13 🔸 Teddy Bear (2)
Sudah lima belas menit Reivant tidak kembali dari toilet. Nasi goreng pesanan Adara datang. Ia tidak enak jika menghabiskan makanannya sendirian. Celingukan ke sana kemari, Reivant tidak ada di mana-mana.
"Apa aku susul aja, ya?"
Nasi goreng itu ia titipkan ke penjual. Adara mengikuti arah menghilangnya Reivant. Ia memanggil nama cowok itu berkali-kali, namun tidak ada jawaban dari balik toilet.
Sebenarnya, Reivant itu buang air atau pingsan?
Kepala Adara masuk sedikit ke dalam toilet pria dengan mata tertutup, lalu memanggil nama Reivant.
"Keur naon neng, noong-noong kos maling?" (Lagi ngapain neng, ngintip-ngintip kayak maling?)
Gadis itu dikagetkan oleh suara bapak-bapak di belakangnya.
"Maaf, lagi nyari teman pak. Ilang di toilet."
"Ah, nu bener weh neng? Diculik jurig mereun!"
"Jurig? H-hantu?"
"Nya!"
"Kalau bapak?"
"Naon? Henteu doyaneun jurigna, ntos kolot." Bapak itu ingin masuk ke toilet. "Kalau temannya hilang, cari ke pusat informasi, bukan ke toilet!" (Nggak doyan hantunya, sudah tua).
Setelah bapak itu pergi, Adara mengernyitkan dahi. Mengapa seluruh bapak-bapak yang ia temui, suaranya terkesan memaki-maki orang? Padahal, Adara hanya menanggapi ucapannya.
Akhirnya Adara menyerah dan memilih untuk menunggu Reivant di tempat duduk semula. Keburu tidak enak, nasi goreng pesanannya langsung dimakan tanpa menunggu Reivant. Untung saja makanannya dibayar belakangan, kalau tidak, rasa kesalnya makin berlipat-lipat.
Adara:
Kamu diculik siapa? Kok nggak balik-balik?
Setelah mengirimkan satu pesan, Adara terus memandangi ponselnya, berharap tanda abu-abu itu lekas berubah menjadi biru. Lima menit berlalu tanpa jawaban, Adara langsung mematikan data seluler, jengkel.
Masih diliputi perasaan kesal, Adara sanggup melahap nasi goreng kurang lebih sepuluh menit saja. Lemon tea miliknya pun sudah bersih tak bersisa. Melihat nasi goreng milik Reivant, kondisinya sudah tidak hangat lagi, seperti wajah Adara. Ia menelpon nomor Reivant, namun tidak diangkat.
Apakah ponselnya sudah rusak total? Namun beberapa jam lalu, Reivant masih sempat menghubungi Adara.
"Awas aja, lima menit lagi nggak balik, aku minta jemput Marvin!"
Sebuah kebetulan, beberapa detik setelahnya, Reivant muncul dengan wajah berseri-seri bagai memenangkan jackpot dalam permainan.
"Adara ... haah ... maafh, lamah ...," ujarnya terdengar capek sekali.
"Iya," jawab gadis itu, matanya tetap fokus ke ponsel.
"Tebak, aku punya sesuatu buat kamu."
Sebelah alis Adara menaik. "Apa?"
Boneka teddy bear dikeluarkan dari balik badan. "Ini, buat kenang-kenangan."
Boneka teddy bear. Setelah melihat boneka itu, kepala Adara mendadak pening. Sesuatu yang menyakitkan mulai teringat kembali.
"J-jauhin bonekanya!"
Bisingnya mall dan suara Reivant, tidak terdengar sama sekali di telinganya. Yang Adara dengar hanyalah suara deru napas dan teriakan puluhan orang, menggema secara jelas. Kedua telapak tangan Adara menjadi lebih dingin. Sekelebat memori di masa lalu membuat Adara kehilangan kendali.
Tubuhnya lemas melihat bercak merah di tubuh teddy bear. Iya, itu adalah bercak darah, namun boneka yang dibayangkan Adara bukanlah boneka yang sekarang dipegang oleh Reivant, melainkan teddy bear dari ingatan masa lalunya. Terlebih, warna dan bentuknya hampir sama. Padahal sudah bertahun-tahun lalu, namun semua hal terekam jelas dalam memorinya, tidak dapat terlupakan.
