Chapter 4 - Cemburu

Peringatan!

Nggak ada sangkut pautnya tentang teori game! Disini nggak ada bahas teori game! Ingat, ini hanya ff LN x reader! Seluruh ceritanya akan saya ubah sedikit demi kenyamanan bersama!

.

"Haduh, ku pikir aku bakal mati."

"Nggak bakal kalau aku yang mencegahnya."

'Makin hari kayaknya aku makin tekanan gara-gara nih anak dah.'

Kalian bertanya-tanya dimanakah mereka berada sekarang? Tentu aja mereka masih ada di air, tapi dengan kapasitas yang lebih dangkal sampai perut.

Melihat adanya lubang di bagian dinding, Mono cuma bisa gelengin kepalanya pelan menandakan kalo mereka nggak bisa lewat situ.

'Ya iyalah ga bisa! Sistemnya aja ngelarang kita lewat sana!' [Name] ngecheat mode on.

"Kita harus gimana sekarang?"

Ketiganya sama-sama memasang pose berpikir mendengar pertanyaan dari [Name].

Melihat adanya koper terapung, Mono dengan cepat narik tuh koper sampai di bagian dinding agar mereka bisa naik.

Maklum, Mono lagi pengen nunjukin sisi jantan dan pinternya ke kamu. Iya, kamu.

Dia tuh nggak mau kalah sama si Seven gitu loh. Maklumin aja sama anak kecil.

"Sini [Name], kamu duluan. Ku bantuin naik."

Sesuai dengan perkataan Mono, [Name] yang lebih dulu naik dibantu dengan Mono dibawahnya.

Mono dalem hati udah kegirangan gaje karena kali ini dia yang menang banyak dan mau buktiin kalo dia tuh bisa ngalahin Seven. Tapi seseorang yang dimaksud Mono malah merasa bodo amat dan ga peduli. Dia mulai naik setelah [Name] naik.

Tentu aja sewaktu naik pun [Name] bantuin Seven naik dari atas. Makin panaslah seseorang di ujung sana ngeliat mereka kontak fisik. Padahal kontak fisiknya pun cuma sekedar bantuin.

"Ayo sini, Mon."

Niat hati ingin ngilangin Seven pake kekuatan dia pun musnah gitu aja setelah tangan [Name] terulur pengen nolongin Mono.

Set dah, Mon. Lu udah kayak cewek PMS aja dah serius, ngambek mulu kerjaannya.

Setelah emosinya mereda, dia naik dibantu dengan [Name] yang ada di atas untuk narik dia.

"Kayaknya aku ada liat cewek itu pergi ke arah sana." Seven nunjuk satu-satunya jalan yang berlawanan dari tempat awal mereka tenggelam.

[Name] cuma ngangguk karena paham apa yang dimaksud Seven barusan. Mode ngecheat-nya pun mulai aktif.

Sedangkan Mono yang denger kata-kata Seven barusan cuma cengo gatau apa yang dimaksud Seven.

Emangnya ada orang lain lagi selain kita? Begitu pikir Mono.

"Kita datengin yuk!"

[Name] yang lebih dulu bergegas lari dari mereka berdua menuju cahaya ilahi-- bukan maksudnya cahaya senter yang tergeletak di lantai. Seven langsung ngikut aja diikuti dengan Mono di belakangnya.

Setelah masuk, mereka ga menduga kalo ada senter di lantai diikuti dengan cairan hitam yang kayak sehabis diseret dan telapak tangan yang mengecap di dinding kayu.

Yah, sebenernya cuma Mono dan Seven doang yang terkejut terkaget terheran-heran, [Name]nya nggak. Wong dia lulusan jalur ngecheat, udah pasti dia nggak kaget.

"Siapa yang berani ngelakuin hal sekejam ini?" Mata Seven membulat ngeliat cairan hitam tadi.

Gatau tuh cairan berasal dari darah atau tinta. Kalo dikasi penerangan sih warnanya tetep aja hitam kayak tinta.

"[Name], jangan jauh-jauh dariku." Mono yang overprotektifnya mulai aktif berusaha jadi tamengnya [Name] kalo beneran bakal terjadi sesuatu nantinya.

"Iya iya, gabakal deh. Aku gabakal jauh." [Name] mendengus kesal mendengar celetukan Mono barusan.

'Kalo aku menjauh pun, aku ga yakin bakal selamat sehat sentosa karena ga bisa berenang.'

Rupanya hal itu yang membuatmu selama ini nurut gamau jauh-jauh? Cuma karena arc nenek duyung belum selesai? What the--

Ekhem! Lupakan yang tadi. Mari kita lanjutkan cerita ini.

Ntar saya digorok karena udah ngabisin beberapa word dan ceritanya ga jalan-jalan.

Sebenernya sih ekspresi mereka semua biasa-biasa aja setelah sebelumnya kaget dan bingung mengekspresikan mukanya begimana.

Seven ngambil tuh senter, memastikan tuh senter ga rusak, dan balik ke gerombolan Mono dan [Name] dimana dia berdiri sekarang.

"Siapa yang mau megang?" Seven bertanya nyodorin senter yang barusan dia pungut.

"Aku ga perlu. Ntar rusak tuh senter."

Mono mengingat saat dimana dirinya baru aja seneng dapet pencerahan malah rusak di bangunan tak terpakai. Masnya trauma kayaknya.

"Kamu aja gih yang pakai. Sekalian jagain kita dari depan." Kali ini [Name] yang berkomentar sambil dorong tuh senter balik ke si pemungut.

Kok aku di oper mulu? Pusing woy! Pikir si senter yang disodorin kesana kemari.

"Aku percayakan soal pencerahan padamu."

