ILU_BS. 6 // Hhhh

"Kenapa Ayah memberikan proyek itu pada Fira dan Alex?" tanya Dion pada Ayahnya.

"Apanya yang salah?" kata Ayahnya santai.

Dion mendengus kasar. "Ayah tahu saya sedang mendekati Fira. Dan Alex, Ayah sendiri yang bilang kalau dia juga sedang mendekati Fira."

"Masalah pribadi tidak bisa di campur aduk dengan pekerjaan. Kita harus profesional." kata Pak Winata.

"Masalah pekerjaan juga bisa merembet ke masalah pribadi." gerutu Dion yang saat ini tengah berada di ruangan Ayahnya.

"Harusnya kamu bisa bersikap profesional kalau tidak mau perusahaanmu hancur." kata Pak Winata dengan bijaknya.

"Iya tapi kan," belum selesai ucapan Dion Ayahnya sudah menyela.

"Kamu yang akan mengawasi proyek itu secara langsung."

"Apa?" seru Dion terkejut, namun tidak lama wajahnya berbinar senang.

Baru saja ia akan berdiri menghampiri Ayahnya dengan niatan untuk memeluknya. Namun dengan cepat Ayahnya memajukan tangannya meminta Dion untuk tidak mendekat.

"Tidak perlu berterima kasih. Ini tanggung jawab pertamamu. Bukan karena Ayah ingin mendekatkanmu dengan Fira." kata Ayahnya.

Dion tertawa. "Baiklah Ayah. Walau bagaimanapun, terima kasih." kata Dion dengan senyum di wajahnya membuat Ayahnya menggelengkan kepalanya.

Dion bersiul senang saat keluar dari ruangan Ayahnya. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya menundukkan kepalanya sopan.

Dion berhenti di depan pintunya. Tangannya yang sudah memegang handle pintu tertarik kembali. Ia menoleh ke arah meja tunggal di seberang ruangan dan melihat seorang gadis yang terlihat sedang merapikan meja.

"Ehem," dehem Dion ketika sudah berada di depan gadis itu yang masih menunduk dan memasukkan sebuah buku ke dalam laci meja.

"Ya," ucap gadis itu mendongak dan menatap Dion yang tengah berdiri tepat di depannya.

"Kamu siapa?" tanya Dion.

"Perkenalkan nama saya Zia Pak. Saya sekretaris baru anda." katanya mengulurkan tangannya pada Dion.

"Dion." ucap Dion menarik tangannya setelah berjabatan tangan.

"Baiklah, kau sudah tahu tugas-tugasmu bukan?" ucap Dion datar.

"Sudah Pak. Ibu Shally sudah memberitahukannya pada saya." kata Zia tersenyum.

"Apa agendaku hari ini?" tanya Dion.

Gadis itu membuka buku agendanya dan melihat jadwal Dion hari ini.

"Untuk hari ini, anda tidak memiliki janji dengan rekan anda Pak. Besok pagi jam sepuluh, anda ada meeting dengan Ibu Fira dari Perusahaan Adina Karya di kantor Ibu Fira.

"Terima kasih."

"Sama-sama Pak." ucap Zia.

Dion kembali ke ruangannya dan mulai mempelajari proyek yang di berikan Ayahnya. Jangan di tanya betapa semangatnya ia menjalankan tugas pertamanya ini.

Turun langsung mengawasi proyek pembangunan sebuah Mall. Dan, itu bersama Fira. Bayangkan berapa banyak waktu yang bisa ia habiskan bersamanya. Kemarin dia memang agak kesal tapi itu tidak berlangsung lama. Karena Fira tidak akan bisa membuatnya menyerah.

Besok mereka akan bertemu kembali dan Dion akan memikirkan acara apa yang bisa ia atau mereka lakukan setelah membahas proyek.

"Aku sudah tidak sabar lagi." guman Dion.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Selamat pagi senuanya, terima kasih sudah bisa hadir dalam meeting pertama kita pagi ini. Kita akan membahas tentang proses pembangunan proyek Mega Mall Nebula." Fira membuka meeting dengan sangat baik. Penyampaian tentang hal-hal yang akan mereka lakukan di terangkannya secara detail.

Dion dan juga Alex bersama sekretaris masing-masing mendengarkan penjelasan Fira dengan antusias. Mereka bertanya hal-hal yang masih belum di mengerti. Dan dengan mudahnya Fira menjelaskannya kembali. Ia terlihat sangat bersemangat dan cantik.

Dua jam kemudian meeting selesai. Dion belum berniat meninggalkan ruangan itu meski Zia sekretarisnya sudah keluar terlebih dahulu. Bagaimana bisa ia meninggalkan Fira dan Alex hanya berdua saja.

