Chapter 2 (Revisi)
Part 2 revisi semoga lebih enak dibaca :)
Jangan lupa vommentnya guys...
Happy reading ;)
***********
Author POV
Lily dan Alex terlambat. Mereka tiba saat pintu gerbang telah ditutup. Lily menatap satpam itu kemudian sebuah ide muncul di otaknya. Ia keluar dari mobil dan melakukan negosiasi yang tidak dimengerti Alex.
"Ayo Alex.. cepat bawa masuk mobilmu," perintah Lily.
Alex mengernyit bingung. "Kau menyogok berapa sampai satpam itu bisa dengan mudahnya membuka gerbang?" tanya Alex. Bukan apa-apa ia hanya bingung, sepertinya Lily memiliki koneksi di sekolah ini.
Lily menggelengkan kepalanya karena ia memang sama sekali tidak mengeluarkan uang, dengan menampilkan senyum liciknya dan ia bicara bahwa tinggal mengedipkan mata saja sang satpam langsung takhluk padanya.
Tak pelak kepala Lily langsung terkena jitakan Alex.
Pagi ini upacara sedang berlangsung dengan tenang hingga ada dua murid baru yang dengan seenaknya menyelinap ke dalam barisan. Kepala sekolah yang sedang menyampaikan ucapan selamat datang otomatis geram. Ia memanggil kedua murid itu kedepan.
Dengan langkah pasti kedua murid yang berpenampilan mencolok ini maju ke depan. Mencolok bukan dalam artian penampilan mereka heboh namun karena wajah keduanya memang indo, bukan seperti orang Indonesia pada umumnya.
Alex berjalan di belakang Lily, ia menggelengkan kepala melihat sahabatnya ini mulai berulah meski ini hari pertama.
Kepala sekolah itu kini menatap tajam kearah dua murid baru yang sudah berani datang telat. "Siapa nama kalian?" suara dingin itu membuat hawa yang sunyi ini semakin kelihatan senyap.
Alex yang pertama kali bersuara. "Nama sama Alexander Parker bu,"
"Lily Anissa Pradipta," ucapnya dengan singkat sembari mengangkat sedikit dagunya. Memperjelas bahwa nama itu memang Pradipta asli.
Mata sang kepala sekolah itu langsung terbelalak kaget, ia tak menyangka bahwa anak yang ia tunggu sejak pagi adalah anak ini, Pradipta, donatur utama sekolah ini. Akhirnya dengan sangat terpaksa kepala sekolah itu melepaskan mereka berdua dari hukuman. Alex sekarang mengerti, sekolah ini berada di bawah kekuasaan Pradipta corp.
Asal tau saja, ini bukan gaya Lily, arogan dan sombong sangat jauh dari karakteristiknya. Sebenarnya ia pun malas memperkenalkan diri sebagai seorang Pradipta, bukan karena malu melainkan karena risih. Setiap orang akan berteman dengannya karena gelarnya padahal ia ingin memiliki teman yang tulus seperti Alex.
Tapi untuk kali ini ia terpaksa harus menyebutkan nama Pradipta agar membungkam mulut kepala sekolah itu karena pagi ini sudah banyak hal yang membuatnya prustasi. Kebetulan ia tahu bahwa keluarganya adalah donatur utama untuk sekolah internasional ini.
Kedua murid ini kembali kebarisan dan semua bertanya-tanya. Mengapa mereka tidak dihukum sama sekali.
"Tumben kau menyebutkan nama Pradipta. Kau kan sangat malas membawa nama itu," ucap Alex. Ia sedikit heran atas sikap sahabatnya barusan.
Lily hanya mengedikkan bahunya dengan cuek, malas membahas masalah tidak penting barusan. Usai upacara Lily dan Alex memasuki kelas yang sama, Lil memang sengaja meminta pada papanya untuk mendapat kelas yang sama dengan Alex, dengan kekuasaan milik keluarganya, tentu saja itu hal yang mudah.
Sial bagi mereka karena bangku yang tersisa hanya pojok belakang dan itupun berlawanan. Yang satu ada di pojok kanan yang satu berasa di pojok kiri. "Hufffttt kenapa harus dapat kursi paling belakang sih," keluh Lily.
Baru saja menjatuhkan dirinya ke kursi kayu itu, seseorang yang duduk di sebelahnya menepuk bahu Lily. "Hai.. gue Ana, nama lo siapa? ehh elo yang tadi telat kan? hebat yaa lo nggak dihukum, padahal ini hari ini hari pertama masuk lohh," celoteh Ana panjang lebar, Ana senang mendapat teman sebangku seperti Lily karena meski terlihat sombong Lily tampaknya orang baik.
