Bab 9
Aku menggeliatkan tubuh, terbangun dari tidur. Melirik pada seseorang yang tengah tidur melingkar di kursi rotan dengan selimut yang nyaris jatuh.
Wajahnya tenang melenyapkan sosok yang begitu rapuh semalam. Dia tidak banyak bicara semalam. Hanya terdiam, linglung bersandar di bahuku. Sampai dia tertidur, nyaris saat subuh.
Bibirku tersenyum tipis, turun dari tempat tidur menghampirinya. Entah, tanganku terulur begitu saja menyentuh wajahnya. Sesaat aku merasa ada hal asing menelusup di dalam diriku. Perasaan asing yang membuat bibirku melengkung tersenyum samar.
"Aku luluh, Darren. Dalam waktu singkat dan dengan begitu mudah. Kamu ini siapa, hm?" lirihku.
Gerakan kecilnya membuat tanganku menjauh seketika. Aku menghela napas singkat. Rasanya tidak ingin mengganggu lelapnya. Sekali lagi aku tersenyum, rasanya aku sudah lama tidak merasakan hal ini. Langkahku berjingkat pelan menuju ke dapur minimalisku. Secangkir teh hangat mungkin akan baik untuk mengawali paginya.
Aku meletakkan cangkir teh panas di meja dekat dia melingkar pulas. Kemudian memutuskan untuk mandi sebelum aku keluar mencari sarapan. Untung saja dia datang di akhir pekan.
"Hai, pagi, Darren," sapaku tersenyum lebar ketika keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit kepala, mendapati Darren duduk terpekur begitu kusut. Sedikit mengernyit karena silau matahari menelusup lewat celah jendela kamar.
"Hai, aku di rumah kamu ya? Maaf, ya," katanya lirih beralih menatapku. Ada sebentuk senyum yang dia paksakan untukku.
"Nggak apa-apa. Yang penting kamu baik sekarang," sahutku menghampirinya. Duduk di sampingnya. Sejenak dia mengernyit, menatapku seakan ini adalah hal aneh.
"Nad, mengenai semalam,"
"Kenapa?"
"Lupain aja."
"Apanya?" tanyaku kali ini berganti aku yang mengernyit.
"Soal kamu bilang sayang. Lupain aja. Aku nggak apa-apa kalau kamu nggak sayang sama aku. Nggak usah dipaksain."
"Jadi kita putus sekarang?" tanyaku tercekat.
Ada hal yang tidak biasa. Bukan lagi sesak. Tapi sakit yang sudah lama tidak kurasakan. Di saat aku ingin memulai perasaanku untuknya, dia malah ingin mengakhiri. Kekonyolan yang sangat tidak beralasan. Atau memang ini yang Darren harapkan? Ini tujuan Darren mendekatiku? Hanya untuk menghempaskanku, mengingatkanku bagaimana sakit itu.
"Aku cuma nggak mau kamu luluh sama aku karena cuma rasa kasihan aja," katanya tersenyum getir.
"Darren,"
Dia mengembuskan napas beratnya. Tidak ada yang bisa kukatakan. Aku tidak memiliki alasan yang kuat. Sementara aku hanya sedang mencoba membuka hati. Perasaanku belum sekuat itu.
Aku tersenyum tipis, meraih tangannya. Mengerjabkan mata agar dia tidak tahu kalau mataku berkaca-kaca ketika aku menatapnya.
"Huhft, padahal aku berharap kamu bakal nangis-nangis bikin aku yakin kalau kamu beneran sayang. Reaksi kamu segitu doang," dengusnya membuang wajah.
"Ish! Darren! Ini nggak lucu!" pekikku tertahan, menepak lengannya.
Dia menyebalkan pagi ini. Tapi dalam dian aku tersenyum, dia sudah kembali baik. Tidak lama, tepakanku membuatnya tertawa hingga kedua matanya tertutup menyisakan garis.