"Apa ada yang belum kamu mengerti?" tanya Dion pada Alex.

"Tidak. Aku sudah mengerti semuanya, walau aku tidak membawa sekretarisku." ucap Alex santai.

"Lalu, kenapa masih ada di sini?"

Alex menaikkan alisnya, menatap heran pada Dion kemudian menatap Fira dengan tatapan penuh tanya. Alex melihat reaksi Fira biasa-biasa saja.

"Apa tidak boleh?" ucap Alex.

"Tentu saja boleh. Tapi sayangnya kaminada urusan lain untuk di bicarakan. Kau tidak keberatan kan?" ucap Dion.

Fira yang sebelumnya terlihat biasa-biasa saja kini terlihat terkejut dengan ucapan Dion. Ia merasa tidak ada urusan lain lagi dengannya. Fira hendak membantah ucapan Dion namun Dion menghentikannya dengan cepat.

"Terima kasih atas pengertian anda Pak Alex. Saya harap pelaksnaan kerja sama kita bisa berjalan dengan sangat baik." ucap Dion yang langsung menjabat tangan Alex.

Alex nampak terkejut namun di terimanya juga jabatan tangan itu. "Tidak apa-apa. Saya harap juga begitu. Saya permisi dulu. Pembangunan akan di mulai minggu depan, dan untuk selanjutnya kita bisa kirim informasi via email dan telepon." ucap Alex.

"Tentu saja." ucap Dion.

"Terima kasih Alex." ucap Fira dengan senyum kecut di wajahnya.

"Sama-sama. Sampai jumpa." ucap Alex.

"Nanti ku hubungi." seru Fira cepat sebelu Alex keluar pintu dan Fira hanya bisa melihat Alek mengangguk samar.

Fira menatap Dion dengan wajah datarnya. "Jadi, ada urusan lain apa yang harus kita bicarakan Pak Dion?"

Dion mendekat, mengambil kursi di sebelah Fira.

"Kita perlu waktu untuk urusan kita."

"Maaf, saya tidak mengerti urusan apa yang anda maksud?"

"Lo lupa, kalau kita sedang berdua jangan pake bahasa formal seperti itu." ucap Dion.

"Maaf, tapi kita masih akan membicarakan tentang proyek itu kan?"

Dion tersenyum miring. "Masuh tentang proyek, tapi proyek yang lain."

Fira mengernyitkan dahinya. "Proyek lain?"

"Sudah waktunya makan siang. Kita makan siang yuk." Dion menarik tangan Fira dan menariknya keluar.

"Eh tunggu dulu. Gue gak mau makan siang sama lo. Gue ada kerjaan." ucap Fira. Ia berusaha melepaskan tangannya.

"Setelah makan lo bisa lanjutin kerjaan lo lagi."

"Ok. Lepasin dulu tangan gue." ucap Fira.

Fira menghela napas pelan. "Bisa nggak sih lo nggak maksa?"

"Bisa. Kalo lo gak nolak ajakan gue terus."

"Gue mau ambil tas dulu."

"Gak perlu."

"Gue tetep harus bawa tas gue." Fira berkeras.

"Gue antar."

"Ya Tuhan." geram Fira.

Tiga puluh menit kemudian mereka tiba di sebuah cafe. Fira berjalan di depan Dion.

"Aduh." seorang anak laki-laki dengan pakaian usang menabrak Fira.

"Maaf Kak." ucap anak laki-laki itu takut-takut.

"Eh, anak kecil, jalan tu liat-liat dong. Main nabrak orang aja." kata Fira memarahi anak itu.

"Ma.af. Kak." lirih anak itu lagi

"Ma.af. Ma.af. Bisanya cuma minta maaf."

Dion menghampiri anak itu yang kini terlihat ketakutan, Dion memegang bahunya lembut. "Maafkan Kakak ini ya. Kamu pergi aja, gak papa." ucap Dion.

"Iya Kak." anak laki-laki itupun langsung berlari menjauh.

"Fir, bisa gak sih lo gak marah-marah? dia kan gak sengaja." ucap Dion.

"Gak sengaja lo bilang? Siapa tahu dia salah satu anggota preman jalanan. Pura-pura nabrak taunya nyolong dompet orang." kata Fira.

"Jangan berpikiran seperti itu. Memangnya barang lo ada yang ilang?" kata Dion.

"Udah ah, males debat sama lo. Gue laper." ucap Fira meninggalkan Dion.

"Hhhh."

Dion menghela napasnya berat kemudian melangkah mengikuti Fira ke dalam cafe.

🐄🐄🐄

Tarik napas dulu Dion 😂😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top