II. 3 | Influenced By Youㅡ2013, July
"Selamat ulang tahun, Jay." Jay tersenyum ketika Stoddard menyambutnya dengan ucapan tersebut. Pria pirang itu membawa potongan kue bersama biskuit untuknya. "Ini bagianmu. Tidak ada yang tersisa di meja. Archil menghabiskannya seperti monster di sana."
"Terima kasih sudah memikirkan bagianku, Stoddie." Jay menerima piringan berisi kue dan biskuit itu. Samar-samar ia dapat mendengarkan suara Domna yang memarahi Archil bersama tawa teman-temannya yang lain. "Aku akan segera ke atas untuk menyelesaikan pekerjaanku yang belum selesai."
"Kau bisa menyelesaikannya nanti. Ini hari ulang tahunmu." Stoddard menghentikannya. Tapi Jay menggeleng. "Projek kalian selanjutnya akan direncanakan bulan Oktober, aku harus cepat menyelesaikan desain yang ada, agar proses pembuatan bonekanya tidak membutuhkan waktu yang lama," kata Jay.
Stoddard adalah ketua sekaligus pemilik teater keliling yang telah cukup dikenal orang-orang di Peru. Timnya hanya terdiri lima orang termasuk dirinya. Setelah menyelesaikan projek perdananya tahun 2011 dan berlanjut tahun berikutnya, Stoddard kali ini meminta Jay untuk bergabung bersama timnya secara resmi sebagai desainer mereka. Tidak hanya desain boneka, tapi juga promosi poster iklan yang akan dipajang di selebaran atau website. Tentu saja gaji yang Jay dapatkan dari hobinya ini sangat mengejutkannya, ia merasa sangat cukup untuk dirinya sendiri. Tapi karena ia memikirkan keluarganya, ia tetap bekerja di tempat lain.
Dirinya yang sekarang bekerja di perusahaan multimedia dengan status magang yang dikontrak selama satu tahun. Jay harus menunjukkan kemampuan terbaiknya di perusahaan itu, sebab staf magang sama saja dengan masa percobaan. Ia tidak tahu kalau kontraknya bisa saja selesai tahun depan, atau ditetapkan menjadi staf tetap di sana. Semua staf magang memiliki kemampuan yang bersaing dengannya, karena itulah ia jarang bergabung dengan timnya di sini untuk mengobrol dan memilih menghabiskan waktunya lebih banyak di perusahaan multimedia tersebut.
Jay melirik jam dinding. Ia terlalu terlambat untuk acara ulang tahunnya sendiri. Makanan berat, minuman alkohol maupun soda bersama kue di sana sudah tersisa puing-puingnya. Tapi ia tidak merasa kesal. Ia mendengus, dan menggelengkan kepala memperhatikan teman-temannya di sana masih berisik seolah tidak menyadari kalau di luar sana sudah malam.
Jay memasuki ruang kerjanya yang dibuat oleh Stoddard di lantai dua. Ia melepas dasi dan kemejanya. Menyisakan kaus putih yang basah karena keringatnya sendiri. Musim panas di Peru rasanya semakin mengerikan dari tahun ke tahun, pikirnya. Tangannya bergerak menyalakan pendingin ruangan, lalu mencari buku saku yang ada di dalam tas punggungnya.
Ia tersenyum sekilas. Buku saku itu sekarang ia gunakan untuk menuangkan ide mentahnya sebelum ia menggambar ulang di kanvas atau komputer. Sesekali ia tuliskan beberapa momen ketika Vardo masuk dalam kehidupannya. Jay menutup mata dan untuk sesaat ia tidak percaya kalau dirinya yang sekarang bahkan telah memiliki peralatan menggambar secara manual maupun digital. Semuanya karena Ester dan Vardo, ia mengingat dirinya di masa lalu dan tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya sekarang jika ia tidak ke perpustakaan sastra waktu itu.
"Jay." Domna mengetuk pintu kerja pria itu ketika satu jam telah terlewat. "Kau harus keluar dari ruangan itu sebelum hari berganti esok. Setidaknya luangkan waktumu untuk merayakan ulang tahunmu sendiri."
Ketika Jay membuka pintunya, Domna meneruskan, "Kau sudah selesai?"
