19 🔸 Pilih Mana? (2)

    "Rei, dingin!" Adara menggigil setelah hujan-hujanan.

    Langit masih menangis, namun tidak terlalu deras. Reivant menggandeng Adara untuk melipir ke koridor kelas.

    "Duh, bentar, aku ambil jaket dulu." Reivant berlari ke tasnya yang tidak jauh dari Adara.

    Jaket Reivant cukup tebal, sehingga rasa dingin yang Adara derita tidak terlalu parah. Sebagai cowok, Reivant hanya bisa mengalah, meski dirinya pun sama-sama kedinginan.

    "Eh?"

    Lengan jaket Reivant panjang, membuat kedua tangan Adara tenggelam. Telapak mungil milik gadis itu menyentuh kedua pipi Reivant. Dingin, pekik gadis itu dalam hati. Kemudian, Adara mengeringkan wajah Reivant menggunakan telapak tangan yang dibungkus lengan jaket kedodoran.

    Ia mengelap telapak tangannya yang basah ke jaket, lalu digosok-gosokan secara cepat, agar hangat. Setelah lumayan hangat, Adara menempelkan kedua telapaknya ke pipi Reivant. Beberapa kali gadis itu berusaha menghangatkan pipi Reivant, membuat cowok dihadapannya membatu.

    Pipi sudah cukup hangat, setelah itu, tangan Adara beringsut meraih tangan Reivant yang dingin untuk dimasukkan ke dalam kantong jaket. Mereka bergandengan di dalam kantong.

    "Kamu juga kedinginan," kata Adara.

    Reivant tidak menanggapi. Ia terus saja memandang wajah Adara. Oh, tidak, jantungnya berdegup dengan ritme tidak normal. Tangan satunya memegang dadanya sendiri, berusaha meredam suara degup jantung yang begitu berisik. Semoga, Adara tidak mengetahui bahwa ia sedang berdebar, juga tubuhnya bagai tersengat listrik, ketika telapak tangannya bersentuhan dengan kulit lembut Adara di dalam kantong.

    "U-udah reda ... kita pulang yuk."

    Mendengar ajakan Reivant, Adara langsung memandang seragamnya yang basah. Ia takut dimarahi karena hujan-hujanan. Mana Pak Tio itu diam-diam ember. Dikira teman, ternyata bukan.

    "Mau aku anterin ke rumah?" tawar Reivant. Namun, tawaran itu hanya ditanggapi gelengan kepala.

    "Aku boleh ke rumah kamu aja?" tanya Adara. Mereka saling berpandangan.

🔅

    Kirana hari ini masuk shift dua, sehingga ia belum pulang ke rumah. Hujan sudah reda ketika Reivant dan Adara sampai di depan rumah. Baru kali ini Adara main ke rumahnya. Sebenarnya, Reivant sedikit kurang nyaman jika gadis dari keluarga kaya raya itu melihat rumahnya yang sederhana. Reivant mencuri pandang, namun wajah Adara terlihat biasa saja, tidak terlalu memerhatikan keadaan rumahnya.

    "Yuk, masuk."

    Reivant mempersilahkan Adara untuk masuk. Dari jauh, terdengar suara gadis kecil memanggil nama Reivant. Oh, itu adalah Irish. Ia menagih janji kakaknya yang akan membelikan martabak manis sepulang sekolah.

    "Martabaknya belum buka, jadi, burger aja, ya." Reivant menyodorkan dua buah burger untuk Irish dan Syafa. "Syafa ka mana? ntos uih ncan?" tanyanya kepada Irish. (Syafa ke mana? Udah pulang belum?)

    Irish jawab belum, dan tidak tahu kakak tengahnya itu pergi ke mana. Melihat Adara, Irish senang bukan kepalang. Pasalnya, Adara sangat baik kepada Irish. Ia ramah dan mengajak Irish mengobrol mengenai berbagai macam topik.

    "Teh Dara! Kok ada di sini?"

    "Hehe, mau main, nih."

    Irish memandang seragam mereka, sudah setengah kering, tapi kusut.

    "Kalian huhujanan?"

    Adara dan Reivant mengangguk. Setelah itu, Irish mempersilahkan masuk dan langsung menuju dapur, membuatkan teh hangat untuk mereka berdua.

    "Rei ... anu ...," gumam Adara sambil melinting rambutnya.

    "Iya, kenapa?"

