Tujuh: Once Upon an Afternoon
Suasana muram menyelimuti ruangan itu, (Y/N) terbangun dari tidur siangnya yang indah akibat rasa nyeri yang berasal dari luka basah di kakinya.
"Sial, sakit sekali, sih?" Gerutunya sambil berbisik, ia bangkit dari ranjangnya dan mengandalkan sang tongkat untuk membawanya ke sebuah bangku yang menghadap ke jendela untuk menghirup udara segar.
Matanya berkeliling ke arah meja, mencari obat penghilang rasa sakit untuk meredakan nyeri di kakinya.
"Kenapa saat dibutuhkan malah hilang, sih?!" Erangnya kesal, memegangi kaki kanannya yang dibalut perban.
Lima belas menit berlalu, obat itu tak kunjung terlihat, membuatnya putus asa dan memutuskan untuk pergi keluar dan berkeliling Klinik.
Sore itu terasa hangat, membuat suasana hatinya damai, meski sedikit kecoh akibat rasa nyeri yang menyerangnya. Bersama sebuah selendang yang menyelimuti pundaknya, ia terduduk di taman Klinik, bersama para pasien-pasien yang terluka akibat Insiden kemarin.
Merasa seperti ada seseorang yang memperhatikan, Gadis itu menoleh ke segala arah dan mendapatkan Levi yang datang bersama kawannya, Petra. Wajahnya sedikit lebih tenang dibanding biasanya.
"Hai, (Y/N)!" Sapa gadis itu.
"Petra!" (Y/N) tersenyum. "Apakah kalian datang bersama?"
"Kami bersama Gunther dan lainnya, mereka sedang mengurus sesuatu."
"Kukira kau melarikan diri." Ucap Levi tanpa berbasa-basi. "Soalnya kamarmu kosong dan BERANTAKAN. Membuatku muak."
"Kau yang bersihin, dong." Balasnya, memanyunkan bibirnya.
"Ekspresi macam apa itu, bocah?!" Levi tersentak, memelotot. "Sudah, Eld, Oluo, dan Gunther sedang melakukannya."
"Percuma aku menjelaskannya pada patung sepertimu, dasar." (Y/N) tertawa. "Kenapa tidak kau saja yang bersihkan, sih?" Perkataannya membuat Petra tersedak.
"Cih. Memangnya ada bedanya? Bertiga kan lebih cepat."
"Ada, tuh?" Ucap (Y/N) begitu saja,
"Ya sudah." Levi mendecak. "Besok aku yang akan melakukannya."
"Apa, sih? Serius sekali, aku kan hanya bercanda!" Oceh gadis itu memuntahkan tawa geli.
"Aku serius, boncel." Levi menggertak kepala (Y/N) dengan kepalan tangannya, membuat jantung sang pemilik kepala berdebar-debar.
"Ba-Bagus deh kalau begitu," Ia menyeringai, menutupi rasa malunya.
"Kalau gitu aku akan membantu!" Petra mengangguk.
"Huh? Tidak perlu." Levi memutar bola matanya. "Kau urus saja Markas dengab benar. Aku akan membuatmu menyesal kalau masih ada debu yang tersisa."
"Baik," Ujar Petra, rautnya kecewa.
"Tak apa, Petra." (Y/N) memelotot pada Levi, "Kau tak perlu dengarkan si boncel ini dan datang saja, aku mengundangmu."
"Ba-Baik!" Petra mengangguk dengan gembira. "Kau kalah, Levi!"
"Apa, sih?" Levi berdecak ke arahnya, dan mendaratkan tubuh di sisi (Y/N). "Bagaimana kakimu?"
"Sedikit kesusahan, mungkin karena aku belum terbiasa." Jawabnya. "Omong-omong terimakasih banyak sudah menyelamatkanku kemarin."
"Bukan masalah. Tumben kau tahu sopan santun." Perkataannya menyelekit.
"Hei, yang tidak tahu sopan santun itu kau!" Geram (Y/N).
"Ya terserah kau, lah." Levi mengangkat bahunya. "Bagaimana kondisimu saat ini? Apa yang dirasakan?"
"Sedikit pusing, aku harus mengonsumsi obat-obatan yang rasanya menjijikan tiga kali dalam sehari." Keluhnya.
"Rasakan itu," Levi cekikikan, rautnya tetap datar seperti biasa.
"Ah, kawan-kawan!" Panggil Petra pada rekannya yang tengah mencari-cari keberadaan mereka.
"(Y/N)! Syukurlah kau baik-baik saja!" Jerit Oluo, wajahnya bersemangat.
