CHAP. 14 : Mistake


Hari ini, kembali lagi Mas Iwan menjadi guru setirku. Namun, kali ini, jam belajarnya hanya dua jam saja. Alasan Remy, "biar enggak lama-lama pecicilan sama dia!"

Siapa yang pecicilan?
Aku kan orangnya memang ramah ke semua orang. Masa beramah-tamah dibilang pecicilan, sih?!

Selesai belajar nyetir, Mas Iwan langsung pulang alias kembali ke kantornya. Aku mandi lagi dan menyiapkan bekal makan siang untuk Remy. Hari ini, aku ingin berbaikan dengan Remy.

Kami sebenarnya tidak musuhan, sih! Namun, aura yang keluar dari Remy, sangat menyeramkan dan tegang. Aku tidak suka Remy yang kemarin. Ia tampak menyeramkan.

"Non, mau ke kantor Mas Remy?" Mbak Tini.

"Iya, Mbak. Sebentar lagi taksi saya dateng."

"Hati-hati, Non!"

"Iya, Mbak, makasih."

Aku keluar seraya membawa tote bag berisi makan siang Remy dan menunggu taksi di teras. Tidak lama kemudian, security memanggilku dan memberitahu bahwa supir taksi sudah datang. Aku bergegas.

***

"Bapak ada di dalam, Lit?" tanyaku pada Lita-sekretaris Remy.

"Ada di dalam, Bu. Tapi, ada tamu."

"Siapa?" tanyaku.

"Itu--anu--Nona Jessica, namanya," jawab Lita gugup.

"Jessica?! Dari kapan dia datang?"

"Sejak pukul 10.00, Bu. Dia sering datang, ajak Bapak makan siang di luar."

Tanpa menunggu waktu lagi, aku langsung masuk ke ruangan Remy. Dan, benar saja, Jessica sedang duduk di sofa dan Remy masih sibuk dengan laptopnya di mejanya.

"Loh? Ada Olga! Kenapa datang ke sini?" Jessica.

Aku diam saja dan berjalan sampai di depan meja kerja Remy.

"Ada apa?" Remy.

"Aku bawain makan siang buat kamu," Aku.

Dan aku duduk di sofa bersebrangan dengan Jessica.

"Remy mau makan siang sama aku. Kamu enggak usah repot-repot ke sini, harusnya."

Aku tidak menjawabnya. Remy datang menghampiri kami, Jessica bangun dan menyuruh Remy duduk di sampingnya seraya menarik lengannya. Remy menurut.

Aku sebal.

"Ayo, kita makan siang di luar," ajak Jessica dengan centilnya.

"Saya makan di sini, lagipula, Olga sudah bawa makan siang buat saya," Remy.

Aku langsung membuka tote bag dan mengeluarkan makan untuk Remy.

"Loh! Kan, tadi kamu bilang, setuju makan sama aku?" Jessica.

"Jes, Olga udah datang ke sini, saya enggak bisa pergi sama kamu."

"Olga, tuh bukan istri sah kamu, Remy! Kalian menikah hanya sampai setahun!"

"Olga istri sah saya! Seharusnya kamu enggak melakukan hal begini."

Jessica langsung diam. Ia melihat ke arahku dengan sinis.

"Besok aku akan ke sini lagi!" Setelah mengucapkan itu, Jessica keluar dari ruangan dengan membanting pintu.

Remy diam saja dan ia membuka wadah makanannya. Ia melihatku.

"Kamu enggak makan?" tanyanya.

"Enggak nafsu!"

"Ini kamu bawa dua tempat, berarti kamu belum makan siang juga, kan?"

"Iya, tadi rencananya mau makan bareng kamu! Tapi, sekarang enggak nafsu lagi!" Aku melengoskan pandanganku ke arah lain.

"Nanti kelaperan."

"Biarin!"

"Nanti kurus."

"Enggak apa-apa!"

"Nanti aku makan sama Jessica aja, lah!"

"Heh! Enggak boleh!"

Dan aku baru sadar dengan ucapanku. Remy mengulum senyum.

"Kenapa?"

"Ya--aku, kan udah dateng ke sini. Masa kamu mau makan sama dia, sih?!"

"Ya udah, aku suapin ya?" Ia bangkit dan duduk di sebelahku dan mengambil sesuap nasi beserta lauknya. Mengarahkan ke mulutku.

Aku pura-pura enggak mau.

"Ayo, temenin aku makan. Aku udah laper banget!" ucapnya.

Akhirnya aku menurut dan memakan dari suapannya.

"Kenapa kamu enggak mau makan sama Jessica?"

"Jadi, kamu mau aku makan sama dia?" Remy balik tanya.

"Ya, enggak mau lah!"

"Kenapa?"

"Kamu, kan suami aku!"

"Jadi, sekarang kamu nganggap aku suami kamu?"

"Ya. Setahun."

Aku kembali melahap dari suapannya. Ia menggeleng seraya tersenyum.

***

Hari ini, Gian mengirimiku pesan. Ia mengajakku jalan dan mampir ke apartemennya. Hanya menghabiskan waktu bersamanya saja. Itu katanya.

Tempo hari, ketika ia mengajakku menonton, akhirnya aku memilih ke apartemen Mona. Perasaanku tidak baik-baik saja memikirkan Remy. Antara perasaan bersalah dan ... entahlah.
Ajakannya kali inipun, aku tidak berniat.

