I. 5 | Let Me Be Your Human
"... telah dikonfirmasi itu adalah tangan Zarein ...."
"... itu adalah bagian tangan kanannya ...."
"... katanya ditemukan di tengah jalan ketika puncak malam Ortodoks ...."
"... bagaimana bisa tubuhnya hilang?"
Satu bulan. Sudah satu bulan Teron Muva mendengarkan komentar orang-orang ketika melihat boneka-boneka kayu Vardo dipajang di tengah ruang teater untuk kenangan. Ia mengingat masa sulit satu bulan yang lalu tapi kehidupan harus berjalan, tirai opera harus dibuka sesuai jadwal yang ada, tidak ada yang menyayangkan hilangnya Vardo selain bentuk uang. Vardo adalah salah satu sumber uang mereka yang hilang, baik itu bagi Gurah, Ferah, Teron, dan semua orang yang pernah bekerja dengan wanita itu tentunya.
Membandingkan rasa simpati atas hilangnya Vardo sebagai teman daripada sebagai sumber uang, pasti ada. Tapi sedikit. Mengingat bagaimana mulut wanita itu begitu menyakitkan. Sampai terkadang Teron akan menampar wajahnya sendiri di toilet ketika hatinya mensyukuri hal yang menimpa wanita itu.
Hingga saat ini Ferah tidak bisa dihubungi. Wanita itu hanya akan berbicara kepada kepolisian yang menangani kasus hilangnya Vardo. Enggan bersuara kepada wartawan yang menggigil di depan rumah pemain boneka ituㅡberharap mendapatkan barang sedikit informasi.
Teron ingin bertemu dengan Gurah. Dari sekian banyak rumah orang-orang yang Vardo kunjungi, hanya tempat Gurah yang sering wanita itu datangi. Tapi sangat sulit menemui pria tua itu bahkan berkunjung ke tokonya adalah hal percuma. Ia hanya akan disambut oleh para pekerjanya di sana. Menitipkan pesan pun sia-sia.
Tapi sepertinya akhir pekan ini ia beruntung menemukan Gurah di parkiran supermarket sedang memasukan barang belanjaannya ke dalam bagasi mobil. "Tuan Gurah." Ia memanggil, dan tersenyum ketika pria tua itu melihatnya kemudian mendesah panjang.
"Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Aku sudah tahu." Gurah menutup bagasinya dan berkata lagi, "Bawa mobilmu. Kita akan ke tokoku."
"Aku tidak ingin berbicara di sana. Tidak ketika melihat Jay Yevgeny berdiri seperti mengawasi kita."
Itu membuat Gurah sedikit mendengus mengejek. "Kau akan tahu mengapa aku tidak membiarkan boneka itu diletakkan pada gedung teater."
"Yah, aku sendiri tidak terlalu ingin tahu."
"Kau takut, anak muda?"
"Aku ...." Teron mengusap tengkuknya sebentar. "Tidak menyukai sorot matanya. Ia seperti hidup."
"Bagaimana kalau ketakutanmu adalah sebuah kenyataan?"
"Ya?"
Gurah mengulang kata-katanya sekali lagi. Membuat Teron mendengarkan dengan baik. "Ia hidup. Boneka itu hidup."
ㅡ
Teron hampir saja kehilangan keseimbangannya ketika menemukan Jay Yevgeny berdiri di sana. Menoleh, melihat dirinya, dan tersenyum. "Teron Muva," kata Jay setelah ia membantu Gurah melepas mantel dan mendekati dirinya untuk bersalaman. "Aku melihat wajahmu di televisi."
Teron tersentak pada suara bariton yang dihasilkan, kemudian beralih melihat tangan itu, persis seperti manusia, pikirnya. Ia tidak membalas uluran tangan Jay dan mendekati Gurah. Tertawa penuh heran kemudian. "Kau sedang membuat prank?"
"Yevgeny, pergilah ke ruanganmu. Aku akan menyusul," titah Gurah. Pria tua itu membiarkan Teron mengekorinya ke ruangan lain untuk mengambil beberapa kotak kayu berukuran sedang. Ia tidak menjawab segala pertanyaan Teron, sampai ia kembali masuk ke dalam ruangan yang sama dengan Jay, dan menemukan pria itu duduk di kursi sedang membuka pakaiannya sendiri.
