CHAP. 17 : Rencana Honeymoon
Pukul 17.00, saat aku sedang di ruang keluarga, menonton televisi bersama Biscuit, aku mendengar suara gaduh di depan. Aku ke depan untuk mengetahui ada apa?
Ternyata, Pak Amir sedang berjalan menuntun Remy yang wajahnya terlihat sangat kesakitan dan pucat seraya memegang perutnya.
"Kenapa, Pak?" tanyaku pada Pak Amir.
"Asam lambung Bapak naik, Non. Hari ini, Bapak enggak makan siang, sibuk ngurusin kerjaan aja," jelas Pak Amir.
Remy diam saja, wajahnya meringis kesakitan dan pucat. Aku mengikuti mereka di belakang hingga sampai kamar.
Dengan perlahan, Remy direbahkan di ranjang.
Pak Amir pamit.
Aku melepaskan sepatu dan kaos kakinya, lalu membuka ikat pinggangnya, agar ia tidak merasa sesak di bagian perutnya.
"Kamu ada obatnya?" tanyaku.
Ia mengangguk lemah.
"Di mana? Ayo, diminum dulu," Aku.
"Aku udah minum tadi," lirihnya begitu pelan seraya meringis.
Aku menyelimuti tubuhnya yang meringkuk, seraya memeluk perutnya. Ia tak lagi bicara apapun. Aku duduk di sofa menunggunya hingga ia bangun.
Ketika waktunya makan malam, Mbak Tini mengetuk pintu kamar dan masuk diikuti Biscuit di bawahnya, ia berlari masuk menghampiriku.
Mbak Tini menawarkanku untuk makan malam, tetapi aku lebih memilih menunggu Remy bangun.
***
"Olga..." panggil Remy yang baru bangun. Kedua matanya belum sepenuhnya terbuka.
"Kenapa? Kamu mau apa?" Aku segera menghampirinya.
"Minum ... hangat," ucapnya pelan.
Aku segera ke bawah, menuju dapur.
"Kenapa Non? Mau makan?" Mbak Tini.
"Enggak. Remy mau minum air hangat," Aku mengambil gelas dan mengambil air hangat di dispenser.
"Bukannya pake intercom aja, Non. Biar saya yang anter ke atas," Mbak Tini.
"Lupa." Aku cengengesan aja melihat Mbak Tini.
Setelah gelas terisi, aku ke kamar lagi. Memberikan airnya pada Remy.
Di atas ranjang, Biscuit sedang rebahan dengan nyamannya di samping Remy.
Remy meraih gelasnya dan meminumnya.
"Kamu mau mandi sekarang? Aku siapin," tawarku.
Ia meletakkan gelasnya di atas nakas sebelahnya.
"Iya, aku mau mandi."
"Air hangat, ya?"
"Enggak usah, kamu istirahat aja. Aku bisa siapin sendiri." Ia bangkit, melepas kemejanya.
"Aku baik-baik aja, kenapa jadi nyuruh aku istirahat?" Aku mendelik ke arahnya dan masuk ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat.
Ia masuk ke kamar mandi, saat aku akan keluar. Namun, ia menghalangiku begitu saat di dekat pintu.
"Olga, maafin aku soal ciuman kemarin. Aku-"
"Ngapain bahas itu lagi? Kamu bikin aku malu, karena sempat berpikir kalau kamu ada rasa sama aku. Tapi, ternyata itu semua kesalahan," Aku langsung memotong perkataannya.
"Enggak! Bukan itu maksud aku! Itu bukan kesalahan!" Remy.
"Kamu enggak perlu meralat ucapan kamu, aku sadar diri, kok!" Aku mendorong sedikit tubuhnya, agar menyingkir dari hadapanku. Aku harus keluar dari sini.
Tiba-tiba ia malah memegang kedua bahuku dan mendorong hingga bersandar di tembok kamar mandi.
Ia menciumku ... lagi.
Kali ini dengan tergesa, sedikit kasar. Aku mencoba melepaskan diri dari kungkungannya, tetapi ia semakin kencang mencengkram kedua bahuku.
Pagutannya semakin dalam, napasku sesak. Ia melepaskan pagutannya. Tatapannya menusukku.
Masih dengan napas tersengal, ia berkata, "yang ini bukan kesalahan, yang kemarin juga saya pastikan bukan kesalahan."
Kembali pagutan itu menyentuh bibirku. Kali ini lembut, penuh perasaan, tangannya tidak lagi mencengkram bahuku. Kini berpindah jemarinya masuk ke sela-sela rambutku. Kepalaku ditahan olehnya, agar ciumannya semakin dalam. Aku membalas pagutannya dengan sama lembutnya.
Tanpa sadar, tangankupun melingkari lehernya.
***
Sudah dua hari berlalu sejak ciuman ke-dua itu terjadi. Remy tidak mengatakan apapun lagi, begitu juga denganku. Aku bingung.
Apa yang harus aku tanyakan padanya?
Jika aku bertanya, seakan aku ingin menegaskan sesuatu.
Jujur saja, perasaanku penuh tanda tanya.
"Non, ada ibu sama bapak!" Mbak Tini datang memberitahuku.
Aku sedang berada di kolam renang, menikmati sore ini. Ditemani Biscuit yang anteng duduk di pangkuanku.
Aku beranjak dan membiarkan Biscuit turun dan ia berjalan mengikuti masuk ke dalam.
"Halo, Olga. Sehat kalian?" Mama memelukku.