Dikira mau ruqyah kali ya, mbaknya ada-ada aja kata-katanya.

Seven cuma ngangguk menanggapi lalu berbalik arah sambil nyalain senternya kembali.

Gatau aja mbak [Name] kalo si Seven lagi blushing malu-malu meong sekarang. Cuma Mono yang sadar itu, makanya dia makin panas ngeliatnya.

Mereka mulai berjalan melewati lubang dari sela-sela kayu dengan penampakan lintah sebagai hantu penunggu lubang. Serius, lintahnya berasa horor aja karena item ga bisa terlihat jelas di kegelapan kalo dia lagi ngejar.

Dengan sigap, Seven mulai berlari sambil narik salah satu tangan [Name]. [Name] juga narik salah satu tangan Mono dengan tangannya yang bebas.

Mulai tarik menariklah mereka sambil mempercepat laju lari mereka masing-masing melihat makin banyaknya lintah yang mau ngejar mereka.

"Kok jadi banyak lintah sih?!" Komentar Mono tak terima.

"Iyalah, sistemnya yang udah ngatur begini! Ngajak gelud emang!" Balas [Name] masih kesal dengan sistem yang dimaksud.

Bukan, bukan TM kok yang dimaksud. Ini beda lagi.

"Hah?! Sistem?!" Tanya Seven mengerutkan alis tanpa berpaling dari pandangan.

Yakali dia berpaling, yang ada mereka mokad karena ga tau ada lintah sambil ngomong "Halo" nungguin mereka di depan.

Jaring-jaring besi pun terlihat, membuat Seven makin melajukan larinya dan nyuruh [Name] naik lebih dulu.

Amanlah mereka dengan urutan [Name], Seven, dan Mono yang naik duluan.

"SEVEN, JANGAN LIAT KE ATAS!"

"Lah, emang napa?" Seven bertanya setelah [Name] berteriak, menyadari sesuatu kalo dia lagi makai rok disini.

Iya, [Name] tuh suka pakai rok kalau lagi di dunianya. Itupun pakai roknya cuma kalau mau ke kampus atau keluar rumah. Beda cerita kalau dia ada di kamar.

Taulah sebabnya sekarang kalau Seven menolehkan kepalanya ke atas.

Makanya [Name] baru sadar sekarang dan teriak kayak tadi biar bisa mencegah Seven sebelum terlambat.

Kepolosan Seven tuh yang paling utama sekarang, pikir [Name].

Kenapa kepolosan Mono nggak [Name] jaga juga? Mono aja udah nunjukin tanda-tanda kalo diri dia udah ga polos. Makanya [Name] ga peduli dengan Mono sekarang.

Kasian kali kau nak.

Balik dimana Veronica berada, dia masih menyilangkan kedua tangannya di dada. Padahal orang yang mau dia ancam udah pergi jauh daritadi.

"[Name], apa yang kau lakukan?!"

"Hm? Memangnya aku ada buat salah apa?"

Yono cuma bisa menepuk jidatnya melihat kelakuan [Name] yang nggak kayak biasanya.

Bisa-bisanya [Name] yang sekarang dengan entengnya bilang kalau Yono dan [Name] ini pacaran. Satya dan Sisi yang sudah jadi temen baik [Name] pun juga ga abis pikir dibuatnya.

Satya dan Sisi ini emang udah tau dari jaman lama kalau Yono tuh nembak [Name] dulu.

Dulu loh ya.

Tapi abis itu ketolak [Name] juga secara ga langsung karena [Name] ga mau canggung setelah mereka beneran pacaran.

Mulia sekali diri [Name].

Padahal alasan utamanya bukan itu. Dia nggak mau aja Yono ilfel sama dia karena ngoleksi cowok ganteng dari berbagai dimensi di kamarnya. Dia juga anak rumahan, jadi gatau pacaran itu modelannya gimana dan harus ngelakuin apa.

Yah, itu awal mulanya jiwa [Name] masih ada di dunia ini.

Karena tertolak dengan [Name] itulah Yono malah jadi suka sama cewek lain yang satu kampus juga sama [Name] dkk. Dan sialnya Yono malah suka sama salah satu cewek yang labrak mereka barusan.

Sadboy sekali sepertinya teman kita yang satu ini.

Makanya disaat cewek tadi marah, Yono makin panik. Karena kenapa? Karena tadi. Yono suka sama dia.

Pupus sudah harapannya untuk pdkt sama tuh cewek.

Semua salah Veronica mas, bukan [Name]. [Name] mah lagi pdkt sama cowok beda alam.

"Yaudah, aku pulang dulu kalo gitu. Nggak ada hal yang harus dilakuin lagi kan?" Satya dan Sisi cuma menggeleng serempak sebagai jawaban dari pertanyaan Vero. Sedangkan Yono masih sedikit frustasi meratapi nasib di pojok perpus.

Akhirnya setelah mendapat jawaban, Vero putuskan aja keluar lebih dulu dari perpus dan berlari kecil menuju arah tujuannya saat ini yaitu jembatan.

Nggak nggak, Vero nggak lagi mau bundir kok, tenang. Dia nggak akan berpikir mau bundir cepet kalo tubuhnya aja masi makai punyanya [Name] dunia ini.

Dia cuma lagi mau ketemuan sama seseorang disini. Entah kenapa dia juga yakin banget kalo orang yang ngintipin dia dari dinding perpus daritadi ada disini.

Hayoloh, sapa tuh yang ngintilin Vero sampe jadi stalker?

"Akhirnya, kamu mau dateng kesini juga, [Name]."

.

To be continue ....

1387 word

Resaseki12

Selasa, 05 Oktober 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top