Chapter 1 - Bersama Mono
Peringatan!!!
Saya sama sekali nggak ada niatan membahas teori yang bejibun disini! Saya cuma mau menceritakan bagaimana jadinya kalau reader bisa masuk ke dalam game Little Nightmares! Alur cerita akan dimulai berdasarkan dugaan para fans yang mengatakan bahwa LN 2 adalah prequel! Dan alur cerita ini saya ubah sedikit dan tidak menyangkut pautkan dugaan LN 3 yang bakal muncul (katanya)!
.
"HUAAAA!!!" Teriak [Name] menyadari dirinya sudah memasuki layar laptop sepenuhnya.
Telat kau teriaknya, [Name]. Harusnya waktu tau tanganmu bisa masuk ke layar laptop ya langsung teriak aja. Ga perlu ditahan.
Jangan berpikiran aneh-aneh.
Lupakan hal itu. Sekarang kita beralih di masa [Name] memasuki layar laptop. Terlihat ruangan yang [Name] masuki walau dia sedang melayang bebas melampilkan gambar hitam putih seperti semut berjejer.
Melayang terus melayang, hingga [Name] juga masih belum tau dirinya mau dibawa kemana. Sampai di ujung lorong, akhirnya [Name] bisa lepas dari ruangan yang sangat memusingkan.
Mengedipkan mata beberapa kali sambil memegangi kepalanya karena masih merasakan rasa sakit. Toleh kanan toleh kiri. [Name] bisa menyadari suatu hal bahwa dirinya sedang tidak berada di kamar kesayangannya.
[Name] tau betul bahwa dirinya sedang berada di tengah hutan yang gelap. Baju yang ia kenakan juga berbeda. Beda warnanya saja sedikit. Mungkin efek gelap. [Name] masih memakai dress panjang kesayangan yang selalu digunakan untuk berdiam diri di rumah.
Namun, ada satu hal yang berbeda dari tubuh [Name] yang berusia 17 tahun pada saat itu.
"KOK TUBUHKU JADI MINI KAYAK ANAK KECIL?!"
Benar, tubuh [Name] berubah menjadi kecil. Jika disejajarkan dengan Six, salah satu tokoh utama dari game Little Nightmares pertama, kurang lebih tinggi mereka sama persis. Hanya [Name] yang tingginya melebihi sedikit mungkin.
"Kamu gapapa?"
Suara seseorang dari samping kanan saat [Name] jatuh dengan tubuh di bagian depan yang menjadi tumpuannya membuat [Name] menoleh. [Name] pikir, dirinya sendirian di tengah hutan. Ternyata masih ada orang lain.
"Aduh, sakit!"
"E-Eh? Kamu sakit apa? Dimana yang sakit?" Orang itu bertanya panik melihat [Name] mengaduh kesakitan memegangi kepalanya.
Rasa pusingnya masih berefek di kepala [Name].
"A-Aku gapapa kok-- MONO?!"
Keduanya sama-sama terkejut. Bedanya, seseorang yang [Name] panggil Mono karena melihatnya menutupi seluruh bagian kepala dengan kardus jatuh terduduk. Sedangkan [Name] malah lebih memilih menutup mulut dengan kedua tangan rapat-rapat.
Mungkin saja saat ini [Name] tengah mengutuk dirinya sendiri. Sok kenal banget sama orang yang baru ditemui. Saat ini pasti Mono sedang memikirkan hal aneh.
'Mulut laknak!' kutuk [Name] dalam hati.
Mono terlihat bergumam sebentar sebelum dirinya beranjak berdiri dari duduk dan mengulurkan tangan. "Bisa berdiri?"
'Ya ampun, jentel banget kamu nak! Coba dirimu bisa jadi milikku aja! Atau kalau nggak, buchinin aku aja gitu gausah sama Six!'
Jangan salah paham mbak. Mono itu buchin sejak dini ke Six, sudah pasti buchinnya dia itu sudah meningkat pesat. Ga bisa diganggu gugat malahan.
Kamu mau mikat dia pakai seribu cara pun nggak akan mempan ke dia. Mending kamu mikat Seven aja sebelum terlambat.
"Sesuai yang kamu inginkan. Ubahlah takdir mereka selagi kamu masih ada di dunia ini."
"Arg! Kepalaku makin sakit!"
"A-Aku harus apa biar kepalamu nggak sakit lagi?" Walau hanya gumaman, ternyata Mono masih bisa mendengar suara [Name].
"Ng-Nggak, gausah dipikirin. Aku cuma pusing sebentar aja tadi."
"Beneran gapapa?"
'Mono! Kok kamu lucu banget?! Ku culik ya?' batin [Name] menjerit lagi ketika melihat tingkah Mono, sangat polos dan kekanakan menurut [Name].
"Iya kok gapapa!"
[Name] bangkit dari duduknya saat menyambut uluran tangan Mono dan mengibaskan beberapa kali baju yang ia kenakan.
Melihat keadaan sekeliling lagi, ternyata [Name] sudah ditransfer ke dunia game Little Nightmares 2.
