Part 10. Fault
Awas typo bertebaran.
Gak akan ngomongin apa-apa.
So,happy reading😀
****
- Salah -
Nadira menyeringai lebar. "Selamat datang. Mantan shabat"
Luna menegang di posisi nya. Lidah nya serasa kelu untuk mengatakan sesuatu.
Glek.
Apa ia tak salah melihat orang yang ada di hadapannya?
Apa dia sahabatku? Sahabat yang sudah bersama-sama saling menjaga dan melindungi. Apa dia sahabat yang selalu menghibur ku dan menjalani suka duka bersama? Apa dia sahabat yang selalu tertawa jika aku melakukan hal konyol? Apa dia sahabat yang selalu menangis jika aku ada masalah? Apa dia..
Aku tidak bisa menahan tangis ku. Semuanya sudah terlambat untuk mencegah nya. Bahkan aku tak bisa menahan air mataku yang sudah susah payah di bendung.
"Lo kaget? Atau cuman pura-pura?" Nadira tertawa sinis lalu ia menyibakkan rambutnya yang sekarang sudah ia potong menjadi sebahu. Wajah nya terlihat pucat dan terlihat lingkaran hitam dibawah mata nya yang nampak kontras dengan kulit putih nya.
"Ra.." Lirihku.
Nadira mendelik lalu membuka lemari nya dan membawa sebuah album berwarna merah jambu. Ia menjatuhkan nya di tempat sampah. Lalu,ia mengambil korek api dan menggesek kan batang korek api itu hingga muncul api berwarna keoren-orenan,setelah itu menjatuhkan nya di tempat sampah yang berisi album.
"Lo tau apa yang gue bakar mantan sahabat?" Nadira melirik ku dengan menekankan kata 'mantan' itu membuat ku terdiam.
Aku diam masih tidak percaya dengan apa yang ku lihat.
"Album" Jawabku pelan.
Album?
Tunggu,Jangan-jangan..
"Oh iya,lo bener banget. Itu album kenangan yang tadinya pingin gue simpan dan gue kenang. But,see gue udah bakar semua nya. Semua tentang kenangan yang indah namun sekarang terasa pahit" Jelasnya sembari tertawa kecil dan membaringkan tubuhnya di kasur.
"Jadi,lo kesini mau apa mantan sahabat?" Lanjut nya kini tak kalah membuat ku geram. Aku memejamkan mataku.
Aku udah muak dengan sikap nya yang kekanak-kanakan. Bahkan dia ngelakuin semua ini tanpa hal yang jelas. Dia cuman melihat bukan mendengar kenyataan. Dia hanya berasumsi bahwa itu semua benar--semua yang di lihat saat itu.
Oh tuhan,kalau dia memang masih ada rasa sama kevin kenapa dia gak bilang? Kenapa dia harus berpura-pura kalau dia sudah melupakan nya,aku tak kan memaksa jika aku masih melihat ada rasa suka di wajahnya. Tapi saat itu--nadira menangisi si playboy itu. Dan aku juga merasa terluka melihat dia menangisi orang yang sia-sia.
"Ra,ini salah. Semua yang elo lakuin ini salah" Ucapku yang membuat si empunya kamar berdiri dan menatapku tajam.
"Elo itu bego tau gak,bego Ra. Astaga,elo ngelakuin hal bodoh yang nyakitin diri lo sendiri tau gak? Asal lo tau ya,kevin cuman ngebantu gue dan awalnya gue emang gak ngizinin itu anak untuk ngebantuin gue tap--" Kataku dengan nada kesal.
"Tapi akhirnya lo dengan senang hati menerima nya,iya kan?" Nadira memotong omong nya.
"Bukan itu Ra,lo kenapa jadi kayak anak kecil gini sih? Kurang obat ya lo?"
"Ra,ini tuh cuman kesalahpahaman doang dan gak lebih. Lo tau kan kalau gue benci banget sama itu satu playboy dan gue akan pernah suka sama DIA" Lanjutku dengan nada tajam.
