Chapter 5 - Ketampanan Mono
Peringatan!
Nggak ada sangkut pautnya tentang teori! Disini nggak ada bahas teori! Ingat, ini hanya ff LN x reader! Seluruh ceritanya akan saya ubah sedikit demi kenyamanan bersama!
.
Membuka pintu perpus, menyusuri lorong menyeramkan dengan papan catur raksasa dan salah satu king yang memakai kepala keramik anak nakal, hingga sampailah [Name] dan Mono di suatu ruang makan dengan banyaknya anak kepala keramik ga ada otak sambil gandengan tangan.
Main gandengan terus. Tak bacok kamu ntar mampus nih cerita.
Sudahlah, lebih baik jangan. Bisa mampus saya di tangan pembaca kalau beneran ngelakuin hal jahat ke kamu [Name].
Di ruang makan itu, [Name] mau inisiatif ngambil sendok sup lebih dulu biar bisa mentungin kepala mereka. Namun kenyataan tak sesuai ekspektasi. Niatnya mau jadi pahlawan malah dianya yang jadi sandera dari anak nakal.
Sebelum [Name] dibawa jauh sama anak-anak nakal lainnya, Mono dengan cepat ngambil sendok sup yang mau diambil [Name] lalu dipentung ke kepala anak yang mau bawa jauh [Name]nya Mono.
Itu yang dipikirin Mono sih.
Ahay, baper nggak tuh udah berpaling dari Six?
"Kamu gapapa?"
"Iya, aku selamat. Makasih banyak, Mono."
Mono narik tangan [Name] biar dia bisa berdiri dan berlindung di belakang Mono. Sedangkan Mono juga jadi bisa lebih leluasa mentungin anak-anak berdosa yang mau usil nyulik [Name]nya dia.
Sewaktu Mono mentungin salah satu anak yang mau nyulik [Name] kayak Six sebelumnya, para anak-anak nakal itu malah makin banyak. Istilahnya main keroyok.
Satu lawan banyak, tapi yang menang malah satu orang. Merusak nama baik keroyok aja.
"Ternyata di tempat makan, mereka makin banyak." Mono ngintip di bawah meja.
"Kita harus apa sekarang?"
Mendengar pertanyaan [Name], Mono diem aja dengan pose berpikir. Melirik dimana pecahan kepala yang dia pentung, sepertinya Mono mendapatkan sebuah ide.
"Gimana kalo kita nyamar?" Mono nunjukin pecahan kepala keramik yang keliatannya masih baik-baik aja.
'Oh iya, aku lupa kalo di adegan ini Mono bakal nyamar.'
Dag dig dug serrr sudah jantung [Name] membayangkan dirinya bisa tau wajah Mono di adegan ini. Sambil membulatkan mata sebulat-bulatnya biar dia puas liat wajah Mono gimana sensasinya kalau diliat secara langsung.
Walau Mono lagi sibuk nyariin wajah keramik satu lagi dengan keadaan utuh, Mono masih bisa sadar kalau [Name] sudah merhatiin dia daritadi.
"K-Kenapa [Name]?" Tanya Mono sedikit merasa risih ditatap.
"Ga, gapapa. Silahkan lanjutkan apa yang mau kamu lakuin."
Melihat perlakuan [Name], entah kenapa membuat Mono merinding disko. Mono tau betul apa yang [Name] pikirkan sekarang.
"Ayolah cepat~ Aku cuma mau liatin kamu kok. Kamu tampan banget hari ini~"
'Bo'ong banget dia,' batin Mono menjerit.
Melirik kedua kepala yang dia temukan masih dalam keadaan utuh, Mono ngasih ke [Name] kepala yang masih lebih baik daripada kepala keramik yang dia pakai nanti.
Mono maunya [Name] nggak ketahuan dengan mudah aja, nggak lebih.
Iya, nggak lebih. Itu menurut Mono. Berbeda kalau menurut [Name] yang nerima tuh kepala keramik.
'Dia lebih milih kepala keramik yang agak rusak pasti mau nunjukin wajah tampannya itu ke aku tanpa sengaja.'
Sok iya aja kamu [Name]. Mana mungkin juga Mono bisa memudahkanmu melihat mukanya. Belum saatnya kali.
"Kenapa nggak dipakai?" Mono melihat [Name] dengan kepala keramik yang masih ada di tangan.
Dengan tanpa bersalahnya [Name] malah senyam-senyum aja sambil mandangin Mono dengan tatapan ... kalian pasti tau lah ya.
"Aku mau liat kamu makai dulu baru aku pakai."
"...."
'Aku tau kamu mau apa. Aku tak sepolos itu, [Name].' Mono membatin menatap horor [Name] dari balik kepala kardus miliknya.
Selagi Mono ingin mengganti kepala kardusnya dengan kepala keramik, mata [Name] masih dengan cermat melihat setiap inci wajah Mono.
'Ayo dibuka lebar-lebar!'
Perhatian, tolong jangan ambigu dengan apa yang batin [Name] katakan barusan. Dilupain juga boleh. Malah dilarang banget kalau diingat.
Waktu Mono lagi lepas kardus, [Name] sampai harus nunduk-nunduk gitu biar keliatan wajahnya Mono. Sayangnya, wajah Mono yang sengaja ditundukkan gelap banget nggak ada cahaya ilahi. [Name] jadi nggak bisa liat wajah tampan Mono.
Mendecakkan lidah, [Name] kesal sendiri sambil menginjak-injak sesuatu. Disisi lain, senyuman tipis Mono keliatan banget kalau aja kepala keramiknya nggak dia pakai.
"Ayo, kamu juga pasang."
"Ck, iya deh."