"Alhamdulillah, sehat, ma. Mama-papa sehat?" Aku kini mencium tangan papa.
Kami sedang duduk bersama di ruang keluarga. Mbak Tini sudah menyajikan minuman untuk mama dan papa.
"Kamu siap-siap, gih, Olga! Kita makan malam bareng. Udah lama kita enggak makan malam bareng," Mama.
"Mas Remy belum pulang," Aku.
"Papa tadi udah telepon, dia kan menyusul kita langsung dari kantor," Papa.
Aku menurut dan naik ke atas. Bersiap-siap berdandan dengan cantik untuk acara makan malam bersama keluarga.
Pukul 18.00 kami menuju restoran yang tepat berada di sebuah hotel bintang lima, yang sudah direservasi oleh papa dan mama.
Seraya menunggu Remy datang, kami mengobrol ringan.
Aku menikmati momen ini, melihat papa dan mama tertawa bersama begini, membuatku iri.
Seandainya aku memiliki orangtua seperti mereka.
Seandainya aku memiliki pasangan yang akan selalu bersama sampai tua.
Seandainya saja ...
"Maaf, lama," itu suara Remy.
Kami menoleh ke arah suaranya, dan begitu terkejut Remy datang bersama Jessica ke acara makan malam keluarga kami.
"Loh?! Jessica?" Mama.
"Halo, mama, papa. Apa kabar?" Jessica menyapa mereka dengan senyum tiga jarinya.
Setelah cipika-cipiki dengan mama, cium tangan papa, Jessica bicara begitu akrab dengan mereka.
"Jes, maaf ya, bukan maksud kami mengusir. Tapi, ini acara makan keluarga kami dan ingin membicarakan soal honeymoon mereka yang tertunda," papa.
"Oh, jadi, mereka belum honeymoon? Baiklah, papa-mama, Jessica pamit dulu ya. Lagipula, Jessica juga mau bertemu teman juga," Jessica.
Ia sempat tersenyum dan berpamitan padaku. Namun, aku hanya membalas biasa saja.
"Kenapa kamu bisa bareng sama Jessica?" tanya Mama.
"Dia tadi datang ke kantor, jadi dia sebenarnya nebeng sama Remy," jelas Remy.
"Kan, bisa pesan taksi online? Kenapa harus sama kamu? Kamu harusnya bisa nolak, dong, Rem!" Mama.
"Remy sudah menawarkan taksi, tapi dia bersikeras mau ikut Remy saja."
"Kamu harusnya bisa lebih tegas, Rem. Kamu sudah punya istri. Apalagi ini acara makan malam keluarga," papa.
"Iya, maaf, pa-ma."
"Minta maaf sana sama Olga! Istri kamu!" Mama.
"Ma, Olga enggak apa-apa, kok!" Aku tersenyum tidak enak kepada papa dan mama.
"Dengar, Remy! Wanita yang bilang enggak apa-apa, itu biasanya ada apa-apa!" Papa mengerling.
"Maafin aku, ya?" Remy menoleh ke arahku dan menggenggam tangan kananku yang berada di atas meja makan.
"Iya."
Aku hanya bisa tersenyum. Tidak enak juga ada papa dan mama di sini.
"Baiklah! Papa dan mama rencananya, akan memberikan kalian honeymoon ke Maldives," Papa bicara setelah pelayan membawakan makan malam kami.
"Tapi, pekerjaan Remy banyak yang belum selesai, Pa!" Remy.
"Itu sudah papa pikirkan, papa akan menggantikan kamu sementara sampai bulan madu kalian selesai."
"Pa, Olga rasa enggak usah ada honeymoon segala. Mas Remy juga masih sibuk," Aku berkata.
"Olga, kalian harus bulan madu. Biar cepat jadi cucu mama!" Mama menjawabnya.
"Uhuk ... uhuk ..." Remy tiba-tiba saja tersedak.
Aku memberikannya air minum.
"Apa-apaan, sih, ma!" Remy.
"Loh! Ini mungkin faktor kamu kelelahan, Rem. Makanya, cucu mama enggak jadi-jadi. Kalau kamu kelelahan bekerja, akan mempengaruhi ke kualitas sperma kamu loh, Rem!" Mama.
"Ya ampun, ma! Mama sekarang berprofesi sebagai dokter obgyn?" Remy menatap mama tidak percaya.
"Mama tahu, karena pengalaman, Remy!" Mama.
"Ya, ya, baiklah! Kalau itu membuat kalian tenang, kami akan bulan madu sesuai keinginan kalian," Remy.
Akhirnya pembicaraan tentang bulan madu kami, selesai.
Setelah mengobrol banyak hal, mama dan papa pamit terlebih dulu. Kini, kami hanya berdua saja.
Kami langsung menuju lift, menuju lobby. Menuju vallet parking.
"Kamu cantik malam ini," Remy tiba-tiba bicara saat kami sedang berdua di lift.
"Terima kasih," ucapku.
"Kamu marah soal Jessica tadi?"
"Enggak."
"Kenapa enggak marah?" Remy.
"Maksudnya apa?" Aku menoleh.
Remy menggeleng.
Aneh!
*Olga saat makan malam.
*Eh, ada Jessica ikut Remy 😳
*Olga, di lift berdua sama Remy setelah Remy nanya, kenapa dia enggak marah kalo ada Jessica.
*Remy, ngelirik Olga mulu pas makan malam. Olga cantik banget, tapi yang dilirik enggak sadar 🥱🥱.
Maklum, ya, Olga emang kagak peka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top