"Aku becanda. Makasih ya, Nad. Aku akan ingat terus janji kamu, pacar aku, si kesayangan," katanya sungguh-sungguh dengan senyum lebarnya. Dia merentangkan tangannya, meraih tubuh dalam dekapannya.
"Tapi bisa kan nggak peluk-peluk saya?"
Dia terdiam, menyurutkan senyumnya. Tatapannya jatuh menatapku. Sesaat aku menahan napas. Wajahnya mendadak serius, lengkap dengan tatapannya.
"Enggak!" katanya tertawa puas melihatku pias.
"Kamu nyebelin!"
"Nanti akan berubah jadi ngangenin. Cuma butuh waktu aja," sahutnya penuh percaya diri.
"Kamu nggak pulang?"
"Ngusir pacar?" tanyanya sambil menaikkan alisnya sebelah.
Aku terdiam. Dia selalu bisa membalas kata-kataku. Dulu aku yang selalu membuat cowok-cowok bungkam. Duh, Nada kena batunya sekarang.
"Terus? Kapan kamu mau pulang?"
"Enggak mau. Aku betah di sini."
"Darren!"
"Nanti lah, Nad. Ya, ya," rayunya kemudian melepaskan dekapannya padaku, beranjak meninggalkanku sambil merenggangkan tubuhnya.
"Kamu mau kemana?" tanyaku waspada.
"Tidur lagi. Kasur kamu manggil-manggil dari tadi. Sayang, makasih, tehnya aku suka," katanya mengerling dengan senyumnya.
Ah! Aku mengatupkan rahang melihat dia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidurku, telungkup. Sebelum kemudian bergerak meringkuk mencari titik ternyamannya.
"Darren, nanti orangtuamu nyariin!"
"Sebentar aja, Nad. Aku pengen istirahat sebentar. Di sini aku tenang. Lebih tenang lagi kalau kamu ikut gabung, sini aku peluk," ucapnya menggulingkan tubuhnya hingga telentang.
"Ish! Ya udah, tidur lagi aja. Aku mau keluar cari sarapan."
"Hm, jangan lama-lama!"
Dia kembali memejamkan matanya. Aku bergegas keluar sambil menyambar ponselku. Sepertinya aku harus menelpon Kania. Agar dia tahu kalau sepupunya sedikit kurang waras berada di rumahku.
"Darren di rumahku sekarang. Aku nggak tahu kenapa, dia dateng tengah malam," cerocosku begitu telpon tersambung, sambil menunggu ketoprak pesananku jadi.
"Darren? Tengah malam? Nggak biasanya. Aku belum dengar kabar dari Om Gustaf. Biasanya kalau lagi ada masalah, pagi-pagi Om Gustaf datang ke rumah," jawab Kania. Ayahnya Darren katanya biasa ke rumah untuk bicara dengan kakak perempuannya, ibu dari Kania.
"Serius, Kania. Dia kayak orang stres gitu. Aku lihatnya dia frustrasi, kesepian terus,"
"Jadi ceritanya kamu udah luluh nih? Aku ikut senang. Banget malah."
"Kania! Bukan waktunya becanda!" dengusku memberengut. Aku mendengar kekehan khas dirinya.
"Ya nggak apa-apa, Nad. Jangan dibawa tegang pagi-pagi. Nggak bagus. Ah, Om Gustaf kayaknya datang. Aku baru dengar suaranya. Nanti aku kabarin soal Darren kalau emang ada masalah. Tapi kayaknya ada deh, serius. Ada Tante Miranda soalnya, nyokapnya Darren. Bye, Nada."
Masalah serius? Keningku mengernyit. Sebelum kemudian abang ketoprak memecahkan lamunanku dengan dua bungkus ketoprak milikku. Sesaat aku hanya bisa menggigit bibir ketika aku mengingat kalimat Darren bernada merintih.
"Mereka enggak peduli. Tapi kamu iya kan, Nad. Kamu peduli sama aku kan?"
"Kali ini aku peduli, Ren," lirihku menghela napas.
***
Tbc
10 Agustus 2019
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top