ILU_BS. 4 // Sialan

Fira mengenakan gaun berwarna hitam yang melekat indah di tubuhnya. Ia harus menghadiri undangan yang di berikan Om Winata padanya.

Sebenarnya Fira setengah hati berangkat ke sana, karena bisa di pastikan bocah sialan itu pasti akan ada di sana. Tapi jika ia tidak menghadirinya maka bocah sialan itu pasti akan menganggap bahwa dirinya takut padanya. Seorang Fira tidak akan pernah mengenal rasa takut.

Fira ingin menghubungi Alex, namun ia tidak berani menanyakan perihal undangan ini padanya. Bagaimana kalau Om Winata termyata tidak mengundangnya. Pertemuan ini bersifat privat.

"Selamat malam Mbk. Silahkan." Seorang pelayan menyambut Fira dan mempersilahkannya masuk ke dalam ruangan VVIP di hotel itu.

"Fira sayang. Kau datang juga."

"Iya, Om. Tidak mungkin Fira tidak datang." ucap Fira menyambut pelukan dari Om Winata.

"Kau pasti sudah bertemu putraku." ucap Om Winata tersenyum bangga pada Dion yang berdiri di sampingnya.

Fira tersenyum tipis. Ia merasa eneg melihat Dion tersenyum manis padanya.

"Kami sudah sangat mengenal Ayah. Iya kan Fira?" ucap Dion.

Fira melongo. Bagaimana dia bisa memanggil namanya dengan begitu santainya. Memangnya dia siapa? Dan sejak kapan mereka saling mengenal. Bagi Fira, Dion bukanlah seorang kenalan. Dia hanya sebatas rekan kerja, itu saja dia sangat terpaksa.

"Nikmati acaranya sebelum kita mulai ke acara inti. Sementara itu putraku akan menemanimu" ucap Om Winata.

"Hell no." batin Fira.

"Ku kira kau tidak akan datang?" ucap Dion.

Fira menatap sinis pada Dion. "Aku hanya tidak ingin mengecewakan Om Winata. Lagipula, kasian jika undangan yang anda antarkan itu menjadi sia-sia." ucap Fira.

"Jadi," ucapan Dion menggantung, ia mendekat ke arah Fira hingga mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Fira menunggu ucapan Dion tanpa rasa takut.

"Kau memikirkan aku?" ucapan Dion membuat Fira menaikkan alisnya. Ia tidak mengerti apa maksud dari ucapan Dion.

"Kau, memikirkan aku yang mengantar undangan itu padamu. Kau tidak mau mengecewakanku juga bukan?"

"Anda salah. Bukan itu maksudku," Dion memotong ucapan Fira dengan mengatakan. "Sudah pasti itu maksudmu sayang."

"Fira,"

Fira melihat ke belakang Dion melalui bahu pria itu.

Alex.

Dion berbalik dan menatap Alex dengan tatapan tidak suka. Alex melewati Dion dan menghampiri Fira. Ia memberi kecupan di pipi Fira dan disambut senyuman oleh Fira.

"Thanks Lex." batin Fira.

"Aku tahu kamu pasti di undang juga." ucapnya.

"Tentu saja. Aku tidak tahu kalau kau juga di undang." ucap Fira.

"Perusahaanku berkembang lebih cepat cantik, mungkin kita bisa menjadikannya lebih besar lagi kalau kita menikah." gurau Alex.

Fira tertawa. "Akan ku pertimbangkan." ucap Fira sembari melirik ke arah Dion. Fira tersenyum melihat kemarahan di wajah Dion.

"Sebaiknya kita mencicipi makanan yang sudah di sediakan." Alex menggandeng Fira, mereka melangkah ke meja makan yang sudah di sediakan. Sesekali mereka berbincang dengan undangan lainnya.

"Ada apa?" Pak Winata bertanya pada Dion yang terlihat kesal. Pak Winata mengikuti arah pandangan Dion.

"Mereka hanya berteman." ucap Pak Winata menepuk pundak Dion. Dion menatap Ayahnya dengan pandangan bertanya.

"Bisa saja lebih dari itu kalau kau tidak bertindak cepat." ucap Pak Winata.

Dion menatap Fira yang tengah berbincang dengan Alex. Dengan langkah pasti Dion menghampiri Fira.

"Sepertinya asik sekali." ucap Dion.

"Tentu saja." ucap Alex.

"Kau sudah mengenal Fira kan?" ucap Alex.

"Tentu saja." ucap Dion menatap tajam pada Fira.

Untuk pertama kalinya Fira merasa terintimidasi oleh tatapan seorang pria. Fira mengalihkan pandangannya, dan dia tahu kalau Dion masih menatapnya.

Fira merasa terselamatkan ketika Om Winata memulai kata sambutannya dan mereka di minta untuk duduk di meja yang telah di siapkan.

Mereka memulai pembahasan tentang perencanaan proyek selanjutnya. Perusahaan Winata bukan perusahaan yang berdiri sendiri.

Mereka menarik beberapa perusahaan lain yang sedang berkembang untuk bekerjasama. Dan memberikan beberapa informasi penting dalam berbisnis.

Pertemuan yang di hadiri sekitar enam orang itu termasuk Dion dan Pak Winata pun selesai 45 menit kemudian.

"Pak Alex, Pak Winata ingin berbicara dengan anda." ucap salah seorang pelayan menghampiri Alex.

"Baiklah." ucap Alex pada pelayan itu.

"Tidak apa-apa kau sendiri?" ucap Alex pada Fira.

"Tentu saja." ucap Fira yakin. Alex meninggalkan Fira yang tengah berbincang dengan pengusaha lainnya.

