I Love Him but... (12)
I Love Him but...
.
.
.
Warning: Angst, Sad, Rejection, Harsh Words, Rude Behavior, Hurt/Comfort, Drama, BL.
.
.
.
Typo(s), Lil OOC and Non!AU.
(Non!AU = situasi kurang lebih sesuai dengan kondisi pada kenyataannya [anime]. Hanya saja jalan ceritanya yang akan dirubah)
.
.
.
I make this story' full with my heart so if you'll want please vote and comment this chapter.
-Cinnamon.
Happy Reading
Kita Shinsuke POV
"Bu-buatku?"
Diriku memandang tak percaya atas apa yang baru saja di katakan Suna. Batinku bertanya-tanya mengapa ia tiba-tiba seperti ini.
Siapapun jelas akan terkejut saat ada orang lain memberi dirinya sebuah earphone dan hey sepertinya itu keluaran terbaru. Sudah terbayangkan bukan bagaimana terkejutnya dirimu?
Diam-diam aku mengigit pipi bagian dalamku, bingung atas situasi ini yang baru sekali ini aku alami.
Ini... Terlalu tiba-tiba.
Aku sampai tak bisa berpikir alasan mengapa Suna memberikanku sebuah earphone terbaru.
"Iya" aku mendongak guna menatapnya, manik matanya seolah sangat berharap aku menerimanya.
Sebegitu senangnya kah kau Suna?
Ah senyumku tak bisa kutahan, jujur ini kali pertama ada orang yang seperti ini padaku. Terlebih dia adalah orang yang aku sukai, aku senang.
"Ambil lah Kita-san" ujarnya dan dengan begitu aku pun mengambil earphone tersebut dan mendekapnya erat.
Perasaan senang serta bahagia mengalir begitu deras. Ini benar-benar menyenangkan!
Degub jantungku pun berdetak kencang kala aku melihat senyum tipis milik Suna. Sebuah senyum yang mungkin hanya bisa aku lihat seorang.
Jika di bolehkan, aku ingin meminta pada Kami-sama agar kami berdua berjodoh. Aku benar-benar mencintai pemuda itu.
"Kalau boleh.. mau aku pakaikan?"
E-eehh?!!
Ke-kenapa ya wajahku panas la-lalu tanganku juga bergemetar setelah Su-Suna berkata itu?
"Bo-boleh"
Aku gugup! A-aku tak terbiasa dengan ini. Ap-apa memang harus ya?
Wajah Suna begitu dekat, harusnya tak perlu sedekat ini bukan? Harusnya dia tak perlu mendekat kan?
Tiba-tiba aku mendengar alunan musik mulai terdengar, suara... Tu-tunggu!
I-ini kan suara Suna?!
"Bagaimana? Ahaha maafkan suaraku jika itu buruk buat Kita-san, itu saat aku ke studio musik Tokyo bulan lalu dan nggak sengaja ketemu sama pemain Shiratorizawa disana"
Pemain Shiratorizawa? Akademi hebat dengan Ushijima Wakatoshi itu?
"Suara Suna bagus"
Aku jujur, suaranya dalam dan juga terasa begitu menggelitik saat kudengarkan. Entah mengapa suara Suna begitu menenangkan. Aku menyukainya.
"Syukur lah kalau Kita-san suka oh ya disana aku juga sudah menambahkan beberapa musik yang ada di playlist milikku, mungkin Kita-san akan suka"
Aku memperhatikan MP3 itu, lagunya sebelumnya selesai dan kini telah terganti oleh lagu lain.
"Musik apa ini?" Aku menunjuk ke MP3-nya, irama ini tak pernah terdengar sebelumnya di telingaku. Jadi terkesan sedikit asing, tapi suara penyanyinya bagus dan juga pembawaannya tenang begitu.
"Oh ini salah satu band favoritku, Arctic Monkeys, judul lagunya Why'd you only call me when you're high"
Ohhh ternyata itu lagu dari band favoritnya, kalau di dengar lagi vibe lagunya dan Suna mirip pantas saja Suna suka.
"Eh?"
Aku diam saja, tak merespon lagi setelah memakaikan salah satu earphone ke telinganya. Aku rasa lebih baik kita mendengarkan bersama-sama daripada hanya aku yang mendengarkan.
Sepertinya makan siang kali ini adalah momen yang paling akan kukenang.
****
"Akh-!"
Kenapa ini terjadi lagi? Aku sudah lelah dengan perlakuan mereka.
Tak bisa kah mereka mencari target lain untuk mereka siksa? Aku sudah benar-benar lelah.
"Kenapa huh? Sudah mau menyerah? Ayo lah Shinsuke kau tahu ini masih belum seberapa"
Aku bergidik kala lempengan logam itu mengenai punggungku kembali, menyusuri dengan perlahan bagian dari punggungku yang masih bersih.
Ini keterlaluan.
Aku tahu itu dengan jelas, menjadi satu-satunya murid terpintar di sekolah bukan berarti kau akan di hormati dan di segani disini, terlebih jika di sekolah ini.