"Hampir. Aku harusㅡhei!" Jay berjalan dengan sedikit membungkuk ketika wanita itu menarik kerah bajunya untuk turun ke bawah. "Singkirkan dulu pekerjaan sialan itu. Kami menyiapkan hadiah kecil untukmu," kata Domna padanya.
Jay menemukan teman-temanya telah berkumpul di ruang tengah. Vardo duduk di dekat jendela tengah merokok bersama Stoddard di sebelahnya. Tapi mata wanita itu memperhatikan dirinya berdiri di sisi Domna. "Kami ingin kau menggunakan ini." Archil mengeluarkan pakaian yang telah dirinya dan teman-temanya beli bersama untuk Jay. "Kita akan merayakan ulang tahunmu malam ini dengan benar di luar. Jadi, pakai ini sekarang."
Mata Jay menyipit memperhatikan baju yang sama sekali bukan seleranya. "Aku tidak cocok dengan baju itu."
"Kau menolak hadiah dari kami?" tanya Domna dengan mulut menekuk. Jay secara cepat menggelengkan kepalanya. "Maksudku, kalian tahu sendiri aku terbiasa dengan baju biasa. Rasanya baju ini terlalu mewah untukku."
Vardo terkekeh di sana. "Baju biasamu mirip kaus golf. Kaus berkerah dengan motif garis dan warna kaku. Sangat tua untuk usiamu."
"Jaga mulutmu, sialan." Archil bergumam pada Vardo dan wanita itu mengangkat satu alisnya bertingkah tidak bersalah dengan wajah Jay yang sudah mengerut di sana.
"Memang benar, bukan? Akui saja. Ia memang cukup payah dengan selera pakaiannya. Mirip orang tua. Wajar jika ia menolak pakaian itu. Bukan seleranya. Susah payah aku menyisihkan uang untuk beli baju bermerek itu. Hah ... sialan."
"Zarein, benar. Kalau ia tidak suka jangan dipaksa. Kalau begitu, Archil, kau jual kembali. Harganya turunkan sedikit saja." Stoddard mendukung perkataan Vardo dengan tangan terlipat ke depan. Ia mendesah, lalu membalikkan tubuhnya untuk melihat Vardo, menunjukkan pada wanita itu tawa tanpa suaranya. Vardo mencoba menahan raut wajah kesal dibuat-buatnya dengan kembali mengisap rokoknya.
"Aku akan memakainya." Jay mengambil pakaian itu dari tangan Archil dengan wajah tak nyaman pada semua orang di sana. "Beri aku lima belas menit untuk berpakaian."
"Kalian berdua gila." Domna berbisik kepada Vardo dan Stoddard yang sekarang menahan tawanya ketika Jay kembali ke lantai atas. Archil yang tidak mengerti dengan situasi terlihat kebingungan. "Itu hanya tipuan kalian?" tanyanya dengan nada yang mungkin bisa didengar oleh Jay. Domna dengan cepat meraup mulut pria itu kesal.
"Sialan, pelankan suaramu."
"Kukira itu sungguhan." Archil mengecilkan suaranya sekarang. "Zarein, kau keterlaluan jika mengatakan pakaiannya seperti itu. Kalau ia nyaman dengan itu, maka kita tidak pantas menghinanya."
"Lalu untuk apa kau menyarankan kita semua untuk memilih baju itu?" balas Domna dengan alis terangkat satu. Kata-kata pria itu terasa menyebalkan di telinganya sehingga tanpa sadar ia menunjukkan raut wajah tak senang. "Itu 'kan idemu. Berarti sudah jelas siapa yang sangat kontra dengan cara berpakaiannya di sini. Kau."
Archil tidak menemukan kata-katanya untuk sesaat. Tapi raut wajahnya yang mengeras terlihat ia menahan amarahnya sekarang. "Domna, hentikan. Jangan memperkeruh suasana." Stoddard menengahi, dan mengambil posisi duduknya pada Archil. Memastikan pria bertubuh paling besar itu tidak menerkam Domna tiba-tiba.
