Chapter 7 - Six Nyeremin

Peringatan!

Nggak ada sangkut pautnya tentang teori! Disini nggak ada bahas teori! Ingat, ini hanya ff LN x reader! Seluruh ceritanya akan saya ubah sedikit demi kenyamanan bersama!

.

"Hai, [Name]."

"H-Hai juga."

[Name] lagi gemeteran nyambut tangan Six yang sengaja diulurkan. Takut-takut kalau Six mau matahin tulang dia diam-diam.

Itu sih dari fantasinya dia aja karena keliatan banget dimata [Name], Six tuh serem banget kayak di gambar yang dibuat orang lain. Nggak mungkin juga Six mau ngelakuin itu tanpa sebab.

Setelah berjabat tangan cukup lama, Mono menginterupsi mereka berdua untuk pergi ke ruang selanjutnya.

Seperti biasa, Mono lebih memilih bergandengan tangan dengan [Name] kala mereka ingin menyebrang menginjak kayu yang keliatannya mau patah. Six ngikut aja di belakang, tapi sambil jaga [Name] juga dari belakang.

Enak banget [Name] punya dua bodyguard secara ga langsung.

"NKHAPKSNKSKJNWNMKSKALQLKAN!"

"Duh, apaan sih nih orang bikin kepala sakit lagi?!"

Untung aja [Name] merasakan rasa sakit disaat mereka sudah sampai di ruang berikutnya yang ada pianonya.

Udahlah, kayaknya ga perlu dijelasin lagi dimana mereka berada sekarang.

"[Name], kamu sakit lagi?" Mono lebih dulu bertanya saat [Name] protes sambil memegangi kepalanya.

"Kupikir begitu."

Ga ada angin, ga ada hujan. Akhirnya, mereka berdua --Mono dan [Name]-- bisa mendengar suara Six dengan jelas tanpa ngeden atau apalah itu istilahnya. Mendengar Six berujar singkat aja membuat bola mata Mono dan [Name] membulat sempurna. Bedanya, wajah Mono masih ketutupan kardus ga diekspos.

"Apa?" Six melihat keduanya secara bergantian menyadari dirinya ditatap dengan wajah datar.

"NAKMDNJODKWPPQLQKNSJJZNANKAKLANDJKA!!!"

Untuk kesekian kalinya [Name] dibuat pusing sama seseorang nun jauh disana.

"Pengen ku pecahin aja nih kepala sumpah!!!"

"JANGAN!"

[Name] kaget mendengar mereka berdua berteriak melarang apa yang ingin [Name] perbuat. Suara Six memang lebih pelan dari Mono dan lebih ga ada ekspresi, tapi Six juga kayaknya keliatan ga terima kalau [Name] beneran ngelakuin hal itu di diri dia sendiri.

"Jangan, [Name]! Biar bagaimanapun, kita pasti punya satu cara biar kepalamu ga pusing lagi! Aku yakin itu!"

Makin baperlah [Name] dengan jantung yang sudah berdetak ga karuan melihat apa yang dilakukan Mono padanya.

Disaat Mono sedang berujar seperti tadi, Mono memegang kedua pipi [Name] dengan kedua mata mereka yang saling bertatapan.

Ga bisa dipungkiri, hal itu sukses membuat wajah [Name] memerah padam dan mau pingsan untuk kedua kalinya.

"S-sebentar dulu, Mono. Aku mau berbincang sama kepalaku dulu."

[Name] menyingkirkan kedua tangan Mono yang ada di pipi lalu menjauh dari kedua orang yang [Name] yakini mau jebolin lantainya.

Benar aja apa yang [Name] pikirkan. Selagi [Name] mau berbincang, Mono menyuruh Six naik ke piano nanti setelah dirinya memutar katrol dan membuat talinya putus menghantam lantai.