    Pipi gadis itu bersemu merah. Ia malu mengutarakan permintaannya untuk meminjam baju kepada Reivant. Adara menatap wajah Reivant yang terlihat tidak mengerti. Duh, masa iya, cewek yang minta duluan? Apalagi ia adalah tamu, pikirnya.

    "Kamu ... lapar?" tanya Reivant.

    Cowok tetaplah cowok. Mereka makhluk paling tidak peka seantero semesta. Adara menggeleng kencang. Memangnya gadis itu terlihat seperti orang kelaparan? Aneh sekali pemikirannya. Gadis itu memberi petunjuk dengan memainkan dasi dan seragam atasnya.

    Melihat gestur aneh yang ditimbulkan oleh Adara, Reivant malah terpikirkan hal lain.

    Astaghfirullah, ampuni dosa hambamu ini, batinnya, langsung menunduk.

    Kini, Irish sedang memperhatikan dua remaja saling berhadapan. Wajah mereka merah padam, seperti terserang demam tinggi. Irish salah paham.

    "Teteh sama aa meriang? Yaudah, ganti baju atuh."

    Bingo! Terima kasih Irish, batin Adara lega. Jika menunggu kakaknya peka, mungkin sampai lebaran haji tahun depanpun, Reivant masih mematung tanpa kata.

    "Oh, iya." Akhirnya, Reivant mengerti. Ia langsung malu sendiri akan pemikiran berdosanya. "Kamu kecil, kayaknya baju Syafa muat."

    "K-kecil?" Adara termenung dengan kata-kata Reivant. Ah, sudahlah, mereka selalu saling salah paham.

🔅

    Meja makan hanya tersisa ayam goreng hasil tadi pagi. Itupun hanya satu. Reivant memeriksa kulkas. Ada beberapa bahan makanan yang belum diolah.

    "Hei, lagi apa?" Adara tiba-tiba muncul dari belakang.

    "Ini, mau masak."

    "Mau aku bantuin?"

    Reivant tersenyum miring. "Bisa?"

    Melihat ekspresi menyebalkan itu, Adara mencubit lengan Reivant. "Bisa lah, sini!" Adara langsung mengambil bahan-bahan dari kulkas.

    "Dan, bisa nggak sih, kalau bereaksi itu nggak nyiksa fisik? Sakit tahu, kayak dicubit hulk!"

    "Apa? Hulk?!"

    Mulailah pertarungan Tom dan Jerry di dunia nyata. Mari kita lewati saja adegan ini.

  Saat ini, mereka berencana memasak ayam teriyaki rumahan. Reivant merebus dan memotong dada ayam menjadi bagian-bagian kecil, sedangkan Adara mengiris bawang bombai dan beberapa siung bawang putih, dicincang sampai halus.

    "Kurang, bawang putihnya masih gede-gede." Reivant mengomentari hasil cincangan Adara.

    Setelah itu, Adara mencincang untuk periode kedua. Reivant membantu Adara mengurusi bahan-bahan untuk bumbu. Mereka memasak dengan porsi banyak. Siapa tahu, masakan mereka enak dan bisa disantap oleh Kirana dan Syafa yang belum pulang ke rumah.

    Ayam teriyaki merupakan menu yang cukup mudah untuk dimasak. Jadi, kurang dari tiga puluh menit, ayam teriyaki sudah tersaji cantik di meja makan.

    "Enak!" seru Irish setelah mencoba gigitan pertama.

    Melihat reaksi Irish makan dengan lahap, Reivant dan Adara melakukan tos. Mereka senang masakannya berhasil, meski sebagian besar memang Reivant yang memegang kendali. Adara ternyata tidak terlalu mahir. Ia masih mengandalkan buku resep, jika tidak, sering tidak sesuai.

    Di pertengahan acara makan bersama, Syafa datang. Pulang-pulang dari rumah temannya, ia langsung ke kamar mandi, ganti baju, dan menuju meja makan untuk menyantap hidangan. Ia seperti orang yang belum makan dua hari.

    Acara makan bersama selesai ba'da ashar. Mereka mengobrol sebentar, main game, kemudian Adara pamit pulang. Ia tidak bilang alasannya pulang begitu cepat karena ayahnya. Adara sudah mengirimkan pesan kepada Mbok Sri, bertanya apakah ayahnya sudah pulang, dan ternyata jawabannya belum. Ah, syukurlah.

    Daripada berurusan dengan pak ember bocor, Adara memilih untuk memesan ojol. Pak satpam membuka pintu pagar untuk nona muda. Tumben sekali, Pak Tio tidak terlihat batang hidungnya.