Dalam periode Jay yang baru bekerja bersama mereka, pria bermata hitam itu telah sering melihat perkelahian antara Archil dan Domna. Baik secara lisan, maupun fisik. Archil sama sekali tidak melihat Domna seperti wanita begitu juga sebaliknya. Pemandangan yang sudah biasa untuk Stoddard melihat keduanya babak belur, tapi Jay tentu saja selalu menengahi. Terkadang pria itu akan tiba-tiba unjuk badan pada pertarungan fisik keduanya. Jadilah ia korban pertama dalam luka peperangan tersebut.
Vardo tentu ada di sana, menyaksikan dengan tepuk tangan meriah.
Kali ini Stoddard mencoba untuk membuat kedua orang itu dalam keadaan tenang. Setidaknya untuk hari ini pada ulang tahun Jay. "Sekali lagi aku melihat kalian bertengkar, aku akan membawa kalian ke sungai amazon dalam keadaan terikat, membiarkan piranha memakan kalian hidup-hidup." Stoddard mengancam. "Aku tidak berbohong. Minggu depan aku akan ke sana, menemani pamanku. Ada tali tambang di jok mobil, sangat pas untuk kalian berdua."
Vardo menahan tawa. Stoddard menunjuknya. "Berlaku untukmu, Zarein. Setidaknya jangan berkomentar buruk pada orang lain."
Vardo mengangkat kedua tangannya. "Ya, baiklah."
Jay bergabung bersama mereka dengan penampilan baru. Domna menjadi orang pertama yang antusias melihat perubahan itu. "Siapa pria tampan ini?" Domna menggoda membuat Jay menggosok bawah hidungnya malu. Ia mendorong punggung Jay keluar dari pintu setelah Stoddard bersama Vardo membawa kunci mobilnya masing-masing. "Kita akan merayakan ulang tahunmu di luar dengan benar," kata Domna memeluk lengannya. "Restoran. Ada restoran pizza dan pasta yang buka 24 jam."
Jay berada dalam mobil Stoddard bersama Domna. Memisahkan Archil yang ada di dalam mobil Vardo. Mereka berdua di dalam mobil itu, Jay terlalu fokus pada pikirannya sendiri setidaknya sampai semua temannya di dalam mobil itu memuji penampilan barunya. Selama perjalanan Domna tidak berhenti memperbaiki rambutnya agar terlihat sesuai dengan pakaiannya yang santai. "Domna kau membuat Jay sangat risih," kata Stoddard melalui kaca depan.
"Jay, apa tangan-tanganku membuatmu risih?" ketika pria itu menggeleng, Domna melihat Stoddard di kemudi depan. "See? Ia tidak keberatan. Aku membuatnya terlihat menakjubkan malam ini. Jay kau harus melihat dirimu sendiriㅡkau adalah pria yang tampan. Rasanya, kau lebih mirip Ibumu daripada Ayahmu," kata Domna dengan jari-jari menyentuh rambut Jay. Ingatan wanita itu untuk sesaat kembali kepada Natal tahun kemarin dimana orangtua pria itu mengundang mereka untuk makan malam bersama.
"Tapi kedua adiknya lebih mirip Ayahnya." Stoddard menambahkan. "Adiknya juga lebih fasih berbicara bahasa Spanyol, ia dan Ibunya lebih sering berbahasa Inggris atau Korea."
"Aku tahu kedua adiknya mirip dengan Ayahnya. Tapi bahasa yang mereka pakaiㅡbagaimana kau tahu? Seingatku, mereka semua menggunakan bahasa Spanyol."
"Stoddie sering mengantarku pulang ketika aku belum terlalu dekat kalian. Sesekali menginap juga," kata Jay membuat kedua alis Domna terangkat pada informasi yang baru saja wanita itu tahu.
"Kupikir selama ini Zarein yang sering mengantarmu pulang. Sebab wanita itu yang memperkenalkanmu kepada kami."
"Tidak. Aku dan Zarein tidak sedekat itu," balas Jay. Tersenyum sedikit masam. Stoddard melihat ekspresi itu melalui kaca depan dan terus mendengarkan percakapan di belakang. "Sangat sulit rasanya mendekati Zareinㅡmaksudku mencoba melewati garis profesional sebagai rekan kerja. Aku ingin berteman lebih dekat dengannya. Berbicara lebih santai seperti aku kepada kalian semua. Tapi aku tidak tahuㅡatau mungkin aku yang tidak bisa membaca bagaimana cara berteman dengannnya."