Nadira menyeringai lebar yang membuatku bergidik ngeri. "Oh ya? Lo gak akan suka kan sama kevin? Oke, lihat aja. Waktu yang akan jawab semuanya. Dan lo gak akan bisa nyangkal hal itu. Karena dulu gue juga pernah gak suka sama kevin tapi apa? Gue malah tergila-gila sama dia"
Seketika itu juga,luna merutuki dirinya yang berkata seperti itu. Ia takut jika apa yang dikatakan nya malah sebaliknya.
***
Ia membuka matanya perlahan saat ketiga orang itu telah pergi dari kamarnya. Jam menunjukkan pukul setengah 3. Nadira bangkit perlahan,setelah dirasa ia tidak pusing lagi--ia berjalan mendekati cermin yang berada di sebelah kiri ranjang nya.
Nadira menatap wajah nya di cermin dengan tatapan kosong. Rambut panjang yang acak-acakan,mata yang sembab,lingkaran hitam terlihat jelas di bawah kelopak matanya dan wajah yang pucat.
"Apa gue semenyedihkan ini?" Gumamnya.
Perlahan,ia mengambil gunting hitam itu--dan menatapnya.
Ia menatap kembali wajah nya di cermin. Ia mempunyai mata besar dengan bulu lentik yang menghiasi matanya,alis hitam yang hampir mendekati sempurna,hidung yang agak mancung,bibir mungil yang merah,rambut panjang yang hitam dan kulit yang putih. Bukankah ini kelewat sempurna?
Nadira tertawa sinis. Tentu para pria ingin yang lebih dari semua ini,ia ingin mendapatkan wanita yang mempunyai hati yang baik. Tapi,ia tidak mempunyai sifat seperti itu,melainkan sebaliknya. Ia egois.
Ia dilahirkan di keluarga yang berkecukupan. Ayahnya seorang pengusaha restoran yang sudah mempunyai banyak cabang di kota-kota besar. Ibunya bergabung dengan yayasan sosial,namun saat melihat dirinya mengurung diri di kamar saat kelulusan SMP karena sedih saat pengumuman kelulusan nya orang tuanya sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Ibunya menjadi merasa bersalah dan hingga sekarang ibunya tidak aktif lagi di yayasan sosial,sekarang malah ibunya menjadi ibu yang sibuk di dapur dan selalu membuatkan makanan yang di sukanya.
Menurut nya semua itu tidak cukup,ia ingin satu hal lagi. Ia ingin KEVIN kembali menjadi miliknya--seutuhnya.
Nadira tersenyum getir lantas mengarahkan ujung gunting itu ke rambut panjang yang selalu di puja oleh semua orang. Perlahan tapi pasti ia mulai menggerakkan gunting itu dan membuat beberapa helai rambut nya terjatuh begitu juga air matanya yang menetes. Setiap gunting itu di gerakkan yang membuat helaian rambut itu terjatuh begitu juga dengan air matanya yang tak henti-hentinya mengalir deras--semakin deras.
Dan setelah potongan terakhir Nadira semakin histeris. Ia menangis keras hingga jam menunjukkan pukul setengah 4--air matanya tidak keluar namun jeritan histeris masih ia lakukan.
Nadira berdiri dan menatap wajahnya ke cermin. Sekarang ia mempunyai rambut yang panjang nya hanya sebahu. Ia sudah membunuh Nadira yang dulu. Sekarang yang di hadapannya adalah Nadira yang berbeda.
Setelah itu ia berjalan menuju lemari dan mengambil sebuah buku album yang berwarna merah jambu. Dan menaruhnya di atas ranjang. Dengan tangan bergetar juga tatapan mata yang tajam ia membuka halaman album itu yang menampakkan sebuah foto dirinya dengan Luna sedang tersenyum di bawah sunset di Bali saat liburan semester.
Pegangan Nadira makin lemah saat melihat kenangan termanis nya saat bersama Luna. Ia membuka halaman demi halaman yang selalu menampakkan foto dirinya dengan Luna.
Nadira membanting album itu. "Sekarang gue benci lo LUNA!!!"
Fakta nya sekarang,nadira tidak bisa mengubah jalan pikirannya. Ia tetap akan membenci sahabat nya yang sekarang sudah berganti menjadi 'MANTAN' sahabat.