Sudah sebulan aku sekamar dengan Remy, dan usia pernikahan kami sudah berjalan tiga bulan. Tidak terasa. Dan, selama seminggu ini, Remy menyuruhku untuk selalu datang membawakan bekal makan siang ke kantor.

Dan, kalian tahu?
Jessica pun melakukan hal yang sama. Sejak Remy menolak makan siang bersamanya, Jessica gencar datang ke kantor, menemui Remy dan membawakannya makan siang. Sama sepertiku.

Aku seperti sedang bertarung dengannya memperebutkan Remy.

Tapi, Remy selalu bisa saja menolak makanan yang dibawa Jessica. Aku bingung sebenarnya. Jessica itu cantik. Sangat cantik.
Kenapa Remy, seakan menolak Jessica?
Apa ia hanya menjaga perasaanku?

Sebenarnya, Remy bisa saja menerima Jessica kembali. Toh, di surat perjanjian kami tertulis bahwa, kami tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing.

"Kyaaaa!!" Aku berteriak seraya memejamkan mata. Aku merasakan ada yang menopangku. Begitu kubuka kedua mataku, Remy sedang menahan tubuhku.

"Kamu mau ambil apa?" Remy.

Aku segera sadar dan menjauh darinya.

"Em ... itu-album foto pernikahan kita."

Aku tadi sedang mengambil foto album pernikahan kami yang berada di atas lemari. Lemarinya sangat tinggi, aku menggunakan tangga kayu kecil yang menyatu dengan lemari ini. Ada rodanya. Jadi, tangga ini bisa kita letakkan di mana kita membutuhkannya.

"Aku aja yang ambil, ceroboh banget, sih kamu!"

Akhirnya aku turun dan Remy yang mengambilnya. Tadi, entah kenapa, kakiku licin dan terpeleset sendiri. Akhirnya jatuh. Untung saja ada Remy.

"Ini!" Ia menyodorkan album foto tersebut padaku.

Aku mengambilnya dan duduk di sofa kecil, yang ada di walk in closet ini.

"Kenapa tiba-tiba mau lihat album foto kita?" Remy penasaran sepertinya.

"Pengen lihat aja."

"Hmm..."

Aku tak memedulikan dia lagi. Aku serius melihat dan membolak-balikkan foto-foto kami.
Remy pun ikut melihat. Ia duduk di sampingku.

"Ini saat ijab kabul," tunjuknya.

"Aku tahu. Kan, aku lihat! Wajah kamu tegang banget, tuh!" ledekku.

"Ini kan pengalaman pertamaku menikahi wanita."

Aku hanya mengangguk.

"Kamu cantik di sini," tunjuknya lagi di sebuah foto pesta pernikahan saat malam hari.

Di sana, aku memakai tiara yang sangat cantik.

"Mungkin, karena aku pakai gaun mahal dan tiara mahal, akhirnya kecantikanku keluar."

"Kamu emang cantik, kok, tanpa harus memakai pakaian mahal," ujarnya.

Aku terdiam dan menatapnya. Aku kira ia sedang meledekku, seperti biasanya. Namun, wajahnya terlihat serius dan ia menatapku balik. Tepat di netraku.
Suasananya jadi ... sepi. Kami saling menatap.

Tiba-tiba saja, ia memajukan wajahnya. Embusan napasnya menerpa wajahku.
Saat aku ingin berpaling dan bermaksud memutuskan kontak kami, ia menahan tengkukku, lalu, ia langsung menciumku.

Tepat di bibirku.
Ia memagutku. Aku diam, karena terkejut dengan keadaan ini. Ia memejamkan matanya. Akhirnya aku membalas ciumannya. Begitu lembut. Bukan ciuman nafsu. Seperti, ciuman sayang.
Kami berciuman cukup lama. Lalu, ia berhenti dan melepaskan pagutannya. Menatapku.

"Maaf. A-aku kelepasan!" ucapan itu keluar dari bibirnya. Ia menjauh. Masih duduk di sampingku.

Aku bingung.
Namun, akhirnya aku sadar.

"Apa?" tanyaku.

"Maafin aku, ini kesalahan. Aku harap, yang tadi anggap saja tidak terjadi!" Ia canggung, gelagapan.

Sialan!

Plaaakkk!!!

Aku menamparnya cukup keras.

"Brengsek!" Aku berdiri dan membanting album foto yang aku pegang sejak tadi.

Aku menatapnya nanar. Ia melihatku dengan rasa bersalah.

Apa-apaan ini?! Kesalahan?!

Hampir air mataku jatuh, sebelum ia melihatnya, aku keluar dari sana dan masuk ke kamar tamu. Kamarku yang dulu.
Membanting pintunya cukup keras dan menguncinya.

Aku bersandar di belakang pintu. Mencerna kalimatnya tadi.

"Maafin aku, ini kesalahan. Aku harap, yang tadi anggap saja tidak terjadi!"
 

What the fuck?!!

Kesalahan?
Anggap tidak terjadi?

Tanpa aku sadari, aku menangis. Kata-katanya terlalu sakit. Ia anggap aku siapa saat menciumku?
Malam ini, aku tidur di kamar tamu. Aku benci. Aku marah padanya. Apa yang ada di otaknya saat menciumku?


*Olga kesel.


*

Ciuman pertama di usia 3 bulan pernikahan, malah dibilang sebuah kesalahan sama Remy 😫😫.



*Olga nangis di pojokan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top