"Yevgeny, kau sudah tahu nama pria ini. Tapi biar kujelaskan siapa orang ini untuk Zarein. Ia adalah rekan kerja Zarein, dan secara tidak langsung aku mengenalnya karena boneka-boneka kayu Zarein juga ditangani dengannya ketika tiba di teater." Gurah memperkenalkan secara singkat Teron kepada Jay, lalu pria tua itu melihat Teron. "Namanya Jay Yevgenyㅡkau juga sudah mengetahuinya, tapi ia ingin dipanggil Yevgeny."
Teron memperhatikan tubuh menjulang Jay berdiri di sisi Gurah yang terlihat kecil. Tangan-tangan keriput Gurah dengan cekatan menemukan kulit Jay yang terkelupas kemudian ia memperbaiki dan mengecat ulang bagian itu.
Teron belum pernah melihat Jay secara langsung, dan ketika ia diberi kesempatan untuk melihatnya rasanya Vardo menipu dirinya. Ini jelas manusia. Teron menemukan lekuk tubuh pria itu sama dengan pria dewasa. Urat-urat yang begitu kentara muncul di tangan, suara, ekspresi yang dihasilkan, bulu-bulu tipis di perut dan Teron membuang pandangannya ketika matanya melihat bagian bawah pria itu sekali lagi sama persis seperti pria dewasa. Sialan, Vardo menipuku.
"Jadi selama ini Vardo menipuku. Yevgeny adalah manusia, betul? Ini juga alasanmu tak ingin meletakkannya di teater?" tanya Teron melihat pakaian-pakaian Jay yang digantung dan sesaat ia merasakan toko ini begitu sunyi karena tutup di akhir pekan.
"Aku awalnya juga berpikir Zarein menipuku. Tapi melihat bagaimana goresan yang ada pada kulit Yevgeny membuatku yakin kalau ia juga sama seperti boneka Zarein lainnya. Hanya saja materialnya memang agak spesial." Gurah melirik Teron dengan mantel mahal yang pria pirang itu gunakan lalu memintanya untuk mendekat. "Lepas mantelmu, dan kemarilah."
Teron awalnya enggan ketika melihat mata Jay memperhatikannya. "Aku ingin kau melihat sesuatu darinya." Gurah sekali lagi meyakinkan.
Maka dengan dengusan, Teron melepas mantel dan mendekati Gurah. "Perhatikan." Gurah menggores permukaan kulit Jay dan menunjukkan lapisan di bawah kulit pria itu berupa keramik berwarna hitam. Darah mengalir kemudian. "Aku terkejut ketika menemukan ini. Dan mulai berpikir kalau Zarein sepertinya melakukan hal aneh di Peru."
Teron tersenyum heran. "Maksudmu wanita itu melakukan percobaan pada ilmu hitam di Peru?"
"Mungkin. Kalau tidak, bagaimana tubuhnya tidak bisa ditemukan? Menurutku ini sangat aneh ketika kita hanya melihat tangannya di tengah jalan."
"Jadi ia menjadikan dirinya tumbal untuk mewujudkan boneka yang hidup?" Teron tertawa ketika Gurah mengangguk. "Dari segala kemungkinan, kenapa itu di kepalamu?"
"Sebab boneka ini jawabannya. Ia hidup, ada darah mengalir pada tubuhnya. Apalagi hal lain yang memungkinkan Zarein tidak ada?"
Teron menggelengkan kepada masih dengan senyumannya. "Dengar, aku tahu kau lebih tua dariku. Kau lebih tahu Georgia daripada aku, tapi zaman telah berubah, Tuan Gurah. Aku percaya mereka ada, tapi mereka tidak semudah itu menunjukkan keberadaan diri. Sekarang, segalanya mudah dijelaskan secara ilmiah." Mata hijau Teron bergerak pada goresan di lengan Jay yang telah ditutupi oleh Gurah. "Kalau Yevgeny bukan manusia, robot adalah satu-satunya jawaban. Zarein bisa saja diculik oleh penggemarnya, kemungkinan terburuk dibunuh seseorang, atau ia dimakan hidup-hidup oleh beruang. Kau tidak ingat berita beruang yang kabur dari kebun binatang?"