Tiap tahunnya akan ada banyaknya lima siswa/siswi yang memutuskan untuk pindah atau pergi dari sekolah ini karena tindak kekerasan yang selalu terjadi.
Mereka tak pandang bulu, mau kau anak kepala sekolah ataupun anak guru kau akan kena imbas jika berurusan dengan para perisak ini.
Aku sendiri bahkan tak tahu apa dosaku sampai harus menjadi bahan perundungan seperti ini semenjak tahun pertama. Kukira hal itu tak akan terjadi lagi saat di tahun ketiga ini mengingat di tahun kedua sudah tak ada lagi yang menganggu, namun nyatanya aku justru terkena lagi.
"Ayo Shin kau pasti bisa, bukannya ini yang terjadi jika kau pulang ke rumahmu itu? Mendapat perlakuan buruk dari kedua orang tuamu? Kami disini hanya mencoba membuatmu terbiasa"
Sssh– cutter itu sepertinya berhasil menyayat kembali kulitku. Sama seperti sebelumnya.
Nafasku terengah-engah karena kelakuan mereka yang mulai menyayat bagian punggung kembali. Memperlakukan diriku layaknya sebuah hewan yang hendak di sembelih.
"Ugh.. AKHHH!!!!!!!!!!!"
Sakit...
Apa yang mereka lakukan?! Itu menyakitkan.
Mataku berair, ini benar-benar menyakitkan. Kenapa mereka sangat tega? Apa dosaku pada mereka?!
CTAAARR
"AAAAAAAAAAAAAAKHHH!!!!"
Nafasku tak beraturan, rasa panas dan perih terasa begitu nyata di punggungku. Ini keterlaluan! Mereka mencambukku.
Aku ingim pergi, sangat ingin pergi. Andai ada seseorang yang bisa menolongku.
Ugh.. kenapa semakin buram? Apa aku akan pingsan? Aku tak tahan lagi, ini menyiksaku.
****
No One POV
Kelopak matanya bergerak, tak seberapa lama kemudian dengan perlahan kelopak itu terbuka dan menampilkan kembali iris cokelat keemasan milik kapten Inarizaki tersebut.
Dengan tertatih, Kita mencoba bangkit dari posisinya sekarang. Bisa ia lihat sekarang keadaan sekolah yang sudah gelap dengan beberapa lampu yang menyala.
Kita memperhatikan sekelilingnya, semilir angin malam pun turut menyapa dirinya yang baru saja terbangun dari pingsannya.
Dia menunduk menatap ke arah tempatnya tadi, ada beberapa bekas darah yang menetes disana. Dia menghela nafasnya, lantas mengambil tissue yang ada di kantong seragamnya lantas membersihkan tetesan darah tersebut.
Setelah selesai ia segera berdiri, melirik sejenak ke arah belakang dimana rasa perih terus menusuk dirinya.
"Sudah kering rupanya"
Ia kembali membuang nafasnya, berjalan dengan tertatih ke arah gerbang sekolahnya untuk segera pulang ke rumahnya dan mengobati lukanya.
Beberapa kali Kita mengeratkan jaket vbc miliknya guna menghalau rasa dingin yang menusuk-nusuk dirinya.
Mungkin nanti dia akan segera mencuci bajunya dan mengobati luka-luka tersebut.
Dia juga herharap neneknya tak tahu akan hal yang ia alami kali ini. Sama seperti sebelumnya.
"Tadaima"
Ia memasuki rumahnya lantas melepas sepatunya miliknya, walau beberapa kali meringis saat membungkuk.
"Okaerinassai Shin, pulang lebih awal ya?" Sang Nenek menyembul dari balik dapur, beliau menampilkan senyum saat melihat cucunya itu berjalan ke arahnya.
"Iya nek, coach tadi ada urusan jadi kita pulang"
Bohong.
Setiap ia pulang awal, dia harus berbohong untuk menutupi apa yang baru saja ia alami.
Ia tahu itu buruk, tapi dia tak mau membuat neneknya cemas. Dia hanya ingin neneknya senang, senang karena ia bisa bersekolah dengan tenang.
"Shin ke atas dulu ya nek" sebuah senyum ia nampakkan, sang nenek mengangguk mempersilahkan sang cucu untuk berbersih diri di kamarnya.
Pintu kamarnya dia geser, wajahnya kehilangan sinarnya kala memasuki kamarnya, tubuhnya perlahan merosot jatuh ke bawah. Meringkuk disana dengan lampu kamar yang belum ia nyalakan.
Otsukare~~~
Ah... Saya kasihan dengan Kita-san :"
S
aya tak tega sebenarnya tapi memang harus begitu alurnyaaa ಥ‿ಥ
Aaa- lalu untuk musiknya sendiri, saya mengambil referensi dari Spotify~
Gomen baru update hiks T^T
Sebagai penebusannya saya mengupdate 2 chapter agar kalian senang :D
Selesai diketik Kamis, 10 Juni 2021
Dipublikasikan Kamis, 18 November 2021
Jawa Timur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top