Air bening mengalir deras. Adara tidak mengetahui bahwa saat ini, ia menjadi pusat perhatian para pengunjung. Ketika kondisinya mendadak kacau, ada satu tangan menarik kepala Adara ke dalam dekapan. Hangat, wangi, dan nyaman.
"Sshhh ... jangan nangis."
Kesadaran Adara perlahan kembali. Memori menyakitkan itu memudar seiring usapan lembut dari tangan kekar milik seseorang di hadapannya, yaitu Reivant. Perasaan rindu membuncah. Sudah lama sekali Adara tidak merasakan pelukan hangat seperti ini, semenjak keluarganya tidak harmonis lagi. Tangisan Adara membanjiri bahu Reivant.
"Rei ... aku ... takut ...," gumam Adara, masih nyaman merasakan dekapan Reivant.
"Nggak apa-apa. Udah, ya, jangan takut. Ada aku."
Reivant tidak bertanya apapun, mengapa Adara mendadak histeris seperti ini. Ia masih saja mengelus kepala Adara, memberikan ketenangan untuk gadis itu jika memang ia belum siap untuk cerita.
Tidak rela perasaan hangat ini berakhir, Adara meminta Reivant untuk mendekapnya lebih lama lagi. Meski tubuhnya laki-laki, namun Adara merasa, sosok ibunya sedang memeluk dirinya saat ini.
"Mama ...," gumam Adara.
Reivant sedikit bingung. Padahal ia yang sedari tadi berada di dekatnya, namun Adara malah memanggil dirinya 'mama'.
"Ada apa, Adara?" tanya Reivant.
Kepala Adara mendongak. Kini mereka saling beradu pandang. "Aku kangen mamaku," jawab Adara.
"Memang, mama Dara ke mana?"
"Ke surga."
Mendengar jawaban Adara, Reivant begitu kaget. Mereka berdua sama-sama ditinggal salah satu orang tua, selamanya.
"Innalilahi. Maaf ya, aku nggak tahu."
"Iya, nggak apa-apa." Adara melepaskan pelukannya. "Makasih banyak, ya, Rei, untuk hari ini," lanjutnya, lalu memberikan senyum termanis kepada Reivant.
Melihat pujaan hatinya tersenyum lagi, Reivant lega. Reivant merasa, hari ini Adara menangis, juga tersenyum, disebabkan sekaligus oleh orang yang sama, yaitu dirinya. Menangis karena membawakan Adara sebuah boneka, sedangkan tersenyum karena berhasil menenangkan gadis yang histeris, bagai kesurupan setan janda ditinggal kawin lari.
Keburu nasi goreng Reivant semakin tidak enak, ia mempersilahkan cowok itu untuk menghabiskan terlebih dahulu makanan miliknya.
Rasa penasaran menyelimuti benak Reivant. Akhirnya, ia memilih untuk bertanya.
"Kalau boleh tahu, kenapa kamu bisa sampai seperti ini ketika lihat teddy bear?"
Pertanyaan dari Reivant tidak langsung dijawab. Adara nampak ragu untuk menceritakannya.
"Teddy bear mengingatkanku tentang hal yang nggak menyenangkan," jawab Adara, masih menutupi alasan ia histeris hingga lupa daratan.
Mengingat bahwa mereka sedang bersenang-senang, Adara mengalihkan topik.
"Kenapa kamu lebih memilih mengajakku, dibandingkan teman-teman kamu?" tanya Adara.
Jika ia bisa langsung jujur dari lubuk hatinya, tentu saja Reivant akan menjawab, ingin menghabiskan waktu berdua bersama sang pujaan hati meski melalui acara ulang tahun adiknya. Seperti mengambil kesempatan di balik kesempitan, tapi, toh, Adara pun telah menyetujuinya, jadi Reivant tidak perlu khawatir bakal dibilang si pencari kesempatan.
Bahkan Kirana dan adiknya tidak menghubungi mereka berdua. Apakah mereka kira, Reivant dan Adara telah meresmikan hubungan? Bisa jadi.
Saat ini, Reivant malah berpikiran terlalu jauh dan menganggurkan pertanyaan Adara. Ia sibuk meng-aamiin-kan pikiran-pikiran positifnya.
"Oh, ya, ehm ... karena teman-temanku banyak. Kalau ngajak salah satu, takut aku disantet sama dua makhluk lainnya. Kalau diajak semua, bukannya senang, adikku malah kabur digangguin mereka, para titisan dajal," jelas Reivant panjang lebar.
