiran dimata Al, ia langsung berlari keluar.
"Tuh anak aktiv banget sih padahal lagi sakit" gumam Sean. Rion pun mengiyakan ucapan Sean yang barusan.
Al menaruh tasnya di bangku lalu kembali ke Rion dan Sean "Gue minta maaf, gue tau sikap gue salah tapi gue mohon banget jangan ada yang ngebahas Lil didepan Ara"
Rion langsung tersenyum sinis "Lo salahnya ke Lil kalau mau minta maaf yaa ke dia jangan ke kita lah. Dan buat Ara lo tenang aja kita gak akan ngungkit tentang Lil didepan dia" Rion terdiam sebentar lalu tertawa "Haha lo bisa mikirin Ara sedetail itu yaa emang bener-bener cinta toh. Berarti gak masalah dong kalau gue deketin Lil"
Mendengar itu Al seperti merasa terbakar entah kenapa, ia mengepalkan tangan untuk menahan amarahnya. "Lo suka sama Lil?" desis Al.
Rion menaikkan alisnya "Mungkin, emang kenapa? ko lo keliatan marah. Jangan maruk yaa Al kalau Ara yaa Ara aja"
Al langsung menatap tajam Rion, ia menghela nafas "Kalau lo serius sama dia lo boleh deketin dia tapi kalau gak lebih baik jangan. Karna dia udah sakit karna gue"
"Ohh masih peduli toh, gue kira yang ada di pikiran lo itu cuma Ara Ara dan Ara. Al denger yaa lo yang pertama buat dia, kemaren Alex cerita sama gue. Mungkin sekarang dia bakal takut buat ngebuka hati buat orang lain, lo pikir gampang buat orang lain masuk ke hatinya setelah dia nutup hatinya rapat-rapat"
"Siapa yang nutup hatinya rapat-rapat? kalian ngomongnya serius banget sih" Ara tiba-tiba muncul dan itu membuat Al gelagapan.
"Ehh bukan siapa-siapa. Biasa ini pembicaraan anak cowok, jadi kamu gak boleh tau yaa" jelas Al. Ara mengerutkan keningnya tapi ia tak bertanya apa-apa.
Ara duduk disamping Al dan berceloteh ria sedangkan Al pikirannya melayang pada kenangan singkatnya dengan Lil, masa-masa bertengkarnya yang seru. Tanpa terasa sebuah senyum tercetak dibibirnya.
"Al ko kamu gak dengerin aku sih? Al" Ara mengguncang bahu Al.
"Ehh iya Lil" Al mengerjap mata kaget.
Mata Ara menyipit curiga "Lil? siapa itu? kamu mikirin orang lain?"
"Eh emm sayang maaf aku tadi lagi gak fokus" Al gelagapan menyadari kesalahannya.
Mata Ara mulai berkaca-kaca "Lil itu siapa?"
"Bu..bukan siapa-siapa dia sahabat aku"
"Bohong.. kamu bohong sama aku" Ara langsung berlari keluar kelas. Al merutuki kebodohannya, ia berlari mengejar Ara. Ia melihat Ara sedang menangis ditaman belakang sekolah.
"Aku minta maaf yaa kamu jangan nangis" Al berjongkok didepan Ara, ia menghapus air mata Ara dengan telunjuknya.
"Kamu udah punya pengganti aku kan? kenapa kamu gak bilang. Aku salah yaa balik ke kamu lagi"
Al menggelengkan kepala "Kamu salah paham sayang, Lili itu sahabat aku nanti aku kenalin kamu sama dia yaa"
"Kamu serius? terus kenapa tadi kamu mikirin dia"
"Emm yaa kepikiran aja soalnya seharusnya hari ini dia ujian musik dan kebetulan yang ngajarin dia itu aku"
Ara tersenyum "Yakin cuma itu?" Al menganggukan kepala " Huhh maaf yaa aku udah marah-marah gak jelas" Ara langsung memeluk Al. Mereka berduapun kembali kekelas karna bel masuk sudah berbunyi.
Ara melihat Vano dan Abil tapi ia tak bisa menyapa karna sudah ada guru yang masuk. Ia bersabar menunggu jam istirahat karna ingin menyapa dua sahabatnya itu. Selama jam pelajaran Al selalu membantu Ara jika ia tak mengerti tentang pelajaran itu. Jam istirahatpun berdering Ara langsung meloncat girang lalu berlari ke Vano dan Abil.
