Chapter 3 - Fanservice Mono

Peringatan!

Nggak ada sangkut pautnya tentang teori! Disini nggak ada bahas teori! Ingat, ini hanya ff LN x reader! Seluruh ceritanya akan saya ubah sedikit demi kenyamanan bersama!

.

"Kamu tunggu disini aja, [Name]. Biar aku yang masuk ke sana."

"Nggak mau! Nanti kamu ketangkep juga kayak Six gimana?!"

Tenang kok, saat ini [Name] dan Mono sedang bergelut dengan suara pelan setelah berhasil pergi ke ruangan lainnya lagi.

Mereka sudah berdebat sejak setengah jam yang lalu. Lama juga sih.

Penyebab mereka berdebat sampai jadi begini juga karena mereka nggak sengaja liat The Teacher atau kita sebut ajalah leher panjang sedang mengajar murid-murid keramik tak ada otak di ruang kelas paling pojok.

Tau lah ini di adegan yang mana.

Bagi yang masih nggak tau, ini tuh adegan dimana Mono pertama kali ketemu leher panjang. Tapi kali ini, Mono nggak sendiri. Dia ditemenin sama [Name] karena nggak ketangkep kayak Six.

Padahal rencana mereka cuma mau nyelametin Six dari bocah keramik. Tapi kenapa malah jadi berdebat panjang kali lebar gini?

"Pokoknya tunggu disini aja, [Name]. Aku nggak mau kamu kenapa-napa."

"Kamu tuh yang harusnya mikir dirimu sendiri. Aku juga nggak mau kamunya kenapa-napa."

Terusin aja gelutnya sampai Six bebas dan makan kamu hidup-hidup.

Eh, jangan deh. Ceritanya bisa tamat nanti.

"Aku mau ikut kalau kamu nggak bolehin aku pergi sendiri ke sana! Titik!"

Marahnya perempuan memang yang paling seram menurut Mono sejauh ini. Liat aja matanya yang sudah berkaca-kaca pengen nangis.

[Name] juga tau itu, tapi masih keras kepala minta ikut. Karena [Name] tau, leher panjang kayak ular itu nggak bisa disepelekan.

"Yaudah, kita gandengan tangan."

"Yess!"

Dengan perdebatan panjang yang dimenakan [Name], dalam hati sebenarnya [Name] mau lebih ngerjain anak orang lagi.

Dosa kamu [Name]. Nanti kalau dia nangis, gimana caranya mau nenangin coba?

Setelah Mono bergandengan tangan dengan [Name] menyusuri belakang kelas mengendap-endap, sampai juga mereka di salah satu ruangan yang menyediakan kunci di atas rak.

Kali ini, [Name] nggak baper, mimisan, salting, atau sejenisnya kok. Dia tau kalau dia ngelakuin itu di tengah pelajaran, habislah kepala [Name] di 'NGAP' sama tuh guru.

'Aku tau ini pasti jebakan.' [Name] menatap rak buku dengan kunci di atasnya.

"Mono, kamu sembunyi aja di kotak itu."

"Eh? Kenapa--"

"Udah nggak usah nanya lagi. Biar aku yang ngambil kunci itu untukmu."

Mono nurut aja waktu [Name] nyuruh dan nungguin [Name] di kotak. Biarpun begitu, sebenarnya [Name] cuma nggak mau aja kalau Mono kena luka gores dan lecet.

Manusia seperti Mono tuh harus dijaga dengan sebaik-baiknya, itulah yang [Name] pikirkan.

Naik ke rak lalu lompat dan menjauh dari rak biar nggak kena timpuk, [Name] sudah tau semua itu.

Dengan sigap, [Name] ngambil kunci terus pakai gaya sleding.

"Eh, ga masuk!" Jerit [Name] panik.

Iya, [Name] salah sleding tadi. Maksud hati mau sleding langsung masuk ke kotak malah ke sebelahnya. Otomatis, [Name] nggak ikut sembunyi sama Mono yang ada di dalam.

Karma kan kamu, bikin anak polos nangis.

Untungnya sebelum [Name] jauh dari kotak, Mono sigap aja genggam tangan [Name] dan narik paksa masuk. Untungnya sempet tuh bocah-- maksudnya [Name], nggak di 'NGAP' sama guru killer.

Mono langsung meluk [Name] dalam dekapannya biar maksudnya dia aja yang ketahuan sama tuh guru, [Name] jangan.

Heran, Mono pinter ngasih fanservice begitu ajaran dari siapa sih? Nggak mungkin juga Thin Man yang ngajarin dia.

Liat, bahkan wajah [Name] sudah merah padam gara-gara kena fanservice Mono. Jago banget Mono ngasih fanservice ke [Name].

'Duh, aku mati skarang pun kayaknya nggak apa selagi ada di dekapan Mono.'

"Bagus ya kamu. Aku suruh ubah takdir dia malah main mesra-mesraan."

"Lu juga ga guna banget. Masa nyuruh aku yang nggak tau apa ngubah takdir mereka? Kalo kamu punya waktu bisikin aku kayak gini, harusnya kamu dong yang ubah takdir mereka."