"Nampaknya Oluo sudah membaik, ya?" Bisik Gunther.
"Benar," Kata Eld sambil tertawa. "Dia menangis kencang sekali saat Tim Medis mengatakan jantungmu tak berdetak."
"Jangan katakan itu di hadapannya, bodoh!" Oluo meringis, wajahnya memerah.
"Makasih." Gadis itu tersenyum hangat, namun malah membuat para rekannya terkejut.
"Apa kepalamu terbentur?" Oluo tak menyangka. "Kau tersenyum?! Pada kamim! Ada sisi baiknya juga kau terbentur, (Y/N)!" Ia menepuk kepalanya.
"Berisik." Levi menyumpal mulut pria itu dengan sapu tangan dari sakunya. "Kau sudah mengetahuinya, bukan?"
"Sudah, kok." (Y/N) mengangguk. "Erwin dan Hanji menjengukku siang tadi."
"Mereka berdua sih sejak kau tak sadarkan diri pun sudah berada di sisimu." Levi menampakkan wajah muak. "Saat operasi penangkapan Titan berhasil, Erwin dan Hanji langsung berbalapan menuju Klinik."
"Kudengar kau memukul Oluo." (Y/N) menyeringai. Levi memerah, melempar wajahnya.
"I-Itu karena dia tak mau diam, tahu." Ia menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. "Jangan berpikir macam-macam, babi."
"Siapa juga yang berpikir macam-macam." Gadis itu menjulurkan lidah.
Levi bangkit, menawarkan tangannya pada gadis itu supaya bisa bangkot dengan lebih mudah. Dengan senang hati ia menerimanya.
"Aku ingin jalan-jalan sebentar dengannya." Kata Levi, nadanya mengancam. "Jangan ikuti kami."
"Curang!" Gertak Oluo, membuag (Y/N) tertawa geli dengan tingkahnya.
"Kita akan kemana?" (Y/N) menoleh, Levi membawanya keluar dari Klinik itu, menuju ke sisi Kota yang lebih ramai.
"Lihat saja nanti." Balasnya.
Mereka menyusuri tempat-tempat yang belum pernah (Y/N) kunjungi, membuatnya takjub akan keindahan Dinding Rose yang tak pernah ia temui di Dinding Maria.
Mereka berhenti di sebuah jembatan batu yang sepi dan sunyi. Tak terlalu ramai karena posisinya berada di pinggiran. Air sungai yang memantulkan cahaya oranye dari matahari terbenam membuat (Y/N) larut dalam suasana.
"Gila, aku baru tahu ada tempat seindah ini." Ia menghela napas, seolah bebannya ikut terlepas bersamaan dengan hembusan itu. "Aku harus beri tahu Petra—"
"Jangan, dasar babi— Ini tempat rahasiaku." Levi memelotot, seolah ucapan gadis itu adalah sebuah ancaman. "Karena rahasia, jadi kau diam saja."
"Apa, sih? Iya iya!" Balas (Y/N). "Tapi, kenapa kau membawaku kemari?"
"Tidak ada," Ia menatap langit. "Menenangkan diri, mungkin. Di Klinik terlalu rusuh."
"Ya," Gadis itu mengikut, melihat gumpalan awan yang tertiup di atas sana. Indah.
"Kalau di tempat ini, rasanya aku jadi lebih tenang." Katanya tiba-tiba.
"Aku juga merasa begitu." Kakinya bermain dengan arus air sungai yang berada di bawahnya. "Enak sekali."
"(Y/N). Jangan mati lagi."
"Huh?!" Ia tersedak di tengah-tengah ketenangannya. "Apa sih? Kau mengkhawatirkanku?"
"Cih. Kau itu merepotkanku, tahu tidak?" Katanya datar. "Aku sudah susah-susah berjuang untuk hidupmu."
Lagi-lagi pria itu membuatnya berdebar. Levi menutupi rasa khawatirnya dengan membual. "Ya ya, makasih ya, boncel." Ia menepuk kepala pria itu.
"Tidak sopan."
"Kalau begitu terserah kakak~~"
"Menjijikan."
"Apa maumu, dasar boncel!"
"Buatkan aku roti lagi."
"Akan kubuatkan, tapi kau harus merawatku dengan baik!"
"Oke."
"Oke?"
"Ya."
"Ya, apanya?"
"Berisik. Ayo pulang, naiklah ke punggungku."
"Tumben?"
"Cepat sebelum aku berubah pikiran."
"Iya Iya, sebentar!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top