Delapan: Pretty Marie

Empat hari berlalu dengan cepat, (Y/N) sudah diperbolehkan untuk pulang ke Markas meskipun tetap dalam pengawasan Tim Medis.

"Bagaimana rasanya?" Gunther bermain dengan perban di kakinya. "Kalau aku tekan sekarang, sakit tidak?"

"Saat pertama kali sih memang terasa sangat menyakitkan, namun sekarang karena lukanya sudah mulai menutup, rasa sakitnya sudah mendingan." Jelas (Y/N), berusaha bangkit untuk pindah ke posisi yang lebih nyaman, Gunther membantunya.

"Selamat sore," Sapa seseorang dari pintu masuk.

"Eh?!" Hanji tersentak, wajahnya nampak gugup. "Selamat sore!"

"Apa Komandan Erwin sedang berada disini?" Ucap seorang wanita yang tak salah lagi adalah Marie Dok, istri dari Nile Dok, kawan lama Erwin.

"Ya, ada urusan apa?" Levi menyambar.

"Aku hanya ingin berbicara dengannya. Sebagai.. Kawan lama."

"Tentang apa?" Pria itu menyeringai, wajahnya licik.

"I-Itu rahasia." Dia bergumam.

"Yasudah. Hey mata empat, antar wanita ini ke ruangan erwin."

"Iya iya," Hanji menurut.

"Hey, (Y/N)." Bisik Oluo, wajahnya masam.

"Ya?"

"Wanita itu." Ia nenunjuk orang yang dimaksud dengan dagunya. "Kau sudah dengar, belum?"

"Tidak, tuh." (Y/N) memandangnya dengan alis terangkat. "Lagi pula aku tidak perlu tahu, kan?"

"Dia wanita dari masa lalu Erwin, loh." Katanya, kemudian ia melanjutkan, "Tapi Erwin menyerah, demi cita-citanya untuk bergabung menjadi anggota Pasukan Pengintai. Dan perempuan itu akhirnya menikah dengan sahabat Erwin, Nile Dok yang saat ini menjabat sebagai Komandan dari Pasukan Polisi Militer." Ia berbisik dengan nada tak suka.

"Sudah lah Oluo, kan mereka tak merugikan hidupmu juga." (Y/N) berdecak. "Kau seperti ibu-ibu saja, sih."

"A-Aku ini bilang seperti itu supaya kau berhati-hati, dasar tidak peka!" Oluo mengguncang pundak gadis itu.

"Berhati-hati apanya?!"

"Kau kan sedang dekat dengan Erwin! Anggap saja dia itu sainganmu juga."

"Hey, kau salah paham! Kami hanya akrab sebagai rekan, tahu!" Gadis itu memutar bola matanya.

"Dengar ya, semua kisah percintaan di antara para prajurit tuh selalu diawali dengan 'akrab sebagai rekan' kemudian—" Sebelum sempat menyelesaikan perkataannya, mereka dikejutkan oleh Levi yang menggelintir kuping kedua orang itu. "A-Aduh!"

"Sakit!" Gertak (Y/N) berusaha menepas tangan Levi. "Lepaskan!"

"Cih. Kenapa kalian membucarakan hidup orang lain seenaknya? Urus saja hidup kalian sendiri." Levi muak.

"Aku kan tidak!" Gadis itu mengelak. "Oluo, tuh!"

"Tapi kau kan mendengarkanku, dasar!" Oluo mengerang.

"Sudah, diam." Ucap Levi memelotot. "Hey babi, jangan menyebarkan sesuatu yang sudah tak perlu dibahas." Ia memincingkan mata pada pria itu.

"Kau tidak seru banget, Levi!" Oluo memberontak, "Iya kan, (Y/N)?!"

"Tidak, tuh?" Balas (Y/N) dengan datar. "Kan aku sudah bilang tidak perlu dibahas, tapi kau malah membuatku terjerumus. Sakit sekali, tahu!"

"Dasar pengkhianat!" Oluo meringis, membuat seisi ruangan tertawa. Well, kecuali Levi.

"Levi, sudah saatnya." Tambah Petra, menunjuk ke arah langit yang semakin memerah.

"Kau selamat hari ini, Oluo." Levi melepasnya, membuat wajah pria itu terlempar. "Besok-besok kalau kau melakukannya lagi, kau akan kujadikan santapan untuk Po dan Bomi."

