9

“Catz, mama mau pergi arisan. Papa lagi pergi memancing sama temannya. Henry juga sedang keluar.”ujar Rose sambil merapikan rambut di ruang duduk dengan pakaian rapinya.

“Duh…jadi aku sendirian nih?!”sahut Catz manyun.

“Kamu mau ikut arisan?”

Catz menggelengkan kepala. “Tidak ah, ma.”

“Iyalah kan kamu nanti mau pergi ke rumah Mark kan?! Mama sudah bersih-bersih jadi kamu jangan bikin kotor lagi ya!”

“Iya, ma. Sudah kaya anaknya masih balita saja yang bikin rumah berantakan.”keluh Catz.

“Kalau sudah mau pergi, jangan lupa kunci pintu ya. Mama sudah masak nasi. Lauknya Terserah kamu mau masak atau beli.”

“Iya, ma. Gampang, tenang saja. Sudah, mama pergi arisan saja tidak apa.”

“Ya sudah mama pergi dulu ya. Semoga mama bisa pulang sebelum kamu pergi.”kata Rose beranjak bangun.

Catz ikut berdiri dan mengantar mamanya pergi keluar lalu menutup pintu. Ia kembali duduk di sofa sambil menonton televisi. Hari Sabtu adalah harinya untuk bersantai dan bermalas-malasan. Biasanya Catz selalu bangun siang, tapi tidak hari ini karena ulah kakaknya yang kembali iseng membangunkannya. Selain itu juga karena ia sudah semangat ingin menyiapkan diri saat Mark datang menjemputnya nanti.

Acara ulang tahun Barry memang masih lama. Mark baru akan menjemputnya menjelang sore nanti. Namun pagi-Pagi ia sudah sibuk memilih busana yang akan di pakai. Ia memutuskan untuk memakai blouse dengan celana jeans. Pakaian itu sudah ia keluarkan dari dalam lemari dan di gantung untuk di pakai nanti.

Catz asyik menonton televisi sambil sesekali membalas pesan di ponselnya. Kebanyakan pesan dari Ruby. Menjelang siang perutnya mulai terasa lapar. Gadis itu pun mulai memikirkan hendak membeli lauk apa. Ataukah sebaiknya ia memasak saja?!

“Masak saja deh. Sudah lama gue tidak masak…”gumam Catz meraih remote dan mematikan televisi.

Gadis itu beranjak berdiri dan melangkah menuju dapur. Ia mendekati kulkas lalu membukanya. Matanya mengamati isi kulkas sambil berpikir hendak memasak menu apa.

“Masak telur dadar sama sosis saja deh.”bisiknya seraya mengambil dua butir telur dan sebungkus sosis.

Catz menutup kulkas dan mulai menyiapkan bahan lainnya untuk memasak. Ia mulai sibuk memasak sambil bernyanyi kecil. Dalam waktu cepat masakannya sudah siap. Aroma telur dadar dan sosis yang lezat pun memenuhi area dapur.

“Ah wanginya….”gumam Catz sambil mendekatkan piring itu pada hidungnya.

Catz menaruh piring berisi telur dadar dan sosis di meja makan. Lalu ia mengambil piring. Menyendokkan nasi dan duduk. Ia mulai menyantap makan siangnya dengan hasil masakannya. Setelah habis, Catz mencuci piring serta peralatan masaknya tadi.

Catz kembali ke ruang duduk. Duduk di sofa dan menyalakan televisi lagi. Ia mencari saluran hingga ketemu tontonan yang menarik minatnya. Menonton sambil memeriksa ponselnya. Tidak ada balasan lagi dari Ruby. Ia menduga sahabatnya sedang sibuk dengan acara kencannya. Gadis itu menaruh ponsel. Matanya kembali terarah pada layar televisi. Angin sepoi dari kipas angin, perut kenyang dan efek kurang tidur membuata matanya terasa berat. Tanpa sadar ia tertidur di sofa.


———


“Hei bangun!”ucap Henry sambil menguncang bahu Catz.

