CHAP. 20 : Gatot!

Begitu sampai di vila, Remy tidak melepaskan gandengan tangannya padaku. Kami berjalan menuju kamar. Bagai orang yang tak sabaran, Remy langsung mengunci pintu dari dalam, ia menghampiriku yang masih berdiri tak jauh dari ranjang.

Kembali, Remy melahap bibirku dengan antusias. Mencecapnya, atas-bawah, hangat dan lembut. Aku membalasnya. Rasa bibir Remy manis. Ia semakin menarik tubuhku, tidak ada jarak di antara kami.

Aku memaksa melepaskan diri darinya. Ia membuka matanya, bertanya, "kenapa?"

"Kacanya belum ditutup," Aku menjawab. Kamar kami dikelilingi oleh kaca. Sebenarnya, vila ini dikelilingi kaca jendela yang besar-besar. Model modern minimalis, kurasa.

Remy segera menarik gorden besar yang menutupi kaca-kaca itu. Ia kembali padaku, lalu menarik tubuhku hingga menempel padanya. Bibirnya kembali menyentuh bibirku, semakin dalam. Jari jemarinya menelusup ke dalam helaian rambutku, membuat bulu kudukku berdiri.

Aku merasakan tangan kirinya mengusap lembut leherku hingga turun ke payudaraku. Ia berhenti di sana, tidak lama kemudian, aku merasakan remasan lembut. Aku merasakan gelenyar aneh. Belum pernah pria manapun menyentuhku seintim ini. Ini benar-benar pengalaman pertamaku.

Remy melepaskan tautan bibirnya, lalu bibirnya menyentuh telingaku, embusan napasnya sangat terasa. Aku semakin tak tahan dengan sensasinya. Mataku terpejam. Aku biarkan ia menjelajahi tubuhku dengan bibirnya. Lalu begitu turun ke leher, ada jejak basah yang ia tinggalkan. Hingga lenguhan keluar dari bibirku.

"Hoeekk!" Damn! Aku muntah di dadanya.

"Shit, Olga!" Ia mengumpat.

Aku berlari ke kamar mandi dan meneruskan mengeluarkan isi perutku. Tak lama, Remy datang menghampiriku yang masih muntah di wastafel. Ia memijat leher belakangku.

Aku rasa seluruh isi perutku sudah keluar semua. Aku membasuh wajahku dan mulutku. Lalu melihat ke arah Remy.

"Maaf," ujarku.

"Kamu ganti baju dulu, aku mandi di kamar sebelah saja. Nanti aku suruh Mbak Raras bawa teh hangat buat kamu!" Ia keluar dari kamar mandi. Akupun bergegas membersihkan diri.

Setelah selesai membersihkan diri, aku mengeringkan rambutku dengan cepat. Karena, aku sudah merasa tubuhku tidak enak. Rasanya dingin sekali. Karena tidak kuat lagi, aku meletakkan hair dryer dan bergegas ke ranjang. Menyelimuti diriku sepenuhnya.

"Non, Olga? Ini teh hangatnya. Non? Non, demam?" Mbak Raras menyentuh keningku. Tubuhku menggigil, aku sudah tidak sanggup lagi bicara.

"Kenapa, Mbak?" itu suara Remy.

"Non, Olga demam, Mas. Saya hubungi dokter Anton, ya?" Mbak Raras meminta ijin.

"Ya, telepon sekarang saja!"

Aku dengar, sepertinya Mbak Raras keluar dari kamar.

"Olga, minum dulu tehnya!"

Remy membantuku duduk dan aku meminum teh hangat tersebut. Aku langsung berbaring lagi.

"Kamu belum makan dari sore?" Remy bertanya.

Aku hanya mengangguk. Ia melepaskan selimut yang membungkus tubuhku. Aku menoleh padanya, tapi tidak berdaya untuk protes.

"Jangan diselimuti. AC-nya akan aku matikan, nanti Dokter Anton datang buat periksa kamu," Remy menjelaskan.

Aku hanya bisa menurut dan kembali terpejam.

***

Aku membuka mataku, badanku remuk rasanya. Saat menelusuri seisi kamar, aku melihatnya sedang duduk di sofa, pandangannya fokus ke laptop. Sepertinya ia sedang mengerjakan sesuatu.

"Sudah enakan? Mau makan?" tanya Remy beruntun.

Aku hanya menggeleng lemah.

"Bangun dulu, ya? Kamu belum makan. Ini udah siang," Remy tampak khawatir.

Aku mengangguk lemah. Ia bangkit dan keluar kamar. Aku masih tetap terpejam.

Beberapa lama kemudian, ia kembali membawa nampan berisi makanan dan air teh. Aku memaksa tubuhku untuk bangun dan duduk bersandar pada kepala ranjang.

Ia duduk di sisiku, menyuapiku bubur buatan Mbak Raras.

Semalam, setelah diperiksa Dokter Anton, aku langsung meminum obat yang diberikannya. Setelahnya, aku sudah tidak ingat apa-apa lagi.

"Tadi pagi Gian ke sini," ucapnya.

Aku hanya diam, tapi memberikan tatapan bertanya.

"Dia pamit, hari ini dia balik ke Jakarta. Dia hanya titip salam aja buat kamu, cepat sehat, katanya," jelasnya.

Aku sama sekali tidak merespon lagi. Aku memberi kode padanya, aku sudah kenyang. Lalu, Remy menyiapkan obat semalam dan aku segera meminumnya. Remy membereskan peralatan bekas aku makan.

"Aku mau balik ke Jakarta aja," ucapku pelan.

Remy berhenti.

"Kenapa? Kamu enggak suka di sini?" tanyanya.

"Aku di sini sakit, percuma, enggak bisa nikmatin pantainya lagi!" jawabku.

"Ya, lebih baik kita pulang aja. Aku juga sengsara, semalam gagal malam pertama," ucapnya.

"Kamu!" Aku melempar bantal ke arahnya dengan lemah.

"Semalam, aku juga sakit kepala, lagi on fire, kamu malah muntah di tubuh aku. Gagal total semalam!" Remy berkata dengan wajah kesal.

"Yang minum alkohol siapa, yang muntah siapa!" gerutunya.

Akupun tertawa, walau ingin sekali rasanya berkomentar, tetapi kondisiku masih lemah. Hanya bisa tertawa.

"But, you're a good kisser. Yeah, not bad lah!" ucapnya lalu.

Aku memutar bola mataku dengan malas.

He's a good kisser, too!

Namun, pujian itu tidak aku lontarkan, tentu saja ia akan besar kepala.

*Remy, ketika malam pertama sudah di depan mata, tapi ternyata zonkkk.

*Olga, menertawakan Remy yang udah on fire tapi lemes lagi 😬.

Hayoo, siapa yang ngarep mereka nananinu kemaren??

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top