"Po dan Bomi?" Gadis itu tertawa.

"Jangan tertawa, Hanji akan sangat murka jika mendengarnya, loh." Bisik Petra.

"Memangnya siapa mereka?" (Y/N) penasaran, merasa melewatkan sesuatu saat dirinya tak ada.

"Dua Titan yang kami tangkap enam hari lalu." Kata Levi.

"Wah hebat! Boleh aku ikut melihatnya?" Ucapnya takjub.

"Tidak boleh." Tegas Levi. "Kau kan masih belum bisa berjalan tanpa alat bantu."

"Aku tidak akan merepotkan, aku janji! Kumohon kumohon!" Ia mengguncang tubuh Levi, matanya membulat. "Aku penasaran sekali, kumohon, Levi!"

"Tidak." Gertak Levi. "Tetap disini dan istirahatlah, kau boleh melihat mereka kalau kau sudah sehat."

"Aku sudah sehat, tuh!"

"Tidak boleh pokoknya." Pria itu memelotot, membuat (Y/N) seketika terkesiap. Kemudian wajahnya melembut. "Kalau kakimu sudah mulai bisa berjalan, aku akan mengajakmu."

"Janji, loh?!" Kata (Y/N).

"Iya iya, terserah lah." Levi berbalik. "Aku pergi dulu. Ayo." Ia melirik ke arah anggota regunya.

Oluo, Gunther, Eld, dan Petra membuntuti pria boncel itu seraya melambai pada (Y/N) yang akan segera sendirian di ruangan itu.

Ia menghela napas, menikmati keheningan bersama sinar senja yang menembus kaca jendela di hadapannya. Ia memejamkan mata, merasakan hembusan angin nan sejuk menyapu wajahnya.

Tak lama suara hentak kaki dibelakangnya membangunkan gadis itu dari lamunan panjangnya. Erwin dan Marie berjalan beriringan menuju pintu, hendak berpamitan.

Entah kenapa, wanita itu nampak muram. Ia melambai pada Erwin tanpa menatap matanya, dan berusaha sekuat tenaga menahan tangisan. Sedangkan Erwin berdiri tegak di tengah-tengah bingkai pintu tanpa ekspresi, dan mengangguk beberapa kali saat wanita itu berucap.

(Y/N) memandangi wanita itu dari kejauhan, mengagumi wajah yang dianggapnya sangat cantik. Menurut gadis itu, Marie Dok adalah wanita paling sempurna yang pernah ditemuinya.

"Ah, namanya (Y/N), anggota tahun ini." Ucap Erwin sambil menunjuknya, membuat lamunannya terpecah seketika.

"Aku?" Ia tersedak.

"Hai, (Y/N)!" Sapa Wanita itu dengan manis. "Cantik dan imut sekali, ya ampun menggemaskan!"

"Ah ha-halo." (Y/N) tergugup. "M-Makasih,"

"Pulanglah, matahari mulai terbenam, tuh." Kata Erwin, merasa tak nyaman. Lalu wanita itu pergi begitu saja dengan kereta kudanya.

Erwin menghela napas panjang, merasa lega. Seolah ia telah melepas beban yang begitu berat.

"Kau baik-baik saja?" (Y/N) menghampiri.

"Aku baik-baik saja.. Kok." Ia menghempaskan diri ke bangku.

"Nampaknya tidak," Ucap (Y/N) sambil tertawa. "Aku tidak berniat ikut campur, tapi kalau ada yang ingin diceritakan, kau bisa percayakan padaku."

"Entahlah," Erwin menggeleng.

"Kalau begitu aku akan pergi keluar sebentar." Ujarnya. "Sampai jumpa, Er—"

"Kalau tidak keberatan, maukah kau menemaniku? Sebentar pun tak masalah." Pria itu memotong, rautnya sudah benar-benar kusut. Entah apa yang dibicarakannya dengan Wanita itu sampai-sampai membuatnya seperti ini.

"Aku tak keberatan," (Y/N) tersenyum. "Mau kuseduhkan teh?"

"Boleh," Erwin mengangguk dengan sebuah senyuman samar-samar terpancar di bibir tipisnya. "Biarkan aku membantumu."

"Oke."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top