Tidak ada tanda terbangun dari sosok adiknya. Matanya pun masih tertutup. Catz masih berbaring di sofa dengan posisi meringkuk. Tampak nyaman.

“Dih malah makin pulas. Woi bangun woi!!”seru Henry gemas.

“Kenapa kamu tidak gendong Catz ke kamarnya saja?”

Henry melirik Tara, kekasihnya. “Adikku sudah berat. Bisa encok!”gelaknya.

Tara menepuk lengan Henry. “Adikmu loh ini…”

Henry menyeringai pada Tara lalu menunduk mencubit pipi Catz. Gadis itu mulai bergerak. Menepak keras tangan kakaknya hingga mengaduh kesakitan. “Auw…tidur saja masih bisa bar-bar!”

Catz membuka matanya. Ia melihat kakak dan pacarnya berdiri memperhatikan dirinya. “Sudah pulang?”tanyanya sambil mengucek mata dan perlahan bangun.

“Iyalah, masa gue di luar terus. Ayo bangun, bukannya lo mau pergi sama Mark?!”

Catz tersadar. Matanya melihat ke arah jam dinding. Sontak ia membelalakkan mata. “Waduh gue sudah mesti siap-siap!!”serunya panik. Membuat kakak dan kekasihnya terlonjak kaget. Catz langsung bangun dan berlari menaiki tangga.

“Hei hati-hati!”tukas Henry melihat Catz nyaris tersandung anak tangga. “Kaki lo baik saja?!”

“Iya, yang sakit tangganya!”sahut Catz sambil terus menaiki tangga.

Henry dan Tara tertawa.

“Kalian berdua kakak adik nih kocak banget sih!!”

“Begitulah. Aku ambilkan minum dulu ya!”

“Aku bantu ya!”

“Oke. Kamu mau apa?! Kita bikin juice saja bagaimana?!”usul Henry.

“Boleh!”sahut Tara.

Sementara itu Catz bergegas masuk ke dalam kamar dan mengambil handuk. Kakinya segera melangkah menuju kamar mandi. Ia langsung membersihkan badan. Tidak lupa mencuci rambutnya supaya tidak terlihat lepek dan kusam.

Selesai mandi, Catz keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Gadis itu meraih baju yang sudah disiapkan tadi pagi dan memakainya. Lalu ia duduk di depan meja rias. Mengolesi pelembab di wajahnya. Mengeringkan rambut dengan hair dryer. Catz memilih untuk mengikat rambutnya. Lalu ia mulai memoles blush on di pipi. Mengolesi lip balm di bibirnya.

Ia menatap bayangan di cermin. Tersenyum puas dengan penampilannya. Catz memang tidak terlalu menyukai make up berlebihan. Sentuhan blush on dan lip balm atau sedikit lipstick sudah cukup untuknya. Catz berdiri. Membuka lemari. Tangannya mengambil tas selempang kecil berwarna cream. Memasukkan dompet serta ponsel ke dalamnya.

Suara langkah kaki Catz terdengar oleh kakaknya dan Tara. Ke dua orang itu menoleh dari televisi yang sedang mereka tonton.

“Cie yang sudah cantik!”puji Henry seraya menyeringai lebar.

“Wah mau ke mana nih?!”tanya Tara.

“Kencan dunk! Memang kalian saja yang bisa kencan?!”sahut Catz terkekeh. Ia menyusul duduk di sofa sambil menunggu Mark datang. “Wah kalian bikin apa nih?! Punyaku mana?!”

“Gue tidak bikin buat lo! Siapkan perut untuk makan-makan nanti!”

“Dasar pelit!”ujar Catz mencebikkan bibir.

Tara terkekeh. “Habiskan saja juiceku. Gue sudah kenyang.”

Catz menatap dengan mata berbinar. “Serius?!”

“Iya, minum saja!”tukas Tara mengulurkan gelas juicenya pada Catz.

“Hei jangan kasih! Nanti dia jadi gemuk!”

Tara menepuk tangan Henry. “Tidak apa. Toh juicenya juga cuma sedikit.”