"..., [Name]?"

"...."

[Name] terdiam seribu kata dan kalimat. Menatap dimana Mono berada, [Name] mendapatkan tatapan aneh dan nggak bisa di deskripsikan di wajah Mono karena ketutupan kardus. Walau gitu, [Name] yakin pasti Mono sudah mengecap [Name] sebagai orang aneh.

'MULUT PENGHIANAT! LU BOCORIN RAHASIA GUA GITU AJA?! LU MULUT GUA BUKAN SIH?!'

"M-Maaf Mono. Kayaknya kita harus cepat-cepat pergi dari sini."

"Ah, kamu benar."

'Untung nih anak polos.'

[Name] mengelus dada dan mengucapkan rasa syukurnya berkali-kali sebelum dia kena fanservice lainnya dari Mono.

Mono genggam tangan [Name] terus jalan ke kolong yang tersambung dengan lemari. Nggak sampai disitu aja. Waktu si guru mukul meja pakai penggaris atau mistar, Mono kaget dan refleks nutup mulut [Name] pakai tangan dia.

'MONOOOOO!!!!' Jerit [Name] terkena fanservice berlebihan.

Melewati meja guru dan meja murid hingga sampai pertengahan jalan, betapa bodohnya kaki [Name] malah nginjek sesuatu yang berbunyi. Otomatis tuh guru tau posisi mereka berdua sekarang.

Dengan sigap, Mono narik [Name] lari bareng sampai ke pintu selanjutnya yang terkunci.

Mono yang buka tuh kunci karena [Name] sempet ngasih kuncinya ke Mono. Dia kan punya penjepit buat ngantongin tuh kunci biar ga jatuh. Makanya [Name] harus memanfaatkan alat Mono dengan sebaik-baiknya.

Setelah dibuka, Mono masuk ke lift dan langsung dekap [Name].

Ga tau deh tuh anak makan apa. Bisa-bisanya dia seaktif itu bikin [Name] jantungan berapa kali.

"Cukup Mono! Aku ga bisa diginiin!" [Name] teriak sambil dorong Mono ngejauh dari dia setelah pintu lift terbuka.

"K-Kenapa [Name]--"

"Diem! Cukup! Hentikan! Jantungku ga kuat tau!!!"

Memutar badan membelakangi Mono, [Name] berceloteh atau istilahnya ngomel panjang lebar tanpa mempedulikan Mono yang masih jauh di belakang. Karena Mono masih bingung apa yang salah dari tindakannya ke [Name] selama ini. Makanya dia diem aja. Dengerin semua omelan [Name] yang tiada akhir tanpa titik.

"Kamu tuh kalo mau nyelametin aku ya biasa aja! Ga usah pake peluk bisa ga sih?! Kamu tau, jantungku tuh ga bisa dikontrol kalo kamu ngasih fanservice kayak tadi!"

"Kalau boleh tau, fanservice itu apa?"

[Name] terbengong melihat Mono bertanya.

'Iya ya. Aku lupa kalau dia polos.'

[Name] cuma bisa garukin kepalanya karena bingung harus jelasin kayak gimana lagi biar si Mono paham apa maksud [Name].

"Kurang lebih sih, fanservice tuh yang kayak tadi."

"Kayak gini?" Mono memeluk [Name] dari belakang.

Betapa kagetnya [Name] ketika dirinya harus mendapat fanservice dadakan lagi. Jantungnya makin tak karuan juga berdetak. Pokoknya jantungnya [Name] sekarang nggak bisa disuruh diem sebentar.

Ya kalau dikasih pelukan mendadak dari Husbu atau Oshi sendiri, siapa yang nggak bakal jantungan coba?

"CUKUP! JANGAN LAKUIN ITU LAGI!" [Name] mendorong Mono menjauh lagi. "AKU JIJIK, AKU JIJIK SAMA KAMU MAS!"

'Bentar, bukan ini yang mau ku omongin.'

Belum sempat [Name] membenarkan ucapannya barusan, ada sesuatu dari arah belakang yang tiba-tiba aja nerjang [Name].

Sesuatu yang nerjang tadi adalah murid tak punya otak yang diiket lehernya di tengah lorong.

Mono makin panik liat [Name] dicekek sama tuh anak. Cepat-cepat Mono lari ke pipa yang ada di dekat pintu terus dia ambil buat mentungin tuh kepala.

Habis dipentung, sialnya si Mono malah jatuh yang buat posisi mereka ambigu. Mono di atas, [Name] di bawah. Posisi mereka juga kayak ... yuka-don?

'Siapapun itu yang bisikin aku tiap saat dan bikin kepalaku pusing, kamu mau bikin aku kena karma sendiri karena aku ga mau kena fanservice dari Mono ya?'

Perhatian untuk [Name], mohon jangan berpikiran negatif dulu dengan orang yang nggak tau apa-apa. Kasian dia lagi keselek sekarang.

.

To be continue ....

Ga nyangka aku bakal ada banyak yg minta next. Btw, bilang aja kalo mau next huehue /heh

1225 word

Resaseki12

Minggu, 28 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top