Nadira menangis dalam diam.
***
Luna diam di tempat duduknya. Ia sama sekali tak bersemangat untuk melakukan apapun. Pikiran nya seolah terbang jauh--disini hanya ada raganya bukan nyawa nya.
"Lun,si Rara kok ga masuk?" Adina berjalan menuju tempat duduk nya yang memang kosong. Adina adalah sekertaris kelas nya yang sering menyebut Nadira dengan sebutan 'Rara' katanya sih simpel dan gak usah panjang-panjang manggil nya.
"Sakit" ucapku pelan.
"Hah,hah lu ngomong apa?"
"Sakit,dia sakit" jawabku yang mulai kesal.
Adina hanya manggut-manggut.
"Oiya,lu kenapa sih? Galau ya,ciee..galau"
Luna mendengus. "Apaan sih,udah lu sono pergi-pergi ganggu gue tidur tau gak"
"Yee,orang mah istirahat ke kantin,lu malah tidur. Gak asik ah lu!"
"Lu pikir gue badut?"
Adina nyengir kuda. "Selow. Canda doang ya ampun"
Luna memutar bola matanya. "Gue lagi males bercanda"
"Oke,oke. Gue mah ngerti yang lagi jones mah. Sahabat nya kaga masuk aja sedihnya minta ampun,gimana lu di tinggal pacar lu coba? Mungkin lu bakal ngamuk dan nyantet pacar lu. Ahaha..." Adina tertawa seraya keluar bersama teman-temannya.
Luna mendengus kesal lalu menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya.
Tetapi,itu untuk menyembunyikan kesedihannya. Kesedihan yang sama sekali ia tidak mengerti. Ia rindu Nadira. Rindu segala hal tentang semua kenangan mereka.
"Nih,makan ntar lo sakit lagi. Siapa yang repot?" Luna menegang mendengar suara itu. Ia menengadah menatap sosok tegap dengan bau parfum yang khas--mint.
Dirga.
Ia membawa dua mangkuk siomay dan air mineral kemasan. Luna tersenyum tipis lalu mengambil nya. "Thanks dir"
Dirga tersenyum manis. "Sama-sama"
"Hm.."
"Oh iya,si Dira mana?"
Kunyahan siomay di mulutku terhenti. Aku menatap wajah Dirga dengan takut-takut. "Umm,dia sa--sakit" jawabku.
Dirga menyipit menatapku. "Apa lo nyembunyiin sesuatu?"
Aku menggeleng panik. "Ah,engaak,gak.."
"Bohong" Dengusnya sambil meminum air mineral.
Aku masih takut untuk menceritakan kegilaan ini. Nadira nya telah berubah hanya karena melihat sesuatu yang belum tentu benar. Dan sekarang di hadapannya ada seorang pria yang selalu menempati posisi di hatinya,meski dulu ia terluka karena tak bisa memiliki nya,namun sekarang ia datang dengan suka rela--Dirga datang dengan senyuman kepadaku bukan tatapan benci.
"Dirga,dira...salah paham" Lirihku pelan. Bulir bening jatuh tanpa diminta.
Setelah itu,aku menceritakan semuanya tentang kemarin. Tentang Nadira yang tiba-tiba pingsan di tengah-tengah guyuran hujan,dan tentang kesalahpahaman nya padaku.
Tangan Dirga terulur untuk menggapai ku dan membawanya ke dalam pelukannya. Tubuhku menegang namun disisi lain aku senang mendapatkan pelukan dan perhatian yang dulu aku damba dari seorang Dirga Aksa Prayoga.
***
"Pulang sama gue ya" Ajak Dirga.
Aku menggeleng pelan. "Dir,gue mau ke perpus dulu. Gak tau gue dipanggil sama Bu Ivana"
"Yaudah,gue pulang dulu ya" Dirga tersenyum sambil mengacak-acak rambutku dengan pelan. Bibirku mengerucut kesal. "Ih,kenapa sih lo suka banget ngacak-ngacak rambut gue?"