“Terima kasih, kak Tara! Tuh kak, contohin dunk kak Tara yang baik hati dan tidak pelit!”tukas Catz menerima gelas itu dan langsung menghabiskannya. “Beruntungnya gue punya calon kakak ipar yang baik!”

Tara terkekeh. “Bagaimana hubungan barumu?”

“Hm….lancar-lancar saja, kak.”

“Jalan tol kali lancar!”sahut Henry nyengir.

“Memang masih lancar dan baik. Kan kita masih fresh from oven!”

Tara tertawa. “Semoga hubungan kalian lancar sampai ke tingkat lebih serius ya.”

“Amin.”sahut Catz tersenyum.

“Gue belum pernah lihat pacarmu loh. Nanti pas datang, kenalin dunk, Catz! Penasaran nih sama wajahnya!”kata Tara.

“Siap! Nanti ya kalau Mark sudah datang.”

“Hei buat apa ketemu?!”protes Henry.

“Kan Cuma kenalan sih?!”

“Cie yang cemburu…”goda Catz.

Tara mengusap sisi wajah Henry. “Jangan cemburu sih, say. Mark mau tampan kaya apa juga, aku tetap sayang sama kamu.”

Henry cengegesan. Ia meraih tangan Tara dan menciumnya. “Terima kasih, sayangku.”

Catz terbahak. “Astaga jangan di sini sih!!”serunya. “Jijik gue!!!!”

“Hush nanti juga lo pasti bakalan merasakan sama Mark!”

“Tapi tidak di depan orang-orang ya! Gue bilangin mama loh kelakuan lo, kak! Biar di godok sama sop ayam nanti!”tukas Catz tergelak.

“Hei bocah ingusan!”

“Gue sudah bukan bocah ingusan lagi ya!”ucap Catz memeletkan lidahnya.

“Awas lo!”

Henry baru saja hendak berdiri untuk menyerang adiknya ketika terdengar suara ketukan pintu. Gerakannya terhenti. “Ah keburu datang!”keluhnya.

Catz tertawa. “Niatnya sudah jelek sih!”Ledeknya sambil bangun untuk membukakan pintu.

“Gue ikut dunk! Mau kenalan nih!”sahut Tara.

“Hei tunggu!”ikut Henry.

Catz hanya bisa tergelak melihat tingkah kakak dan pacarnya. Beriringan mereka berjalan bertiga menuju pintu depan seperti anak ayam mengikuti induknya.

“Hai!”sapa Catz setelah membuka pintu dan berhadapan dengan Mark. Jantungnya sempat berdetak lebih cepat melihat penampilan Mark yang selalu sempurna. Meski memakai pakaian kasual, pria itu tetap terlihat gagah dan tampan.

“Hai!”sahut Mark. Matanya menangkap sosok seorang wanita yang berdiri di belakang Catz dan ada kakaknya di belakang wanita itu. Ia merasa heran melihat tiga orang yang berbaris.

Catz melihat arah mata Mark. Ia baru tersadar. “Oh iya, masuk dulu yuk?!”

Mark mengangguk lalu melangkah masuk. Ia tersenyum kepada Tara yang memandangi dirinya dengan sorot mata penasaran. Mark menyapa Henry.

“Mark, kenalkan ini Tara, pacar kakakku.”kata Catz.

“Halo, aku Tara!”

“Halo juga, namaku Mark!”sahut Mark membalas jabat tangan Tara.

“Hei jangan lama-lama bersalamannya.”desis Henry.

Catz menoleh ke arah kakaknya. Menatap dengan mata melebar. Lalu ia tertawa keras. “Cemburu nih yeee….”godanya.

Mark menyadari sorot mata yang tajam dari Henry. Ia langsung melepaskan tangan Tara. “Tidak perlu takut kok, kak. Aku orangnya setia dengan Catz.”

Wajah Catz merona mendengar ucapan pria itu. Dan tentu saja responnya tidak luput dari mata Henry serta Tara. Membuat dirinya kembali menjadi bahan ledekan.

“Kita berangkat sekarang?”ajak Mark.

