26 🔸 Adara Menjauh

    Otak Reivant cukup panas ketika mengerjakan di pertengahan soal. Ia iseng melihat ke samping kirinya. Terdapat seorang cowok yang sedang melempar penghapus dengan mata tertutup. Tak lama kemudian, ia membuka mata dan mengamati penghapus dengan saksama. Setelah itu, ia mengisi lembar jawaban.

    Ternyata, sedang mencoba peruntungan dadu dari penghapus. Bagaimana bisa murid itu dipercaya oleh sekolahnya?

    Sudahlah, toh, Reivant tidak kenal. Ia kembali fokus mengerjakan soal di hadapannya.

🔅

    Pramuka Puspa Cempaka mengadakan kegiatan bagi anggota-anggotanya. Pembina mereka mengusulkan untuk membangun jembatan, melintasi balong sekolah. Lebar balong sekitar dua meter, sedangkan panjangnya mencapai delapan meter. Cukup besar dan terisi banyak ikan di dalamnya.

    Ternyata jembatan guna melintasi balong sekolah adalah hal yang romantis. Ya, romantis bila menikmati pemandangan balong sedikit berlumpur itu bersama sang kekasih. Jika seorang jomlo, lebih baik terjun bebas saja dari jembatan hingga dipatil ikan lele.

    Adara dan Yoga, sebagai pradana pramuka, harus membimbing anggotanya. Setelah dicontohkan, bagaimana cara mengikat maupun menyimpul tambang untuk membuat sebuah jembatan yang besar, mereka berdua langsung bisa dan mengajari teman-temannya. Banyak sekali tongkat yang digunakan.

    Butuh waktu satu minggu untuk membuat jembatan gantung. Setelah selesai, para murid non anggota mulai berkunjung untuk sekadar mengambil gambar di atas jembatan, ada juga beberapa murid kurang dihajar yang sengaja melompat-lompat di atas jembatan.

Mendengar hal itu, Reivant langsung menuju ke balong untuk mengambil foto bersama Adara.

Sesampainya di sana, ia menemukan sosok Adara. Ketika dipanggil, gadis itu malah menghindari Reivant.

"Ada ... ra?"

🔅

    "Han, oper sini!"

    Farhan menurut. Ia mengoper bola sepaknya ke arah Danar. Selanjutnya, ketua ekskul futsal itu berlari sambil menggiring bola hingga depan gawang lawan.

    "Rei!" panggil Danar, lalu menendang bola ke arah Reivant.

    Tendangan Danar melesat cukup tinggi. Ketika Reivant ingin menyundul bola, ia malah meleset. Bola sepak itu terus melesat di atas kepala Reivant dan dipaksa berhenti ketika mengenai kepala seseorang.

    Duak!

    "ADARA?!"

    Gadis itu sedang anteng mengunyah cilok sambil berjalan. Adara tidak menyangka bahwa jalan di pinggir lapangan, membawa petaka baginya. Kepalanya pening kena hantaman bola.

    "Siapa yang nendang sih?!" Adara naik darah.

    "Maaf maaf, tendangan Danar nggak nyampe, jadi kena kamu," ujar Reivant. Ia panik karena tubuh Adara terhuyung-huyung seperti kurang darah.

    Melihat Reivant menghampirinya, Adara langsung menetralkan sikap. Ia berusaha ingin kabur, tapi lengannya ditahan oleh cowok itu.

    "Jangan marah gitu. Aku minta maaf, ya?"

    Gadis itu menatap Reivant cukup lama. Sulit untuk menafsirkan apa yang sebenarnya dirasakan Adara jika gadis itu tidak bicara. Bahkan sampai akhirpun, Adara memilih untuk bungkam lalu meninggalkan Reivant.

    "Adara!" panggil Reivant. "Dia marah sampai segitunya?"

🔅

    "Adara ... udah nonton film ini belum?" tanya Reivant.

.

.

.

    "Dara, tahu nggak? Kuku, kuku apa yang bisa terbang?" Reivant mengambil jeda untuk membiarkan Adara menjawab, namun gadis itu memilih diam seribu kata.

    "Jawabannya, pok ame-ame, belalang kuku-kuku. Hihihi."

    Reivant bertanya, Reivant pula yang menjawab.

.

.

.

    "Adara, kamu kenapa sih?"

    Pada akhirnya, setelah tiga hari kemudian, Reivant baru menyadari perubahan sikap Adara. Ia merindukan ketika gadis itu marah-marah. Rindu ketika gadis itu tersipu. Juga, rindu akan senyuman manis sang bidadari sepatu roda.

    "Aku nggak apa-apa," jawab Adara, tanpa penjelasan apapun lagi.

    "Nggak mungkin! Apa iya karena bola waktu itu? Tapi, jika karena bola, kamu nggak perlu sampai seperti ini!"

    Adara tidak menanggapi.