Benar-benar dunia Little Nightmares yang kedua. Suasana hutan yang selalu tengah malam, anggota tubuh atau beberapa jebakan yang berserakan, dan salah satu televisi jadul yang diyakini [Name] adalah pintunya menuju dimensi lain pun ada di penglihatannya.
"Gi-Gimana aku bisa ada disini?" [Name] menoleh dimana Mono berada.
"Salah satu tubuhmu masuk ke dalam televisi itu sebelum aku tarik keluar." Mono menunjuk televisi yang ada tepat di samping [Name].
Seperti yang sudah [Name] duga, [Name] baru saja melakukan lintas dimensi. Dimensi yang sekarang bukanlah dimensinya.
"A-Ah, makasih."
"Sama-sama," balas Mono dengan senyuman. Walau terhalang dengan pelindung, [Name] yakin kalau Mono sedang tersenyum saat mengatakannya.
"Kita pergi bareng yuk? Kita pergi dari sini."
[Name] mengangguk mantap sebagai balasan. Kapan lagi dirinya bisa jalan berdua bareng doi?
Seperti apa yang dilakukan Mono pada Six saat mereka melakukan petualangan bersama, Mono menggandeng salah satu tangan [Name] dan menyeretnya menjauh.
Siapapun yang melakukannya pada doi, pasti menjerit dong diperlakukan seperti itu? [Name] juga begitu.
Dia menjerit kegirangan dalam hatinya. Tidak mungkin juga [Name] menjerit dengan mulut dan suara. Malu sampai tujuh turunan [Name] nanti mengingat betapa bucinnya [Name] dengan Mono.
"Siapa namamu?" Tanya Mono tanpa mengalihkan perhatiannya pada jalanan.
"[Name]."
"Nama yang bagus."
Semakin salah tingkahlah [Name] yang mendengarnya. Tingkat kebucinan yang [Name] miliki sepertinya sudah melebihi milik Mono.
Sepanjang jalan [Name] berjalan bersama Mono dengan bergandengan tangan. Beberapa perangkap pun sudah mereka lalui, walau Mono yang lebih bertindak. [Name] hanya mengikut.
[Name] tau bahwa sekarang Mono sedang mencari rumah seorang pemburu dan membebaskan Six dari rumah itu.
Mau ditanya kenapa harus menolong Six pun percuma. [Name] ditranfer dari awal mula game Little Nightmares 2 dimulai. Yang berarti, [Name] tidak bisa mengubah pertemuan pertama Mono dan Six saat di tengah hutan sebelum Six ditangkap pemburu.
Sesampainya di depan rumah pemburu, Mono selalu membantu [Name] seperti menaiki jendela dengan bergandengan tangan, atau mendorong pintu dan menelusuri setiap ruang bersama-sama.
Duh, jadi sedih karena masih jomblo.
"Kamu dengar suara lagu?" [Name] mengangguk menyetujui pertanyaan Mono.
"Tunggu disini. Aku cari alat dulu." Lagi-lagi [Name] hanya mengangguk mendengar perintah Mono. Susah memang kalau sudah bucin.
Selagi Mono masih mencari suatu alat, [Name] sempatkan melirik dari balik pintu yang [Name] yakini Six ada di dalam sana.
"Ternyata benar memang ada Six," gumam [Name] melirik Six memainkan atau memutar musik box. "Disisi lain, ternyata kakiku nggak terlalu sakit berpijak tanpa alas."
Belum sempat [Name] kembali mengintip, tiba-tiba saja kepala [Name] kembali merasakan rasa sakit yang luar biasa.
Berbeda dengan Mono yang hanya merasakan rasa sakit saat bertemu televisi menyala di awal, [Name] malah tak tentu merasakan rasa sakit. Mau ada tv atau tidak, [Name] tetap merasakan rasa sakit yang luar biasa selagi salah suara menginterupsi dari kepalanya.
"Ini kesempatanmu! Bunuh dia sekarang juga sebelum takdir ini terus berulang!"
"Arg! Sakit!"
Suara dari erangan rasa sakit [Name] membuat Six yang awalnya masih memutar musix box meningkatkan tingkat waspadanya dan bersembunyi dari bawah meja atau apalah itu.
Mendengar suara erangan [Name], Mono langsung saja melepaskan genggaman dari kapaknya dan beralih untuk menenangkan [Name].
"K-Kamu gapapa?! Sakit lagi ya?!"
"Sakit!" Sampai meneteskan air mata [Name] mengatakannya.
Mono menarik [Name] ke dalam dekapannya. Mengelus dan menepuk kepala [Name] dengan maksud agar [Name] bisa tenang lagi seperti sebelumnya.
"Tenangkan dirimu. Mungkin aja efeknya berasal dari dirimu yang merasa tertekan," ujar Mono lembut.
'Kalo tau efeknya sesakit ini untuk ngelakuin perubahan takdirnya Mono, aku ga akan mau ngelakuin ini.' batin [Name]. 'Tapi disisi lain, enak juga sih dimanja gini sama Mono.'
Disaat kritis begini, bisa-bisanya kamu masih sempat memikirkan nasibmu yang beruntung bisa bermesraan dengan Mono, [Name]. Inginnya ku bunuh dirimu tapi bo'ong.
.
To be continue ....
1200 word
Resaseki12
Minggu, 21 Februari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top