Domna menepuk bahu Jay dengan tawanya yang manis. "Ia begitu bukan hanya padamu, tapi kita semua merasakannya. Tidak ada saran yang bisa kuberikan padamu, tapi satu hal yang ingin kau tahu adalah, jangan mengasihinya hanya karena ia berbeda dengan kita. Zarein dengan albinonya adalah hal yang tidak pantas kau kasihani. Ia adalah wanita tangguh yang pernah aku lihat."
Stoddard mengangguk pada kata-kata Domna selagi ia membelokkan arah mobilnya. "Seharusnya ia mengambil cuti pada musim panas. Kulitnya tidak bisa bertahan lama di bawah matahari terutama musim panas. Itu pasti menyiksanya. Tapi mengingat tahun ini kita mengejar semua projek dan undangan yang penuh sampai akhir tahun, Zarein mengurungkannya. Sebab bagaimanapun, ia adalah pion utama dalam tim kita. Tangan-tangannya adalah kekuatan tim kita. Tanpa itu, boneka-boneka yang kau desain, material yang dibuat Archil bersamaku, dan alur cerita yang dibuat Domnaㅡusaha besar kita tidak akan terlihat tanpa tangan-tangan itu. Orang-orang tidak akan tahu seberapa keras kita berusaha membuat teater ini kalau tidak ada Zarein. Maaf aku terlalu banyak memujinya, tapi percayalah sebesar itu juga aku membencinya. Ia terlalu sempurna sebagai manusia."
"Ia benar." Domna kembali membuat Jay melihat ke arahnya. "Karena itu rasanya cukup adil kalau kekurangan Zarein dituangkan pada sifatnya yang memang kasar, dan agak sombong. Maaf saja tapi aku tidak melihat albinonya adalah kekurangan, malah itu menjadikan ia lebih sempurna. Setiap aku mencoba berbicara empat mata padanya, aku merasa kalau tidak sedang berbicara dengan manusia. Kau tahu semacam sedang mencurahkan isi hati pada dewi Yunani. Matanyaㅡya matanya itu racun berbahaya. Jika aku pria, kurasa aku akan gila karena candu dengan itu."
Stoddard tertawa pada kata-kata Domna yang memuji Vardo dengan nada kesal. "Tapi Jay yang bergabung bersama kita rasanya menjadi sangat pas. Zarein identik dengan warna putih, lalu di seberangnya ada warna kontras milik Jayㅡhitam. Itu perpaduan yang bagus." Selagi Domna berbicara dengan Stoddard mengenai itu, Jay membenarkan kata-kata Domna sebelumnya, matanya itu racun berbahaya. Jay tidak bisa mengelak, ia juga disuguhkan racun itu pada pertemuan mereka di taman dua tahun yang lalu. Membuatnya merasa candu, dan hampir gila. Dalam ruangan pribadinya, Jay terus melukis wanita itu, mencoba mengingat setiap garis wajahnya dan mencari warna yang tepat untuk sosok Vardo. Tapi lukisannya tidak pernah ia selesaikan sebab ia tidak menemukan warna biru yang pantas untuk melengkapi sosok Vardo. Ia tidak puas pada warna biru yang ia miliki, sementara warna yang ia inginkan harus sesuai dengan mata wanita itu. Jadi ia membiarkan lukisan itu berdebu di ruangan pribadinya.
Setidaknya sampai hari ini. Ketika Domna dan Stoddard kembali mengungkit kegilaannya pada racun itu. Jay dapat merasakan tubuhnya panas, dan bersemangat untuk kembali melanjutkan lukisannya yang belum selesai dua tahun yang lalu. Tapi kali ini ia memberanikan dirinya agar Vardo ikut membantunya. Ia ingin wanita itu ikut andil dalam penyelesaian lukisannya.
Maka ketika mereka semua tiba di tujuan, Jay bertanya pada Vardo yang saat itu masih berada di parkiran dan baru saja menyelesaikan teleponnya bersama seseorang yang tidak ia ketahui. Vardo melihatnya berlari pelan, menyeringai dan memuji penampilannya. "Apa pria tampan ini ingin meminta nomorku?"
"Zarein, aku akan berterus terang denganmu."
"Apa sekarang aku akan mendengarkan protesmu karena tidak menyukai pakaian itu?"
