00 🔸 Prolog

    "Kamu nyebelin! Kamu juga nggak pernah ngertiin aku!" sentak seorang gadis berseragam putih biru yang secara mandiri mengusap bulir bening di mata.

    Aku juga nggak ngerti sekarang kamu marah karena apa.

    "Sudah, kita putus saja."

    Gadis itu telah membulatkan hati untuk mengkhatamkan kisah-kasih dengan sang mantan barunya ini.

    Salahku apa? Aku kurang perhatian? Aku nggak kasih kamu kuota bulanan? Aku nggak kasih kamu puisi setiap akhir pekan? Atau nggak bisa gendong kamu sampai dufan?

    "Oke," Reivant menyetujuinya.

    Selang beberapa bulan, ia merajut kisah asmara dengan gadis lain namun malah lebih sulit dipertahankan, hanya dua bulan saja.

    "Kita udahan saja. Aku capek," tutur gadis kedua yang berhasil memutuskan hubungan dengannya.

    Kamu capek habis ngapain maemunah?

    "Kenapa?"

    "Pikir sendiri."

    Belum juga merasakan hujan badai, angin ribut, puting beliung, banjir dalam hubungan mereka, bendera putih sudah berkibar. Kesehatan mentalnya mulai goyah.

    Untuk saat ini, Reivant lebih memilih mendekam di kamar sembari menonton anime. Menginjak masa putih abu-abu, ia kehilangan motivasi untuk membiarkan dirinya terjangkit virus merah muda.

    "Heh bocah, daripada nganggur, ngahayal tokoh kartun bakal hirup, mending bersihkan rumput depan toko," pinta Arifin. (Menghayal, hidup)

    "Dibersihkan juga nanti tumbuh lagi. Biar berkah, tunggu dimakan kambing saja," jawab Reivant sekenanya.

    Arifin menjewer telinga Reivant. "Sok maneh nu jadi embena!" (Kamu yang jadi kambingnya)

    Srrrk

    Suara roda bergulir di aspal baru di cor, tiga bulan lalu. Sebelah mata Reivant kelilipan pasir, tapi rasanya seperti kemasukan kutu kerbau, begitu perih. Dengan sebelah mata masih merah, ia menoleh ke sosok yang ada di sampingnya.

    Gadis yang tidak terlalu tinggi namun proporsi tubuhnya ideal, memakai baju kodok berbentuk rok dari bahan jeans. Gadis itu berhenti di depan toko buku Arifin, melepas sepatu roda hitam dan sepaket pengamannya, menyisakan kaos kaki putih polos membalut kaki jenjang mungil itu.

    "Reivant, atos ncan?!" tanya Arifin memastikan. (Sudah belum?!)

    "Atos, bersih pisan, om ...," gumam Reivant. Manik matanya tidak bisa lepas dari bidadari bersepatu roda.

    Mereka bak kutub magnet yang berlawanan bertemu. Ya, seorang korban dunia dua dimensi sedang menyangkut-pautkan dengan kejadian nyata.

🔅

IG : @vierya_chie
341 words
10/05/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top