"Kau banyak bicara, Teron." Jay membalasnya dengan seringaian. Gurah menahan tawanya di sana dan kikikan yang dihasilkan dua orang itu membuat Teron bingung. "Boleh aku menggunakan pakaian ini, Gurah?" tanya Jay menunjuk pada setelan jas abu-abu.
"Itu bajumu, pakailah." Gurah kembali melihat Teron selagi Jay menggunakan pakaiannya. "Segala yang kau katakan tadi sudah ada di kepalaku, Teron. Aku juga memikirkan hal itu, dan Yevgeny membantahnya. Pria itu membantah semua pertanyaanku.
"Ia akan diam ketika aku menanyakan soal Peru dan hal aneh tak masuk akal lainnya. Apa Zarein mati atau tidak, ia juga tidak membalasnya. Tapi hal pasti yang ia katakan hanya satu. Ia adalah bagian dari Zarein," kata Gurah.
Jay kembali bergabung bersama mereka dan duduk di sofa yang tersedia setelah ia meminta Teron untuk duduk bersamanya. "Ada hal yang ingin kutanyakan padamu, Teron. Tapi aku yakin, kau menemui Gurah juga ada alasannya, betul? Kalau begitu biar aku dan Gurah dengarkan milikmu lebih dulu."
Gurah membuka kulkas kecil berwarna hitam di antara rak buku. Mengambil botol wine dan meletakkannya di antara dua pria itu. "Wine ilusi dari desa Purcari, Moldova bagian tenggara. Aku akan menuangkannya untukmu hanya untuk malam ini." Gurah memberikan gelas kaca pada Teron dan pria itu dapat menemukan aroma taman bunga pada wine tersebut. Membuat dirinya sedikit lebih tenang.
Ketika Gurah menuangkan wine untuk dirinya sendiri, Teron mulai berbicara, "Zarein menghubungiku satu minggu yang lalu. Menelepon lebih tepatnya. Aku mengangkat panggilan itu dan dengan cepat ditutup."
"Bukankah ponsel Zarein tergeletak bersama potongan tangan itu?" tanya Gurah. Dahinya menunjukkan lebih banyak lipatan di sana.
"Ya." Teron mengangkat gelasnya melihat isi wine dengan dahi mengerut. "Kupikir itu panggilan polisi yang membawa barang Zarein ke kantor mereka. Jadi aku ke sana dan bertanya ada perihal apa mereka menghubungiku. Anehnya, mereka mengatakan sama sekali tidak meneleponku melalui ponsel Zarein. 'Kami akan menghubungi Anda dengan nomor kantor. Tidak etis menggunakan ponsel korban untuk melakukan itu.' Begitu kata mereka."
"Apa kartu yang ada di ponselnya dicabut? Bisa saja seseorang iseng menggunakannya untuk menghubungimu."
"Kartu itu masih ada di ponselnya, Tuan Gurah," jawab Teron. "Aku melihat sendiri polisi membuka ponsel Zarein. Melihat galeri foto yang kosong, bahkan tidak ada play list di sana. Sementara aku tahu, sebelum Zarein tampil, ia akan mendengarkan lagunya di ponsel itu. Dan riwayat terakhir telepon Zarein bukan aku, melainkan Ferah."
Gurah menjadi bingung sekarang. "Aku dihubungi polisi ketika Zarein hilang, mereka menunjukkan rekaman di jalan padaku. Zarein berjalan sendirian dan sedang menghubungi seseorang, kemudian kamera itu agak bersemut saat Zarein terdiam melihat ke arah kamera. Dan layar menjadi gelap untuk beberapa saat, detik berikutnya hanya ada tangan Zarein bersama ponselnya di sana."
"Kenapa rekaman itu tidak ditunjukkan pada publik? Mungkin akan ada beberapa orang yang akan mengerti kalau itu bisa saja buatan orang lain agar hilangnya Zarein terkesan mistis. Bisa saja ini murni pembunuhan."