Jay tidak menjawab, ia mendekati Vardo yang bersandar pada sisi mobil kodoknya berwarna putih, ia hampir menahan napasnya ketika dapat melihat dirinya terpantul dengan jelas pada wanita itu. Sial, mata itu benar-benar berbahaya.
"Aku melukismu. Maksudku, dua tahun yang lalu aku melukismu. Maaf aku tidak mengatakannya padamu, tapi yang ingin kukatakan sekarang adalah lukisan itu belum selesai karena ...." Jay membuang pandangannya ke arah lain karena wanita itu melihatnya dengan serius sekarang. "Aku ingin kau membantuku dengan lukisan itu sekaligus memintamu untuk mengizinkan aku melanjutkannya."
"Jay aku tidak tahu kau serius atau tidak ketika kau memalingkan wajahmu. Lihat aku." Jay terlihat seperti anak kecil sekarang sementara Vardo melipat kedua tangan ke depan dan mencerna semua ucapan pria itu sebelumnya. "Kau ingin aku membantumu menyelesaikan lukisanmu. Sementara kau tahu aku buruk dengan itu, jadi bagaimana bisa aku membantumu? Hanya diam dan melihatmu?" Vardo tidak serius pada kata-kata terakhirnya dan tertawa, tapi ia sedikit terkejut ketika Jay mengangguk.
"Aku membutuhkanmu untuk diam, dan melihatku. Sebab hanya satu bagian yang aku belum selesaikan."
"Dan bagian itu adalah?"
Kali ini Vardo hampir yakin dirinya merasa kecil saat pria itu melihat ke arahnya lebih intens. Kata-kata Jay berikutnya membuat ia sedikit tersentak. "Aku kesal karena tidak mengingat dengan benar warna matamu. Selama aku menyelesaikan lukisannya, biarkan aku melihat matamu. Aku ingin melihatnya dengan cahaya lampu atau cahaya matahari sore. Apa matahari sore menyakitimuㅡoh maaf, seharusnya aku tidak menyinggung ini. Kalau begitu aku memintamu untuk membantuku di ruanganㅡdengan cahaya lampu di ruangan."
Vardo tersenyum pada sikap pria itu yang terlihat gugup dan mengusap tengkuknya berkali-kali. "Kau akan menjadi banyak bicara ketika merasa bersalah, ya," katanya. Lalu Vardo membuang napas panjang dan memberi pertanyaan lain. "Kenapa aku?"
"Ya?"
"Kenapa kau melukisku?"
Karena aku senang menelan racun sepertimu.
"Aku terpengaruh olehmu." Jay menjawab dengan kalimat yang ia samarkan makna di dalamnya. Tapi ia menjelaskan alasannya kepada Vardo dengan jujur. "Kali pertama kita berbicara di parque de la familia, aku tahu kalau aku sudah terpengaruh olehmu. Aku memperhatikan setiap inci dirimu dan mengingatnya hanya untuk aku lukis. Tapi semakin aku melukis semakin aku tahu aku ingin menjadi lebih dekat denganmu."
Vardo terus mendengarkan. "Semuanya menjadi sulit ketika kau membuat batasan seolah kau tidak ingin seseorang mendekatimu lebih dari rekan kerja. Jadi aku enggan melanjutkan lukisan itu dan memilih untuk menghentikannya. Setidaknya sampai malam ini. Malam ini aku teringat lagi dengan perasaan itu. Jadi Zarein, aku ingin kau membantuku sekaligus memberikanku izin untuk menyelesaikannya."
Jay membuang napas panjang dari hidung ketika ia selesai menjelaskan alasannya dan bersiap untuk menerima penolakan dari wanita ituㅡatau mungkin bagian terburuknya ia akan dihina karena dirinya terlihat seperti terobsesi dengan wanita itu.
Tapi Jay kembali dikejutkan dengan kata-kata wanita itu. "Dari penjelasanmu, sepertinya kau menyukaiku. Apa aku benar?"
"Yaㅡmaksudku tidakㅡaku tidak tahu apa aku menyukaimu sebagai objek lukisanku atau yang lain."
"Yang lain. Aku penasaran dengan itu." Vardo menyeringai. "Mau kita buktikan?"