"Jadi, pilihan yang tepat, nggak usah diajak semua. Teman dekatku, selain mereka itu, cuma kamu," lanjutnya dengan kedua pipi bersemu merah.
Melihat respon lucu dari Reivant, membuat Adara terenyuh. Ia dianggap sebagai teman dekat Reivant, padahal sudah berkali-kali Adara memarahi ketua OSIS itu.
"Aku minta maaf ya. Padahal boneka itu niatnya buat kenang-kenangan, tapi karena itu teddy bear, aku benar-benar nggak bisa terima," ujar Adara merasa bersalah.
"Iya, nggak apa-apa. Aku nggak tahu kamu ada masalah pribadi mengenai teddy bear." Reivant tersenyum simpul. "Kalau kamu butuh bantuan, hubungi aku."
Sedikit speechless dengan perkataan Reivant, kemudian Adara menabok pundak cowok di hadapannya itu. "Kamu suka sulit dihubungi!" gertak Adara.
"Eh, iya kitu?"
"Iya!"
Reivant tertawa singkat. "Kalau sulit, timpuk aja pakai sepatu roda."
Tangan kanan Adara diulurkan. "Oke, deal?"
Bergidik mendengar kata deal, Reivant memandu tangan Adara ke tempat semula.
Sudah terlalu lama menghabiskan waktu berdua saja, kini Reivant dan Adara menyusul ke tempat Kirana dan adik-adiknya berada, yaitu wahana mandi bola.
Melewati bagian elektronik, Adara menanyakan lagi mengenai kondisi ponselnya. Reivant hanya menjawab, belum diperbaiki.
"Gimana kalau kita perbaiki sekarang? Nanti, kita patungan aja. Soalnya, aku nggak enak, karena aku juga, HP kamu sampai pecah luar dalam begitu."
Ditawarkan patungan bersama teman, Reivant pasti akan merasa bersyukur. Tapi jika patungan bersama gadis yang ia sukai, terlebih kondisi keuangannya pasti lebih baik dibandingkan dirinya, ia merasa makin terbebani.
Apakah ini yang dimaksud lagu Berbeza Kasta yang dinyanyikan bocah pengamen viral itu? Belum juga resmi, perbedaan itu sudah terasa nyata. Tapi, hati mungil nan positif thinking Reivant juga berkata, Adara adalah gadis baik yang dapat menerima bibit-bebet-bobot Reivant dan keluarga.
Positif saja dulu, lalu aamiinkan.
"Nggak usah," tolak Reivant singkat.
"Terus, aku mesti tanggung jawabnya gimana?" tanya Adara lagi, ia masih merasa khawatir.
Reivant tampak berpikir, kemudian muncul satu lampu terang benderang di dalam otaknya. "Turuti kemauanku," katanya nanggung.
"Memang, kemauan Rei, apa?" tanya Adara, bingung.
"Kemauan yang pertama, jangan bahas mengenai patungan-patungan lagi. Itu bisa aku aja yang urus."
"Oh ... gitu, ya." Adara manggut-manggut, kemudian baru tersadar akan keganjilan kalimat Reivant. "Lho, memang ada yang kedua?"
Reivant tertawa nakal. "Ada deh. Belum kepikiran. Kalau udah, akan kuberitahu."
Perasaan Adara tidak enak. Apa yang Reivant rencanakan untuk kedepannya?
Sesampainya di wahana mandi bola, Kirana dan kedua adiknya sudah menunggu Reivant dan Adara di luar. Sudah cukup bosan bermain, Irish minta pulang.
Adara dan Reivant pulang bersama di satu motor. Mereka berdua bernyanyi, menikmati angin sore di perjalanan.
Sesampainya di rumah Adara, jam telah menunjukkan pukul lima sore. Cepat-cepat Adara turun dan berterima kasih kepada Reivant.
Adara membuka gerbang rumah secara perlahan. Ia mengendap-endap ke dalam seperti maling amatiran. Hingga di ambang pintu, ia mengetuk, berharap dibuka oleh mbok Sri.
Kaget bukan main Adara setelah melihat sosok yang muncul dari balik pintu.
"Habis dari mana?" tanya Pras, ayah Adara. Matanya seram, seperti ingin menerkam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top