[Name] memasang kepala keramik dengan perasaan kesal dan marah bercampur aduk jadi satu.
Disepanjang perjalanan, Mono juga selalu gandengin tangan [Name].
Romantis sih, tapi bukan ini yang [Name] mau kali ini.
Dia cuma mau liat wajah Mono secara langsung. Udah itu doang, nggak ada nego.
Sekali ditunjukin pun [Name] pasti bakal sujud syukur. Kalau ada hp-nya dia yang nggak sengaja dibawa juga bakal cepet dia foto dan diabadikan di kamar kalau dia sudah pindah ke dimensinya lagi.
'Sesekali ditunjukin kek tuh wajah. Mubazir tau, kegantenganmu diembat sendiri.'
"Belum saatnya kamu tau wajah dia, wahai anak muda."
"Diam kamu, gausah ngatain. Skalinya ngomong malah bikin kepalaku pusing."
"Eh? [Name] sakit?"
"...."
'GW LUPA ADA DOI DISINI SIAL!!!'
Dengan penuh rasa kekhawatiran, Mono berjalan ke atas meja lalu mengulurkan tangan untuk [Name] naik sebelum mereka melanjutkan perjalanan.
"A-Ano, itu untuk apa?" [Name] menunjuk uluran tangan Mono.
Sesekalilah mengalihkan perhatian, Mono juga ga bakal nyadar. Itu yang [Name] pikirkan sih. Padahal dia udah banyak kali ngelak kalau ditanya lagi sakit atau nggak.
"Kita istirahat dulu aja sebelum kita melanjutkan perjalanan."
'Ih, ternyata doi peka. Gabisa di elak dong?'
Ya iyalah nggak bisa. Namanya juga rasa kepedulian Mono sangat besar sampai bisa peka kalau orang itu lagi ngerasain apa.
Kau lupa dengan apa yang sudah dia lakukan pada Six selama ini di dalam game waktu kamu belum masuk ke dunia mereka?
Efek lupamu pasti efek sudah pindah tempat ke dunia itu sambil mesra-mesraan mulu sama Mono. Buktinya, dia aja sampai lupa tujuan awal mereka yang mau nyelametin Six. Apa jadinya si Six sekarang?
"Udah Mono, kita jalan aja. Aku udah mendingan kok."
"Beneran gapapa?" Ekspresi Mono masih menunjukkan rasa khawatir dari balik kepala keramik yang dipakai.
"Iya, gapapa."
'Lagipula, aku juga takut dimakan Six kalau udah ngebuat Mono lama nyelametin dia.'
Masih dengan ekspresi khawatir, Mono turun dari meja dan langsung nyambar tangan [Name] yang dibiarkan menggantung.
Berjalan terus berjalan di meja makan kerusuhan anak keramik ketika mereka sudah lewat dari bawah meja. [Name] sesekali melirik beberapa anak yang ada di sana dengan perasaan takut jika identitasnya ketahuan. Disamping itu, [Name] juga sesekali melirik Mono berada, berharap dirinya bisa melihat wajah tampan Mono secara ga sengaja.
'Udahlah buka aja tuh wajah keramik-- eh, jangan deh. Ntar bisa ketangkep, akunya yang repot.'
Sesampainya di bawah meja makan para anak nakal, Mono masih aja megangin tangan [Name] hingga sampai ke ujung meja. Sebelum sampai keluar, untung aja [Name] sempat narik tangan Mono. Dia sempat teringat suatu adegan mengerikan kalau benar Mono keluar lebih dulu.
Awalnya, Mono mau protes kenapa dia ditarik sampai dia ada di pelukan [Name]. Tangannya [Name] sampai bergetar waktu Mono rasain.
Tapi sesudah liat mangkuk besar jatuh tepat di depan Mono membuat Mono diam seribu kata.
"Makasih," kata Mono mengelus kedua tangan [Name] menenangkan sebelum akhirnya ditarik jalan keluar dari kolong meja.
Jalan ke lorong sekolah hingga sampai ke ujung ruang, Mono masih aja megangin tangan [Name] buat jagain [Name] juga biar ga diculik atau kena bully di tengah jalan.
Kita skip sampai di ujung ruang yang membuat kepala keramik [Name] dan Mono pecah bersamaan. [Name] yang sadar kalau kepala keramik mereka pecah langsung melebarkan mata selebar-lebarnya. Bahkan dia sampai nunduk-nunduk biar liat wajah tampannya Mono tanpa cahaya.
"Belum saatnya kamu tau wajah dia nak."
"Diam kamu! Aku sibuk!"
"Sibuk apa, [Name]?" Mono menoleh dimana [Name] berada.
Bagaikan petir di siang bolong, jantung berdetak ga karuan, [Name] kaget setengah mati melihat Mono. Tampilan Mono benar-benar beda kali ini.
Iya, beda. Karena kepalanya nggak dia tutup pakai kardus seperti biasa. Secara otomatis ketampanan Mono terekspos jelas dengan lampu penerangan yang redup-redup sayup.
Kira-kira beginilah tampilan Mono yang ada di mata [Name]. Berbeda jadinya kalau diliat berdasarkan dari naluri dan akal yang masih sehat walafiat.
Ngomong-ngomong, gambar yang kalian liat itu diambil dari pinterest-- bukan, maksudnya berdasarkan dari sudut pandang kalian yaitu [Name]. Abaikan secuil Six yang ada di samping Mono.
"E-eh? [Name]?! Ada apa?!"
Mono panik karena [Name] pingsan tertampar dengan ketampanan Mono. Dia masih belum sanggup ngeliat langsung bagaimana matanya tercerahkan dan tersucikan.
.
To be continue ....
1365 word
Resaseki12
Minggu, 7 Maret 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top