Jay tahu ke mana arah pembicaraan ini. Dirinya yang lain kembali merasa bersemangat pada tawaran wanita itu. Secara reflek ia mendengus dan tersenyum, ia tidak ingin dirinya dikendalikan wanita itu sekarang.
"Zarein aku tidak ingin dipermainkan."
"Aku bisa membantumu untuk meyakinkan perasaanmu. Yang lain, kita bisa memastikan itu benar atau tidak." Vardo tidak menyadari kemeja yang ia pakai satu sisinya terjatuh dan menujukkan bahunya yang terbuka. "Sebab aku juga tidak ingin menerka sendiri apa yang aku rasakan sekarang. Terpengaruh olehmu, ya itu juga berlaku padaku."
Apa ini pernyataan cinta? Apa ini hadiah ulang tahunku? Jay menerka-nerka. Tapi kedua telinganya memerah dan Vardo dapat membaca dengan jelas isi pikiran pria itu sekarang. "Kau menyukaiku, Zarein?" tanyanya spontan karena ia begitu penasaran.
"Tidak tahu." Vardo mengendikkan kedua bahunya. Seringaiannya terlihat menawan malam ini. "Aku juga tidak tahu apakah aku menyukai pria dengan kaus golf itu karena ia pekerja keras dan peduli pada sekitarnya, atau aku hanya menyukainya untuk memecahkan rasa penasaran. Jadi berhubung pria itu ada di depanku sekarang dan menawarkan aku untuk membantu menyelesaikan lukisannya, bagaimana jika aku meminta ia juga membantuku?"
"Zarein ...." Jay kehilangan kata-katanya dan membiarkan wanita itu mendekatinya. Ia berharap suara jantungnya tidak terdengar oleh wanita itu sehingga ia masih bisa terlihat mengendalikan dirinya. Setidaknya begitu sampai ketika wanita itu menyentuh rambutnya yang ditata oleh Domna.
"Aku masih tidak percaya kalau pria dengan kaus golf bisa sangat menawan seperti ini." Vardo terdengar tulus memujinya, kedua mata wanita itu beralih ke matanya kemudian. "Jadi, bisa kau juga membantuku?"
"Membantu dan membuktikan lebih tepatnya." Jay memperbaiki kata-kata Vardo dan mengarahkan tangan wanita itu pada sisi wajahnya sekarang. "Apa kita akan berciuman di sini?" Tapi ia tertawa pada kata-kata wanita itu ketika mereka telah saling mendekatkan wajah. "Oh, astaga maaf aku tidak membaca situasiㅡ ya baiklah lanjutkan." Vardo membiarkan kedua tangan pria itu melingkar pada pinggangnya sementara dirinya memegang kedua sisi wajah pria itu.
Tangannya adalah pion utama. Jay kembali mengingat kata-kata Stoddard dan disela-sela ciumannya ia tersenyum. Tangan ini memegang wajahku sekarang. Ketika ia semakin merapatkan dirinya dengan tubuh Vardo, tangannya merasakan bahu wanita itu yang terbuka. Dengan posesif ia memeluk seluruh tubuh wanita itu dan secara bersamaan ia sadar kalau dirinya menginginkan Vardo dalam hal lain.
Ia ingin memiliki wanita itu seutuhnya.
"Zarein." Ia menarik diri dengan terpaksa menghentikan permainan mereka. "Aku tahu ke mana hal ini mengarah sekarang."
"Seks?" tanya Vardo spontan. Jay menutup mata untuk menahan rasa malu pada pertanyaan wanita itu. "Saat ini aku sedang masa menstruasi."
"Bukan itu." Ia mendengus, memperhatikan bibir wanita itu yang bengkak. "Yang lain. Kurasa itu yang aku inginkan."
Vardo mengangguk. "Bagaimana denganmu?" tanya Jay kepadanya.
"Tidak tahu." Vardo tersenyum. "Sebab aku belum selesai dan kau menarik dirimu tiba-tiba."
"Mau melanjutkannya?"
Jay tersenyum ketika wanita itu mendongak untuk kembali mencari bibirnya, dan tidak menyadari kalau Stoddard melihat keduanya dari jauh.
ㅡ
A/n: Kita masih dalam cerita Jay di masa lalu. Cerita flashback terus berlangsung dengan tahun yang tertera di judul chapter.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top