"Ara gila lo, hati-hati dong kalo jatoh gimana?" gerutu Vano.
"Hihi abis aku gak sabar nyapa kalian. Yaampun Vano Abil aku kangen" Ara langsung memeluk keduanya.
"Haha sama kita juga kangen" balas Abil.
"Kita kekantin yuu" Ara langsung merangkul tangan Abil dan Vano ia bahkan melupakan Al yang ada di belakangnya.
Mereka semua duduk dikantin, Ara tanpa lelah terus bicara pada Abil. Al menggelengkan kepala melihat tingkah Ara yang sama sekali tidak berubah. "Sayang kamu mau makan apa?" Al mengelus rambut Ara.
Ara menoleh pada Al "Emm apa aja deh, samain aja sama kamu" Al mengangguk dan memesan makanan. Saat akan kembali kemeja ia melihat Alex, Ana dan Monica sudah bergabung dimeja. Gawat gumamnya.
Al duduk disamping Ara, dapat dilihat tatapan kesal Alex padanya tapi ia tak peduli, lagi pula dirinya memang pantas diperlakukan seperti itu. "Al aku udah kenal dong sama Ana dan Alex tapi kata Ana yang namanya Lili gak masuk" jelas Ara. Al baru menyadari kalau Lil tidak masuk sudah tiga hari ini.
Al memberanikan diri untuk bertanya dan ia tau siapa yang harus ia tanya "Alex gimana kabar Lil?"
"Baik, ia hanya flu saja. Memangnya kau berharap dia kenapa?" jawab Alex dengan sinis. Ara memandang Alex dengan tatapan bingung.
"Aku berharap dia baik-baik saja" wajah Al berubah murung.
Ara semakin bingung dengan semuanya. Ia bukan tidak menyadari banyak yang berubah selama ia pergi. Wajar saja ia bukan pergi selama sebulan dua bulan tapi lebih dari tiga tahun. Pandangannya jatuh pada wajah Al yang terlihat murung. Sepertinya perempuan yang bernama Lil bukan hanya sahabat Al. Ia harus mencari tau tapi jika ia bertanya pada Al ia tak akan dapat jawaban begitu pula dengan Rion Sean Vano dan Abil, ia yakin semuanya sudah berkomplot untuk menyembunyikan sesuatu darinya.
Pulang sekolah Al meminta tolong pada Abil untuk mengantar Ara pulang karna ia sudah memutuskan untuk minta maaf langsung pada Lil. Masalah dimaafkan atau tidak itu adalah urusan terakhir yang terpenting ia sudah berusaha. Lagi pula ia penasaran dengan kondisi Lil dan hati kecilnya selalu mendorong untuk pergi kerumah Lil.
Al sudah berada di depan gerbang rumah Lil, ia menyapa satpam rumah itu. Karna Al sudah sering kesini jadi satpam itu langsung menyuruhnya masuk. Ia mengetuk pintu dan bi Novi yang membukanya.
"Ehh den Al, mau nyari non Lil ya? mari silahkan masuk" Al langsung mengikuti bi Novi dan duduk diruang tamu. Bi Novi keatas untuk memanggil Lili.
"Loh Al? sejak kapan duduk disini?" sapa Ares yang baru keluar dari dapur.
"Ohh om Al baru dateng ko" Al berdiri dan menghampiri Ares "Om Al ingin minta maaf. Al sama sekali tidak bermaksud nyakitin Lil, maaf banget om" Al menyalami Ares. Ares mengelus rambut Al.
"Om tau kamu tidak bermaksud begitu, minta maaf lah langsung pada Lil lagi pula om tidak tau masalah kalian. Lil belum ingin cerita" Al menganggukan kepala.
"Loh Al, kau kenapa kemari" Al langsung menoleh pada Lil. Kondisi Lil benar-benar jauh dari prediksi, Lil benar-benar terlihat biasa saja dan itu membuat Al bersukur.
"Nah kalian bicara saja, aku akan kekamar" ucap Ares berjalan kearah tangga.