Dirga hanya mengedikan bahunya. "Mungkin karena gue suka lo"
Aku terdiam,rasanya pipiku memanas mendengarnya. Perkataan tadi membuatku semakin gelisah. "Mungkin karena gue suka lo"
Sedangkan Dirga tercengang dengan apa yang dia katakan. Jantungnya berdegup kencang dua kali lipat. Wajah nya memerah dan ia mencoba untuk menetralkan degup jantungnya dan suasana ini. "Dah,oke gue balik"
Luna melambaikan tangannya dan tersenyum gugup. "Dah"
***
Setelah selesai dengan urusannya dengan Bu Ivana. Luna memutuskan untuk pergi ke rumah Kevin untuk mengambil ponselnya. Mungkin aja,dia yang menaruh ponselnya. Tadinya Luna ingin menanyakan hal ini kepada Kevin di sekolah,namun niat nya di urungkan saat melihat Kevin yang sedang bergabung dengan teman-teman nya juga dengan pacar barunya--kennia.
"Berhenti pak" Luna menatap Argo taksi yang di tumpangi nya. Ia mengeluarkan selembaran uang 20 ribu. Lalu,ia turun tepat di depan rumah Kevin yang bercat putih dengan gaya american style. Terlihat lantai kayu jati yang menjadi teras depan rumah nya.
Luna mengetahui rumah Kevin karena menanyakan hal ini sebelumya dengan Arfa tempo hari.
"Iya mba,ada yang bisa saya bantu?" Satpam rumah itu menyapa ku dengan ramah.
Aku tersenyum. "Ada kevin nya?"
"Oh den kevin toh,ada mba di kamarnya paling. Soalnya dia juga baru pulang"
"Makasih ya pak" Luna berpamitan kepada satpam itu untuk masuk ke dalam.
***
Author pov
"Gue pengen lo bantu gue" Arfa tersenyum canggung karena terkejut dengan perubahan pada Nadira.
"Bantu apa,Nad?"
Nadira menyeringai. "Gue mau,lo jadi pacar gue"
Arfa terdiam. Ia mencoba mencerna perkataan yang diucapkan Nadira padanya. "Tapi--"
"Lo pengen bantu gue apa enggak?"
Arfa tersenyum kecut. "Oke gue mau"
"Bagus. Besok gue pengen makan bareng lo,but ajak juga teman-teman lo"
"Tapi besok,kita mau tanding futsal sama sekolah lain"
"Itu kan bisa di cancel. Susah amet" Dengus Nadira sambil menyeruput green tea macha kesukaan nya.
"Nad,gue sih gak masalah. Tapi yang lain,mereka mana mau"
"Ya,lo tinggal bujuk mereka. Easy kan?"
"Gak semudah apa yang lo ucap nad,mereka udah nunggu-nunggu hari besok"
Nadira mendengus kesal. "Oke,kalo gitu besok gue pengen ikut liat pacar gue tanding" Sudut bibir Arfa terakangkat. Arfa tak menyangka bisa memiliki wanita yang ada di hadapannya.
Nadira tidak tahu,kalau dari dulu Arfa sudah menyukai nya secara diam-diam.
***
Astaghfirullah.
Luna menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ini memalukan. Sungguh!
Kevin tercengang melihat kehadiran Luna yang secara tiba-tiba. Dia sih tak masalah jika kehadiran wanita itu ke rumahnya. Namun,sekarang kondisi nya sedang awkward banget.
"Lo ngapain ke rumah gue?" Tanya Kevin yang sedang mencari-cari bajunya karena sekarang ia sedang bertelanjang dada. Ia habis mandi dan tiba-tiba mendapati wanita konyol di depan nya.
"Itu,umm--gue mau ke rumah lo mau ngambil hp gue di elo"
"Oh,terus lo kenapa tiba-tiba masuk ke kamar gue. Ngetuk pintu dulu kek,atau gak ngucapin salam. Gue hampir kena serangan jantung tau" Ucap kevin mendramatisir.