    Adara berhasil sampai rumah dengan selamat, tanpa omelan panjang dari ayahnya.

🔅

    Keesokan harinya, kelas Reivant, XI IPS 5, latihan untuk pentas seni. Kelas mereka memilih untuk menampilkan pertunjukkan musik. Reivant memegang gitar akustik, lima belas orang memegang pianika, empat orang memainkan recorder, sisanya menjadi tim paduan suara. Kelas mereka membawakan empat lagu daerah. Satu kelas menyepakati seragaman pakaian berwarna pastel.

    "Heh! Wibu! Ayo latihan, nonton anime wae!"

    Anak cewek di kelasnya memarahi Reivant yang mojok bersama trio nanas, menonton anime.

    "Rumbilng! Yeah! Ratakeuuun kabeh!" pekik Axel, heboh nonton Attack on Titan episode terakhir.

    "Eta, eta, katincak!" (Itu, itu, terinjak)

    Hampir sejam mereka berisik tidak jelas. Jengkel melihatnya, bendahara kelas yang killer itu merebut ponsel Axel.

    "Dieu, abdi tincak hapena." (Sini, aku injak HP-nya)

    Mati kutu. Kwartet cogan ganas itu berpisah, tersisalah Reivant yang diseret ke tengah untuk memainkan gitar.

    Sisa seminggu lagi, sebelum pentas seni dimulai. Murid-murid harus lebih serius latihan.

🔅

    Sudah cukup lama toko Arifin sepi. Namun hari ini, pesanan mendadak membludak, membuat Reivant disuruh begadang membantu Arifin dalam mengemas puluhan paket.

    Jam sepuluh malam, akhirnya mereka selesai juga. Tinggal tugas Farhan selanjutnya untuk menjaga toko.

    Begitu ingin menghidupkan mesin motor, ia melihat Diandra. Gadis itu sedang menunggu sesuatu di seberang sana.

    "Diandra!"

    "Rei?"

    Akhirnya, mereka mengobrol sebentar, dan Diandra meminta untuk diantar ke rumah.

    Di perjalanan, mereka saling diam, tidak ada yang memutuskan untuk membuka percakapan. Canggung akan hal itu, Diandra tiba-tiba mengatakan,

    "Aku minta maaf, untuk yang dulu."

    Sedikit terkejut Reivant dibuatnya. Ia menghambat laju motornya.

    "Karena hal itu, kamu jadi salah paham. Aku mengacaukan semuanya."

    Sejak di bangku sekolah terakhir, Diandra sudah ikut sebagai penyanyi kafe. Gaya berpakaian Diandra berubah semenjak dirinya terbawa pergaulan teman-teman satu tongkrongan.

    "Tapi, sungguh, itu pasti pengaruh alkohol. Aku nggak tahu minumannya mengandung alkohol!"

    Diandra terus meracau di atas motor. Agar Reivant mendengar penjelasan Diandra secara jelas, ia menghentikan motornya.

    Kini, Reivant akan menyimak apapun yang dikatakan gadis itu.

    "Jadi, bisa nggak, kita memulai kembali?" tanya Diandra. Pelupuk matanya berair. Pipinya bersemu merah. Tangannya memegang lengan baju Reivant.

    Setahun yang lalu, ketika Reivant kelas sepuluh, sedangkan Diandra sudah kelas dua belas, mereka menjalin hubungan spesial.

    "Maksudnya?" tanya Reivant.

    Kini, gadis itu telah mengutarakan perasaan untuk kedua kalinya kepada sahabatnya itu.

    "Kita ... balikan."

    Diandra adalah cinta pertama Reivant. Sakit hatinya mendalam ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri, Diandra digoda oleh teman kafenya sekitar jam sebelas malam, dan ia menerima perlakuan cowok kurang ajar itu dengan senang hati.

    Meski Diandra menjelaskan bahwa itu adalah pengaruh alkohol, Reivant sudah mulai tidak suka ketika Diandra bergaul dengan orang-orang seperti itu. Melihat pemandangan kekasih sekaligus sahabat terbaiknya disentuh oleh orang lain, Reivant benar-benar sakit hati, dan perasaan itu masih terasa hingga saat ini.

    Jadi, bagaimana keputusanmu, wahai Reivant? Apakah engkau akan memaafkan Diandra, dan memulai kembali kisah dengan mantan terindah? Atau, tetap fokus terhadap pujaan hati, yaitu Adara.

    Siapakah yang Reivant pilih?

🔅

IG : @vierya_chie
1.486 words


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top