Dion tersenyum melihat Alex yang berjalan ke tempat Ayahnya. "Terima kasih Ayah." batin Dion seraya melangkah ke tempat Fira berada.

"Selamat malam. Maaf, bisakah saya berbicara dengan Fira." ucap Dion.

"Oh? Tentu saja Pak Dion." ucap Pak Radit, salah satu rekan kerja mereka.

"Kami juga akan segera undur diri. Senang bisa bekerja sama dengan perusahaan anda Pak Dion." ucap Pak Gunawan.

"Tentu saja. Senang bisa bekerjasama dengan anda." ucap Dion.

"Kami pamit dulu." ucap Pak Radit dan Pak Gunawan pada Fira. Mereka berjabat tangan sebelum meninggalkan ruangan itu.

Kini hanya ada Dion dan Fira di meja itu, sedangkan Pak Winata dan Alex tengah berbincang serius di sisi lain ruangan itu.

Hening.

Fira tidak mengeluarkan sepatah katapun dan Dion masih betah dengan kebisuannya, yang dilakukannya hanya menatap Fira dengan sangat intens.

Lama-lama Fira menjadi gerah dan salah tingkah di tatap seintens itu. "Ini sangat menyebalkan." batinnya.

"Ada apa Pak Dion?" ucap Fira akhirnya membuka suara terlebih dahulu.

"Meetingnya sudah selesai. Tidak perlu berbahasa formal denganku." ucap Dion.

"Maaf, sebagai rekan kerja memang sudah seharusnya seperti itu bukan?" ucap Fira.

"Dengan Alex kau tidak begitu?"

"Oh, Alex lebih dari sekedar rekan kerja." ucap Fira dengan begitu santainya.

"Kalian hanya berteman. Tidak lebih."

"Anda benar. Kami berteman. Sedangkan kita hanya rekan kerja."

Dion mengepalkan kedua tangannya. "Kenapa gadis ini sangat keras kepala dan sombong" batinnya.

"Kalau begitu," Dion meraih pinggang Fira dan mendekatkan tubuh mereka. Tubuh mereka sangat dekat.

"Tidak. Tidak. Ini terlalu dekat." batin Fira.

"Kita naikkan level hubungan kita. Sebelumnya kita hanya rekan kerja dan sekarang kita menjadi teman dekat. Ah, bukan kita adalah teman yang sangat dekat." ucap Dion tepat di wajah Fira.

"Apa yang membuat anda memiliki pemikiran bodoh seperti itu?" Meski jantungnya berdetak sangat kencang, Fira tidak boleh terlihat lemah di depìan bocah sialan yang selalu saja mengganggu hidupnya.

"Kau."

"Jangan membual." Fira berusaha melepaskan tangan Dion dari pinggangnya Dion semakin mengeratkan tangannya di pinggang Fira .

"Lepaskan."

"Tidak. Sebelum kau mau menjadi teman yang sangat dekat denganku."

Fira sudah kehilangan kesabarannya. "Kau, bukan teman yang sangat dekat denganku, kau, hanya rekan kerja, dan akan selalu seperti itu."

Fira meringis merasakan pelukan Dion yang semakin erat di pinggangnya. Tubuhnya merasakan sesuatu yang sangat aneh, ketika tangan Dion terasa sangat panas di permukaan kullitnya.

"Jangan pernah menolak keinginanku?"

"Keinginanku juga tidak bisa di tolak. Kita hanya rekan kerja."

"Kenapa kau sangat keras kepala?" ucap Dion.

"Itulah aku. Sekarang lepaskan tanganmu." ucap Fira kembali memberontak.

"Tenanglah babe. Apa kau mau aku menciummu di sini? di depan Ayahku dan juga temanmu si Alex itu?"

"Kau, bajingan brengsek. Bocah sialan, kurang ajar." umpat Fira.

"Bibirmu seharusnya mengeluarkan kata-kata indah babe, harus di beri pelajaran yang banyak." ucap Dion tersenyum nakal padanya.

"Aw," seru Fira terkejut ketika Dion menarik tubuhnya hingga berdiri.

"Apa yang kau lakukan?" ucap Fira panik.

"Ikut saja denganku babe."

"Lepaskan."

"Ssssst diamlah dan bersikap manis kalau kau tidak mau aku cium di sini seperti waktu terakhir kita bertemu."

Wajah Fira memerah. Seketika, pikirannya kembali saat bocah sialan ini mencium paksa bibirnya, di ruangannya sendiri.

"Lepaskan aku." ucap Fira sekali lagi.

Dion mengabaikan rontaan Fira. Ia terus melangkah menuju mobilnya.

"Masuk." ucap Dion ketika pintu mobilnya sudah terbuka. Fira terduduk di kursi penumpang.

Fira memejamkan matanya. Berusaha menahan rasa sesak yang menghimpit dadanya. "Kau tidak bisa memaksaku seperti ini."

"Aku bisa." ucap Dion datar sembari menyalakan mesin mobilnya.

"Aku tidak mau ikut denganmu." teriak Fira mulai frustasi dengan sikap arogan Dion.

"Ini bukan soal kemauanmu." Dion mulai menjalankan mobilnya menjauh dari hotel.

"Apa yang kau inginkan?"

"Kau."

Fira sudah kehilangan kata-katanya. Dion selalu saja bisa membalas semua ucapannya.

🐄🐄🐄

Helow genks....
Adakah yang nunggu si Dion dan Fira
😁😁😁

Maafkan kesalahan typo, eyd dan sebagainya yach author gaje yang masih amatiran 😁

Luph you pul 😘

IG : Dewie Sofia





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top