"Lebay lo,gue udah ketuk pintu berapa kali--tapi gak ada yang nyahut"
Kevin hanya tersenyum simpul. "Udah,buka tangan lo. Gue udah pake baju. Biasanya pacar-pacar gue kalo ngeliat gue gak pake baju kejer-kejer terus meluk-meluk gue gitu. Lah elo? Malah malu-malu kek tai"
Luna mendengus. "Tapi sayangnya,gue bukan bitch nya elo"
"Mana HP gue?" Todong Luna.
"Gak tau gue nyimpen dimana" Acuh Kevin.
"Ini gak lucu kev,mana HP gue?"
"Gue bilang kan gak tau. Ngeyel banget sih lo"
Luna sudah ingin berteriak emosi dan berniat akan mencincang-cincang daging si Kevin. Namun niat nya di urungkan saat melihat kedatangan seseorang yang sudah ada di ambang pintu kamar Kevin.
"Nathan" Seru Kevin.
Pria yang sedang berdiri itu hanya mengangguk dan mengulas senyum manis dengan singkat membuat Luna terpana. Pria itu tidak berkulit putih seperti Kevin tetapi pria itu mempunyai kulit yang sedikit cokelat,dan postur tubuhnya sangat tinggi. "Oh,lo kedatangan tamu?"
Luna menatap nya canggung. Ia terdiam seperti orang bodoh.
"Tau,dia datang dari mana. Oiya,lu tadi minta tanda tangan gue ya fans?" Kevin menoleh pada Luna. Sedangkan Luna hanya menatap nya dengan tatapan horror.
Nathan tersenyum simpul lalu meletakkan bola berwarna oranye itu di lantai. Dan Luna menyadari bahwa pria di hadapannya adalah seorang atlet basket,atau hanya sekedar hobi belaka?
"Lu tadi baru latihan?"
Nathan menggeleng. "Tim gue menang. Dan tim gue mau berlatih untuk tingkat nasional yang lebih tinggi"
"Kita berangkat?" Tanya Nathan.
Kevin melirik Luna. Luna hanya menaikan alisnya dengan raut wajah bingung. "Besok gue cari. Lu boleh pulang"
Luna hanya terdiam lalu mengangguk pelan.
"Oke. Gue balik,dan lo jangan lupa" Ancam Luna.
Kevin nyengir kuda. "Bawel"
Luna hanya mendelik.
***
Nathan merangkul saudaranya itu dengan mengulum senyum. "Tadi itu cewe lu?"
"Bukan"
Nathan langsung tersenyum lebih lebar. "Buat gue ya?"
Kevin mendesis. Dan Nathan hanya cengengesan sambil tetap menyetir mobil.
"Nyetir aja,gak usah banyak gaya" Cibir Kevin.
"Mami lu tadi pesen ke gue nyuruh lu check up"
Kevin hanya diam memandang lurus jalan lewat kaca mobil. "Gue tau"
"Kata mami lu,lu sekarang sering bolos check up. Lu kan tau,lu sering sakit-sakitan--tapi lu nya aja sok-sokan sehat. Gonta-ganti pacar padahal lu--"
"Nath.." Geram Kevin.
Nathan menatap Kevin dengan wajah serius. "Meski,mami lu awalnya gak nerima lu di dunia ini. Tapi Kev,mami lu tuh sebenarnya sayang sama lu. Apalagi dengan keadaan lu yang sering sakit-sakitan"
Kevin mendengus. "Gue masih sehat. Dia nya aja sok-sokan peduli sama gue"
"Lu tau kan,lu pernah tipes terus lu demam kaga sembuh-sembuh"
Nathan membelokkan mobilnya ke klinik yang tidak terlalu besar. "Tu--" Kevin langsung turun dari mobil dengan wajah datar.
Nathan hanya menggeleng pelan.
"Lu berhenti ngerokok kan?"
Kevin terdiam. Dan Nathan sudah tau artinya.
Sepupu nya itu memang gila.
***
Tbc
Sekarang udah mulai kelihatan konflik nya meski cuman hal sepele. Tapi,si Dira udah mulai melancarkan aksinya bukan? Dan well,tentang si Kevin dan Nathan sepupu nya yang tiba-tiba masih tanda-tanya ya? Oke,selow weh.
Part selanjutnya. Tentang masa lalu Kevin.
See you,
20 November 2016
Veragartika
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top