Lily tersenyum karena disambut antusias oleh teman sebangkunya, belum lagi orang ini sepertinya tidak tau tentang Pradipta corp. Yahh satu keuntungan untuk Lily karena ia bisa mendapat teman yang baik dan tulus.
"Mungkin kepala sekolah sedang malas menghukum orang," jawabnya dengan santai. "Ohh iya.. hay aku Lily, you can call me Lil." Dengan senyum manisnya Lily memperkenalkan diri pada Ana.
Alis An terangkat,menandakan ia bingun dengan tata bicara Lily. "Lo nggak usah terlalu formal sama gue kali, biasa aja Lil." ucap Ana sembari mengibaskan tangan.
"Ohh sorry, aku sudah biasa bicara formal, jadi yaa lidahku belum bisa mengucapkan kata gue lo dengan pantas, haha rasanya apayaa.. gatal mungkin. Jadi jika aku memaksakan diri itu malah akan terdengar mengerikan,"
"Ohh haha oke.. wajah lo juga nggak Indonesia banget, lo blasteran apa?" tanya Ana dengan antusian tinggi.
"Daddy Aussie, aku lahir dan besar disana, tapi kami pindah ke Indonesia sekitar empat tahun lalu. Kalau mommy, beliau keturunan Indonesia Jerman. Jadi yaa mungkin aksen Indonesia di wajahku sangat sedikit," penjelasan panjang itu membuat Ana ternganga kagum.
"Wowww berarti darah bule lo kental banget yaa.. Gue mau deh kaya lo, tapi sayangnya bokap sama nyokap gue orang Indonesia asli," keluh Ana dengan tampang murung.
"Haha kau aneh, banyak orang luar yang ingin memiliki kulit Indonesia, eksotis dan terlihat cantik, kau harusnya bersyukur." Lily berkata sesuai fakta, bahkan menurutnya Ana gadis yang cantik dan manis, belum lagi kepribadian Ana yang menyenangkan. Dalam sekali lihat Lily bisa menebak Ana akan menjadi siswi populer suatu hari nanti.
Ana tersenyum malu pada Lily. "Hehe lo bener sih, harusnya gue bangga jadi orang Indonesia. Ehh lo mau kan jadi temen gue?" pertanyaan yang jelas langsung di setujui Lily. Sejak itulah ikatan persahabat mereka terjalin.
Setelah menjalani beberapa jam membosankan tentang latar belakang sekolah ini dan hal-hal lain yang tidak penting akhirnya jam menunjukan pukul dua belas, waktu yang paling ditunggu sebagian besar penghuni kelas ini. Yah jam istirahat, tak membuthkan waktu lama, setelah bel melengking seluruh menghuni kelas berhambur keluar.
Alex berjalan menghampiri Lily yang terlihat asik bicara dengan gadis di sampingnya. "Lil ayo kita kekantin. Kau belum sarapan tadi pagi," ucap Alex. Tangannya menarik lengan Lil namun Lil menahannya.
"Alex.. kenalkan, ini Ana, dia teman baruku. Cantik bukan?" tanya Lily dengan riang, senyumnya mengembang sempurna, melihat itu tentu saja Alex ikut tersenyum.
"Hayy gue Ana," tangannya terulur pada Alex. Ia tersenyum malu karena Lil menyebutnya cantik tadi. Dengan ramah Alex membalas uluran tangan Ana. Baginya, teman Lily adalah temannya juga.
"Aku Alex sahabat Lily."
Lily tersenyum senang. Ia merangkul kedua orang sahabatnya ini menuju kantin karena perutnya sudah berkonser ria sejak pagi tadi. Mereka melilih tempat duduk yang dekat dengan pintu masuk kantin. "Biar aku yang pesan makanan untuk kalian. Lil, An, kalian ingin makan apa?" tanya Alex. Usai mendengar pesanan kedua sahabatnya ini Alex bergegas memesan makanan.
"Lil lo liat deh disana ada lima cowok ganteng, tapi yang paling ganteng itu tuh Lil yang lagi minum teh, namanya kalo nggak salah sih Aldric, tapi biasanya dipanggil Al. Coba Alex gabung sama mereka, hihi bakalan jadi enam cowok populer deh," ucap Ana dengan bersemangat.
Lili mengikuti pandangan Ana karena penasaran. Saat matanya melihat Aldric, ia juga menilai bahwa laki-laki itu tampan seperti Alex, daddynya, kakaknya, dan ohh bahkan yang ada di keluarga besarnya tampan semua karena menuruni ketampanan opanya. Jadi intinya Lil sudah terbiasa dikelilingi laki-laki tampan.
"Ohh dekati saja kalau kau suka, kau cantik kurasa kau cocok dengannya," jawab Lili dengan malas.
