4. Bintang
Sapu lidi yang digenggam seorang nenek adalah hal yang pertama kali kulihat ketika gadis itu mengajakku mampir ke toko bunga. Mereka berdua saling menyapa, wanita tua itu terlihat tersenyum sama lebarnya dengan dia. Aku menatap bunga dengan tak terlalu minat, tetapi ketika menolehkan kepala, yang kudapati adalah gadis itu tengah mencium wangi dari mawar merah muda.
Senyumannya terpantri di bibir, aku memandanginya cukup lamat, kemudian lamunanku buyar ketika dia bertanya bunga apa yang kusuka.
"Aku tak terlalu memikirkannya, apa saja tak masalah."
"Lily atau mawar?" tanyanya dengan tertawa kecil, kemudian dia melanjutkan, "Sayang sekali kita tak bisa membeli bunga sakura, ya? Padahal begitu indah. Hanya bisa memandanginya."
Ah, aku cukup setuju, dan mengangguk, kulihat dia memilih lily dan membayarnya. Kami lantas melangkah bersama, di saat senja dan lampu jalanan yang mulai menyala. Gadis itu terus berbicara banyak hal, tentang langit, semensta, alam dan seisinya. Aku tersenyum dan mendengarkan, dia sesekali tertawa karena mengatakan bahwa dirinya terus mengoceh tak jelas dan pasti menggangguku.
"Tidak, aku suka mendengarnya. Lanjutkan saja." Aku memasukkan kedua tanganku ke dalam saku celana, matanya melebar saat mendengar ucapanku, kemudian dia tertawa kecil.
"Kalau begitu kau akan menjadi pendengar yang baik untuk ocehanku ini."
Kami memutuskan membeli ubi bakar saat langit mulai menjadi merah, menyuruhku duduk di bangku yang telah disediakan, sementara dirinya berdiri di tengah antrean lima orang. Setelah mendapatkan ubi, dia memberikan satu kepadaku dan kami makan bersama.
"Kau suka?"
"Ya, ini enak."
Mataku sejenak teralihkan dan menatap dirinya. Bertanya-tanya kenapa dia begitu riang? Padahal kita hanya tengah menyantap ubi bakar, dan lantas membuatku berpikir bahwa bahagia bahkan bisa didapat dari sesuatu yang sederhana. Tanpa sadar aku tersenyum lembut dengan masih menatapnya.
"Kenapa? Kau tak makan ubimu?"
"Masih agak panas," ujarku mencari alasan karena ketahuan memandanginya diam-diam.
Dia tertawa, berkata kepadaku bahwa jangan lupa meniup dahulu agar tak kepanasan.
"Wah, lihat! Bulannya terang sekali. Wah! Bintang ada persis di dekat bulan, indah, ya?"
Aku menengok sebentar, kemudian kembali menatap dirinya yang masih melihat bintang dan bulan dengan takjub.
"Tahu, tidak? Aku paling suka bintang," katanya sambil tersenyum.
Bibirku berkedut karena melihat dia masih takjub memandangi benda-benda bersinar di langit. Aku mengembuskan napas, kemudian kembali melihat bintang sebentar, dan wajahnya lagi.
"Ya, sangat indah. Kau dan bintang." Aku berbisik, walau begitu dia sepertinya cukup mendengar apa yang kuucupkan.
Aku tersenyum ketika matanya melebar. Bagiku, kau seindah bintang.
.
.
.
BAB IV
TAMAT
.
.
.
Adminnya random banget emang wkwkwwk.
Hari keempat 30DWC dari NPC.
Tugas: Buat kalimat dengan awalnya SAPU LIDI dan akhirnya BINTANG.
WKWKWKWK makanya untuk part ini gak bisa ngemaso sedih-sedih untuk Toji. Yaudah buat yang cute aja.
Terima kasih,
zhaErza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top