Al dan Lil memutuskan ketaman belakang untuk bicara. Mereka terdiam cukup lama sampai Al berdeham untuk memecah kecanggungan. "Gue minta maaf"
Lil menoleh pada Al "Minta maaf untuk apa? kau tidak punya salah"
"Maaf karna lupa dateng ke cafe itu dan bikin lo nungguin gue sampe tengah malem. Gue bener-bener minta maaf"
"Haha kau tidak salah Al aku saja yang bodoh. Oh iya bagaimana kabar Tamara?"
"Lil jangan ngalihin pembicaraan, kita fokus sama masalah ini dulu. Lo gak bodoh emang gue yang salah"
"Kita tidak punya masalah apa-apa Al. Aku sudah melupakan semua dan kuharap kau juga melupakannya"
"LIL PLEASE BERENTI AKTING LO BAIK-BAIK AJA, ITU BIKIN GUE NGERASA TAMBAH BERSALAH" Al berteriak prustasi.
"LALU AKU HARUS BAGAIMANA? MARAH? MARAH PADA SIAPA AL? PADAMU? APA HAKKU MARAH PADAMU?" Lil pun tersulut emosi.
Al memegang bahu Lil "Lo boleh marah sama gue lo boleh pukul gue karna emang gue salah Lil, jangan bertingkah seolah-olah gue gak pernah ngelakuin kesalahan. Itu justru nyiksa gue"
Lil melepas pegangan Al "Cukup Al, aku lelah. Anggap kemarin hanya kesalahan. Mulai sekarang kita bersahabat seperti biasa. Oh iya sampaikan salamku untuk Tamara"
"Tapi Lil gu.." kalimat Al dipotong oleh Lil
"Stop Al, aku ingin istirahat. Kau pulang saja maaf yaa aku tidak bermaksud mengusirmu" setelah mengucapkan itu Lil berlari kekamarnya dan menumpahkan tangisnya. Ia benar-benar ingin marah tapi ia sama sekali tidak berhak. Al kembali dengan perasaan yang lebih kacau antara menyesal marah sedih kehilangan dan masih banyak lagi.
Semua ini membuatnya bingung. Hatinya tidak ingin Lil pergi tapi pikirannya menyuruh ia tetap bersama Ara untuk menjaganya. Ia memutuskan pergi ke kantor papanya untuk bertemu dengan mama. Ia pikir hanya mamanya lah yang bisa memberikan solusi yang tepat saat ini.
Sampai di kantor ia langsung menuju ruangan papanya. Yang ia lakukan pertama kali adalah memeluk erat mamanya. "Ma Ando ingin cerita.." diceritakanlah semuanya hingga selesai. Setelah itu perasaannya sedikit lega. Ia baru menyadari bahwa ia membutuhkan teman untuk bercerita.
Papa Al tertawa mendengar cerita dari putra semata wayangnya itu "Jadi anak papa jadi rebutan wanita nih" Al hanya merengut mendengar ledekan papanya itu.
"Paa anaknya lagi galau malah diledek" Dania mengelus kepala Al "Hati Ando berpihak kesiapa?"
Al terlihat berpikir "Ando belum tau ma"
Dania tertawa melihat anaknya yang sedang bingung ini "Kalau begitu tunggu sampai hati Ando menetapkan pilihan. Mama yakin cepat atau lambat Ando akan tau siapa yang sebenarnya ada di hati Ando"
"Lalu kalau sudah tau di hati Ando ada siapa Ando harus gimana ma?"
"Yaa kalau hati kamu udah milih kamu gak boleh bohongin hati kamu sendiri" Al menganggukan kepala karna mulai paham.
"Terus masalah Lil marah gimana ma? Ando gak mau Lil marah sama Ando. Ando bener-bener sedih pas liat Lil nangis. Kalau boleh milih Ando lebih baik diomelin sama Lil dari pada Lil kaya gini"
"Seiring berjalannya waktu kemarahan itu akan hilang, kamu sudah minta maaf kan?" Al menganggukan kepala sebagai jawaban "Kalau begitu tunggu saja sampai hati Lil tenang sayang" Dania tersenyum dari sini saja sudah ketahuan anakku, yang kau cintai itu bukan Ara lagi tapi Lili, Yahh biar kamu sendiri yang menyadari hal itu nak batin Dania.
*****
Nahh segini dulu yaa..
Doain semoga author nulisnya lancar terus :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top