Bodo amat mau dikata orang gila sama Mono karena sudah berbicara dengan kepala sendiri, [Name] udah sering dianggap orang gila sama satu rumah disaat dirinya mengecek beberapa fanart doi di internet.

Melihat dari tindakan Mono, kayaknya Mono ga akan menganggap [Name] aneh-aneh deh.

"Siapapun yang bisikin aku, kamu ngapain sih?!"

"AAAKHHH! BISA-BISANYA-- IH, AKU KESAL!!"

"Apaan sih?! Ngomong tuh yang jelas! Ada doi disini nih!"

"AKU KESAL SAMA KAMU TAUK! BISA-BISANYA KAMU GA NINGGALIN DIA DAN MALAH NOLONGIN DIA?!"

"Duh, sakitnya."

[Name] sempatkan dulu mengeluh sebelum dirinya mulai berujar protes pada kepalanya sendiri.

Ini sih fix sudah dikata orang gila kalau dia masih ada di dimensinya yang dulu. Untung aja di dimensinya yang sekarang, semua hal yang ga normal pasti dianggap normal sama Mono dan Six.

Mereka berdua aja punya kekuatan mistis gitu. Jangankan mereka, hampir semua musuh yang mereka hadapi pasti pada ga normal.

Ya iyalah mereka nganggep [Name] mistis kayak diri mereka dan yang lain juga kalau [Name] lagi mau ngomong sama diri dia sendiri di dimensi ini.

"Maksudmu Six?"

Pendengaran Six yang awalnya ga peduli mulai menajam mendengarkan setiap kata apa yang mau diomongin [Name] ketika dirinya ga sengaja dengar namanya disebut.

"Wahai seseorang yang ada di kepalaku, kamu ga mikirin nasibku kalau aku beneran ninggalin dia apa?! Kalau kamu mau merintah aku, harusnya kamu pikirin juga dong nasibku bisa jadi gimana kalau aku beneran ngelakuin itu ke dia!!"

Brak!!!

"Apa itu?"

Kebetulan yang tak diduga pun terjadi. Lantai 2 hancur begitu mereka lompat berbarengan di atas piano saat [Name] mengatakan suatu kalimat yang ga boleh diketahui sama mereka berdua.

Kaget sih, tapi [Name] masih berusaha menetralkan detak jantungnya dan mengatakan suatu kalimat protes lagi dengan orang yang ada di kepalanya.

"Lantainya jebol. Untung aku ga mati."

"Harunya kamu ga sengaja dorong dia biar dia mokad sekalian."

"..., dahlah. Aku lelah sama semua orang yang ada di dimensi ini. Kok hobi banget mokadin orang?"

"Psst. Hey, [Name]."

Suara Mono mulai terdengar dari bawah lantai yang jebol, menginterupsi [Name] untuk turun dan biar dia gendong ke dalam dekapannya nantinya.

Dekapan mulu perasaan.

"Udah dulu, doi manggil nih. Kamu harus nunjukin wujudmu kalau aku berhasil ubah takdir dia."

"Oke, aku tunggu. Aku taruhan satu yellow jacket kalau aku yakin kamu ga bakalan bisa ubah takdir dia."

"Woe!!!"

Selesai dengan urusan kepalanya yang berbicara, sekarang [Name] harus turun ke lantai bawah dengan tangan Mono yang sudah menjulur bersiap menangkap [Name].

Sebelum turun, [Name] sempatkan dulu membaca doi-- doa maksudnya, takut-takut tangan Mono sengaja dipelesetin biar [Name] end.

"Ya jangan sampe lah! Kan doi baik."

Memejamkan mata dan menarik napas dalam, [Name] melompat dan berhasil ditangkap Mono dari bawah.

Berhasil dengan urusan turun dari lantai 2, Six yang turun lebih dulu dari piano sudah siaga di tempat biar Mono bisa lompat dan ngambil kunci di luar ruang. Di adegan ini, Mono akan mengendap-endap ngambil kunci dan pipa dengan Six yang sudah mengalihkan perhatian menekan beberapa tut piano.