    "Dara ... aku ada salah apa?"

    "Nggak."

    "Lantas, kenapa kamu jauhin aku?"

    Adara membisu.

    "Dara!"

    "Cukup. Biarkan aku sendiri, oke?" tukas Adara, lalu pergi.

🔅

    Sudah satu minggu hubungan Reivant dan Adara tidak baik-baik saja. Rasa rindu semakin membuncah di dadanya. Dipikir pakai logika pun, terasa tidak masuk akal. Ia tidak pernah membuat kesalahan fatal. Lantas, mengapa Adara sangat menghindari Reivant? Bahkan berbincang sebentar pun, Adara tidak mau.

    Satu pesan terkirim untuk Adara.

Reivant:
Dara, aku nggak bisa gini
terus ...

Ayo kita omongin baik-baik,
sebenarnya ada apa?

    Nihil. Tidak ada balasan dari Adara. Karena semakin penasaran, akhirnya Reivant mempersembahkan sesuatu untuk Adara. Saat ini, ia menuju ke depan kelas Adara, ditemani oleh Farhan. Karena tidak bawa gitar, ia meminjam gitar milik temannya.

    Reivant tahu bahwa kelas Adara masih belajar, sedangkan kelasnya tidak ada guru. Reivant berjalan sangat lambat ketika di depan kelas Adara, berharap gadis itu mendengar suaranya.

    "Where'd you go? I miss you so.

    "Seems like it's been forever,

    "that you've been gone."

    Setelah itu, Reivant memainkan petikan gitar saja, lalu menghilang ke arah toilet.

🔅

    Sepulang sekolah, Reivant memeriksa aplikasi Whatsapp. Girang bukan main ketika ada satu pesan masuk dari Adara. Namun, perubahan ekspresi itu sangat cepat ketika melihat pesan Adara secara lengkap.

Dora:
Rei

Jangan hubungi aku lagi

    Hatinya bagai disambar guntur. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba Adara memutuskan tali silaturahmi secara sepihak. Sungguh, wanita adalah makhluk yang aneh dan sulit dimengerti, pikir Reivant.

Reivant:
Kenapa?

    Sudah dua puluh menit pesan Reivant dianggurkan. Greget dibuatnya, akhirnya Reivant mengajak Adara untuk bertemu di kafe Renjana, dekat rumah Adara agar gadis itu tak menempuh perjalanan terlalu jauh. Reivant ingin bertanya ada masalah apa, dan juga ingin mengungkapkan sesuatu.

Dora:
Oke, besok ya, pulang sekolah

    Padahal mereka berdua belum resmi berpacaran, tapi jantungnya berpacu lebih cepat, seakan Reivant akan diputus hubungan oleh Adara.

    Tenang. Semua akan baik-baik saja.

🔅

    Pulang sekolah, Adara meminta Reivant untuk duluan. Gadis itu lebih memilih untuk diantar dengan sopir daripada pulang bersamanya.

    Sabar Rei. Orang sabar, dapat pacar.

    Cukup lama Adara tak kunjung sampai. Dua puluh menit telah berlalu, akhirnya gadis itu menampakkan dirinya. Reivant mempersilahkan Adara untuk duduk.

    Mereka berdua mulai berbincang ringan, bertanya kabar masing-masing. Pembukaan obrolan sudah cukup. Kini Reivant mulai bertanya, alasan Adara menjauh itu karena apa.

    "Kamu akan tahu sendiri nanti," jawab Adara, menggantung.

    "Kapan? Kenapa kamu nggak mau memberi tahu?"

    Adara terdiam. Gadis itu menatap Reivant dalam, kemudian menunduk.

    "Kamu waktu itu bilang, ingin kembang api menyinari hari-hari kamu. Terus sekarang? Kenapa kamu gini?"

    Gadis itu tidak menjawab. Aneh sekali. Kepribadian Adara berubah drastis. Yang tadinya ia ceria, kini menjadi murung, dan bisa dipastikan itu semua karena Reivant. Parahnya lagi, Reivant tidak tahu perbuatan apa yang ia lakukan hingga Adara seperti ini.

    "Aku benci," gumam Adara.

    "A-apa? Benci?" tanya Reivant, untuk memastikan perkataan Adara.

    Kepala Adara ditengadahkan. Mereka saling bertatapan. Air mata Adara membasahi pelupuknya.

    "Aku ... benci ini ...."

    Diusapnya air mata yang telah jatuh, kemudian ia bangkit dari tempat duduknya. "Aku pulang ya."

    "Tunggu, Adara!"

    Tidak didengar. Adara telah meninggalkan Reivant seorang diri di kafe, menyisakan ribuan tanda tanya di kepala cowok berwajah tak berdosa itu.

🔅

.

.

.

    "Apakah Adara menjauh, karena sudah tahu ini semua?" gumam Reivant, benar-benar tidak percaya.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top