"Ferah melarangnya." Gurah mendesah. "Polisi tidak melakukannya karena selain wanita itu melarangnya, rekaman itu bisa menimbulkan spekulasi yang lebih jauh. Lagipula tidak nyaman rasanya dunia harus melihat potongan tangan manusia terpampang nyata."
Jay mengangguk pada kata-kata Gurah selagi pria tua itu meneruskan. "Awalnya Ferah adalah orang yang paling dicurigai, mengingat ia adalah manajer, sekaligus orang yang paling dekat dengan Zarein. Tapi kebetulan dirinya memang tidak ada di tempat kejadian. Ada bukti jelas yang membuatnya memiliki alibi. Untuk saat ini, ia hanya akan menjawab segala pertanyaan polisi, dan enggan berbicara padaku bahkan teleponku akan ditolaknya."
"Jadi, kau kemari untuk mengatakan kalau kau menaruh curiga pada Ferah?" Jay menyimpulkan ketika keduanya terdiam. "Kau menemui Gurah karena ingin memastikan kecurigaanmu, betul?"
Teron tidak menjawabnya secara cepat, sebab ia menyadari bagaimana sikap tenang dan nada bicara Jay mirip dengan Vardo. "Begitulah," katanya kemudian.
"Aku masih tidak mengerti kenapa kau mengaitkan hilangnya Zarein dengan hal-hal tidak masuk akal itu. Sementara kau sendiri sudah mencium ada hal yang mencurigakan dari Ferah." Teron meletakkan gelasnya, kemudian kedua tangan bertaut di atas paha. "Tuan Gurah, aku ada di pihakmu. Sebab kita berdua di sini adalah rekan bisnis Zareinㅡya mari kita singkirkan itu dulu, kita mencoba untuk menggunakan simpati sekarang. Kita berdua adalah orang yang sering menemui Zarein, dan Ferah selalu ada di sekitarnya. Wanita itu memang tidak menonjol tapi matanya sangat terasa mengawasi. Aku tidak bisa membuktikannya, tapi aku tahu kau mengerti maksudku."
Teron menemukan mata Gurah melirik Jay dan pria yang baru saja menggunakan jas abu-abu itu menarik bibirnya untuk tersenyum.
"Kau yakin mencurigai Ferah?" tanya Jay padanya. "Atau bukan hal lain yang kau sembunyikan, Teron?"
"Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu." Teron mengerutkan dahinya, beralih pada Gurah. "Aku ingin mendengarkan jawabanmu."
Jay mengambil gelas kaca milik Gurah dan menghabiskan isinya. "Yang Gurah yakini saat ini adalah, ia tahu Ferah bukan orang dibalik ini semua. Ia percaya memang ada hal aneh yang menimpa Zarein. Mengapa ia bisa percaya? Sebab ia tahu siapa dirimu, Teron."
Satu pergelangan tangan Jay terangkat dan menunjuk pria bersurai pirang itu di sana. "Kau bertingkah seperti seorang manusia sungguhan, berpura-pura menikmati wine, mencoba menunjukkan perasaan simpati pada Vardo. Apa kau tidak ingat keluarga Vardo di masa lalu adalah majikanmu?"
"..."
"Ah, tidak ingat, ya? Sudah lama ... sangat lama. Kira-kira saat kaum viking menjadi berseker¹ atas nama Odin. Aku sangat ingat manusia waktu itu begitu mengerikan menunjukkan kemampuannya atas kepercayaan mereka pada keimanan yang kuat."
"..."
"Kau tidak ingin ada di bawah bayangan Philips Zarein, jadi ketika pria itu mati kau melarikan diri. Dan sekarang ... berani-beraninya boneka rendahan sepertimu bertemu lagi dengan keturunannya." Jay mendengus sinis. "Pertanyaanku kepadamu adalah, di mana kau letakkan wajahmu itu, sialan?"
ㅡ
¹) Berseker: prajurit Norse dalam literatur Islandia yang berperang tanpa baju besi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top