Tentu saja dengan kehendak author, cerita ini akan berbeda dari yang aslinya. Bedanya, di adegan ini [Name] akan lebih berjasa menolong Mono.

Gimana ceritanya? Kita simak aja sekarang.

Setelah Mono berhasil keluar ruangan, Six lebih dulu naik ke piano dan langsung memainkan piano seperti biasa.

Disini memang nggak ada keanehan nih, sampai si kepala keramik datang ke dekat pintu. Yang jadi keanehannya disini adalah, si [Name] malah datengin tuh kepala keramik di dekat pintu sebelum Mono berhasil ngambil pipa besi.

Menjeritlah sudah Mono dan Six melihat [Name] deketin anak lain, sampai dimana keanehan pun terjadi.

Melihat si anak keramik di dekat pintu, [Name] kesal aja liat tuh anak hidup dan menyusahkan doinya. Dengan penuh rasa kesal, [Name] datang ke dekat pintu dan memegang pergelangan tangan tuh anak yang dimana membuat si anak keramik yang dia pegang menghilang meninggalkan baju yang dia pakai.

Kedua orang sekaligus [Name] kaget melihat [Name] bisa menghilangkan seorang anak dalam sekali sentuh. Sudah mereka berdua duga kalau kehadiran [Name] ini memang nggak biasa.

Dari yang sebelumnya, kenapa [Name] nggak ngelakuin itu aja dari awal?

"A-a-a-apa itu?!" [Name] mundur beberapa langkah dan melihat kedua tangannya terkejut.

Mulai dari sini, Six merasa ada sesuatu yang [Name] lakukan sama persis dengan seseorang yang dia lihat sebelumnya. Semacam deja vu mungkin? Dari yang Six lihat, Six baru sadar kalau rupa [Name] termasuk sama persis dengan seseorang yang dia ingat.

"Tenangkan dirimu, [Name]. Selagi kau menenangkan diri, aku harus membukakan pintu dulu untuk Mono."

[Name] mengangguk menyetujui Six, menunggu Six membukakan pintu dan membuat Mono menghampiri dirinya.

"Kamu gapapa?" [Name] mengangguk menjawab pertanyaan Mono.

Perasaan itu mulu yang ditanyakan Mono ke [Name].

Beberapa kali Mono mengelus pucuk kepala [Name], diri [Name] sudah mulai tenang kembali seperti sebelumnya.

Membuka pintu dan beralih ke ruang sebelah, jantung [Name] mulai ga karuan berdetak lagi karena kaget dirinya diterjang gitu aja sama si anak keramik. Ga dia sangka si anak sudah tau kehadiran mereka bertiga.

Maksud hati [Name] ingin melakukan apa yang sudah dia lakukan sebelumnya sampai bisa buat si anak menghilang malah si anak makin ga ilang-ilang.

Mono dan [Name] makin panik sama anak yang mau ngapa-ngapain [Name], hingga si Six datang dan mecahin kepala tuh anak. Six juga merasa dendam sama anak yang wujudnya macam keramik walau dia ga ngelakuin apa-apa ke Six.

Ini sih apa yang terlihat di mata [Name] lagi. Rasa takut [Name] pada Six mulai memuncak lagi berkat jiwa-jiwa psikopat Six ketika ngancurin kepala keramik.

"Maaf, aku lama."

"Gapapa. Aku selamat!"

'Untung dia ga ada niat mau bunuh aku!'

Makin kesini, kayaknya si [Name] mulai menunjukkan keanehan yang dia miliki. Kayak si Mono dan Six yang awalnya belum tau apa-apa tentang diri mereka sendiri sampai bisa tau diri mereka di ending game-nya.

.

To be continue ....

Karena besok atau kemungkinannya lama aku gabisa update, sekalian aja sekarang aku update lagi.

1407 word

Resaseki12

Rabu, 10 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top