"Loh lo nggak tertarik? astaga gue bingung deh.. sama Alex yang ganteng lo cuma sahabatan, dan sama Aldric yang ganteng lo nggak tertarik," mata Ana menyipit curiga. "Lo nggak lesbi kan?" tanya Ana dengan nada bercanda.
Lily menatap horor Ana, sembarangan saja. Ia menjitak kepala Ana dengan keras hingga Ana meringis. "Enak saja, aku ini normal. Hanya saja yahh aku ingin fokus pada sekolahku."
Alex datang dengan nampan berisi pesanan mereka. Ia memasang wajah tertarik dan penasaran. "Sepertinya sedang ada pembicaaraan seru, kalian tidak sedang membicarakan aku kan?" tanya Alex dengan menaik turunkan alisnya.
Lily dan Ana berpandangan geli dan tertawa. "Ohh Alex itu sangat tidak penting," ledek Lily.
Ana terkikik di sampingnya. "Iya.. ge-er lo," mereka kembali tertawa dan menikmati makan siang dengan melemparkan lelucon satu sama lain.
-----------
Bel pulang berdering, semua langsung bersorak girang tak terkecuali Lily yang memang sejak tadi sudah tidak sabar ingin pulang. Anak-anak murid kelas X A jurusan IPA itu mulai berhamburan keluar kelas. Lily segera mengajak Alex dan Ana keluar kelas.
"Lil gue balik yaa.. lo sama Alex hati-hati. Bye," ucap Ana sembari berdada ria dengan kedua sahabat barunya ini. Mereka berpisah di parkiran karena Ana sudah di jemput sopirnya. Lil segera mengajak Alex pulang.
Mobil Alex berhenti di depan rumah Lil. Lily segera mencium pipi Alex dan keluar dari mobil. Seperti kebiasaannya sejak kecil, masa bodo dengan pandangan orang lain yang pasti menganggap mereka padangan kekasih.
"Hati-hati Alex.." ucap Lil sembari berdada ria. Mobil itu melaju pergi dan Lil pun langsung berlari ke dalam rumah saat mobil Alex hilang di tikungan.
Keningnya berkerut melihat rumahnya sepi. "Daddy.. Oma.. bi Novi, Lil sudah pulang.." teriaknya dengan suara gila-gilaan.
Sang oma berjalan cepat menghampiri cucunya yang hobi berteriak itu. "Assalamualaikum sayang... ck ck bisa tidak sih mengucapkan salam dulu sebelum masuk rumah? terus kamu itu tidak usah teriak begitu, pendengara oma masih normal," omel omanya panjang lebar. Lili hanya nyengir di depan omanya.
"Hehe maaf oma, Lil tadi lupa. Oh iya.. daddy sedang apa?" tanya Lil sembari memeluk sang oma dengan penuh kemanjaan. Omanya memang tempat ia bermanja-manja setiap hari.
"Duduk di balkon kamarnya, Sana temani daddymu! oma ingin membuat bubur untuknya," perintah oma.
Dengan gaya bak prajurit perang Lili hormat pada omanya. "Siap laksanakan," ucanya. Kemudian ia berlari keatas menuju kamar daddynya. Nadin hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah cucu kesayangannya itu.
Lily masuk ke kamar daddynya. Ia tersenyum dan memeluk sang daddy dari belakang. Menyandarkan dagunya pada bahu orang yang paling ia sayangi ini.
Ia mencium pipi daddynya penuh sayang. "Hay daddy, Lil ingin cerita.. tadi Lil telat di sekolah huhh hampir saja dihukum, tapi hari ini Lil langsung menyebut nama Pradipta dibelakang nama Lil, dan daddy harus lihat wajah kaget kepala sekolah Lil.. dia langsung diam, ck ternyata nama keluarga kita berpengaruh sekali," mendengar ceritanya sendiri ia cekikikan, lucu juga mengingat wajah kepala sekolah tadi.
Melihat daddynya masih saja diam seperti hari-hari kemarin. Lil menghela nafas, entah kapan daddynya akan bicara padanya. Ia menciumi pipi daddynya berkali-kali hingga air matanya mengalir.
Apakah ada kata yang lebih berguna selain kata maaf. "Tolong maafkan Lil daddy.. karena Lil semua menjadi rumit dan daddy menjadi seperti sekarang. Andai Lil tidak hadir di tengah kehidupan keluarga ini pasti sekarang daddy, mommy dan kak Bian akan menjadi keluarga bahagia seperti yang lainnya." ucapnya dengan lirih. Penyesalan tiada akhir.
Lily kini memeluk daddynya begitu erat. Merasakan kehadiran daddynya, membangun kekuatan yang setiap saat bisa runtuh. Rasanya menyakitkan, sakit sekali menjadi penyeban dari penderitaan orang-orang yang sangat di sayangi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top