“Boleh! Tunggu ya aku ambil tas dulu!”sahut Catz menarik napas lega. Setidaknya ia bisa terbebas dari gangguan kakaknya. Gadis itu masuk ke dalam untuk mengambil tas.

“Jangan pulang malam-malam ya.”titah Henry.

“Siap kak!”

“Jaga adik gue.”

Mark mengangguk. “Pasti aku jaga!”

“Kamu sudah seperti papanya saja.”ujar Tara terkekeh.

“Yah wajar dunk. Dia kan adikku. Apalagi Catz sudah lama tidak pacaran sejak dulu…”

Mark menangkap nada suara muram yang keluar dari mulut Henry. Ia menyadari ada sesuatu tapi memilih untuk diam. “Kakak tenang saja. Aku akan menjaganya.”

Henry menyeringai. Ia menepuk keras pundak Mark. “Gue percaya sama lo. Jangan membuat Catz kecewa dan terluka. Atau lo akan berhadapan sama gue!”

“Henry.”tegur Tara.

“Hei ada apa? Kalian bicara apa?”tanya Catz yang sudah kembali dari dalam dengan tas dan mengganti sandal.

“Tidak apa.”

“Kalian tidak membicarakan yang aneh-aneh tentangku kan?!”tanya Catz yang sudah siap pergi berdiri di dekat mereka.

Henry berdecak kesal. Ia menoyor dahi Catz. “Sudah sana pergi, dasar bawel!”

“Aduh….apaan sih, kak!”seru Catz mengusap dahinya. “Ya sudah, pergi dulu ya! Bye!”

“Aku jalan dulu, kak!”pamit Mark pada Henry dan Tara.

“Hati-hati. Titip Catz ya.”ujar Tara sambil ikut mengantar sampai depan dan melambaikan tangan.

Catz membalas dan masuk ke dalam mobil. Tidak menunggu waktu lama, mobil pun melaju pergi. Ia baru sadar hari ini pertama kalinya akan bertemu dengan keluarga Mark selain mamanya. Mendadak ia merasa gugup. Catz tahu hari ini hanya acara berkumpul keluarga inti. Tapi tetap saja pasti akan ada saudara sepupunya yang datang bukan?!

“Gugup ya?!”

Catz menoleh. “Tahu saja!”sahutnya tertawa pelan.

“Tidak usah gugup. Kan sudah bertemu dengan mamaku.”

“Iya tapi tidak dengan papa dan adikmu. Aku baru bertemu sekarang kan.”

“Mereka baik kok.”tukas Mark.

“Tetap saja aku gugup.”ujar Catz terkekeh. “Aku pasang radio ya.”

“Boleh. Biar gugupnya hilang. Tapi percaya deh, tidak usah gugup. Papaku tidak galak kok.”

“Kita bicara yang lain saja yuk. Biar aku tidak semakin gugup.”tukas Catz.

Mark terkekeh pelan. Ia pun mencoba mengalihkan topik pembicaraan agar Catz tidak terus mengingat pertemuan keluarga nanti dan semakin gugup. Jalanan di hari Sabtu ini tidak terlalu ramai sehingga mobil mereka tiba di rumah Mark dengan cepat.

Catz menatap bangunan berwarna putih yang ada di hadapannya. Rumahnya cukup besar dengan taman luas di bagian depan. Ia bisa mendengar suara orang berbicara dari dalam rumah.

“Yuk masuk!”ajak Mark.

“Oke!”sahut Catz sedikit tegang.

Mark tersenyum. “Tenang saja!”tukasnya sambil meraih dan menggandeng tangan Catz.

Catz terkejut karena Mark menggandeng tangannya. Tangan Mark yang besar dan hangat terasa begitu pas di tangannya. Bagaimana gue bisa tenang kalau lo pegang tangan gue begini, batinnya, apa lo tidak tahu dada gue berdebar begitu kencang sekarang?!

Catz tersenyum kecil. Ia pun berjalan di samping Mark. Kini debaran jantungnya bukan hanya karena gugup bertemu dengan papa dan adiknya, tapi juga karena genggaman tangan Mark.

“Kakakku sudah datang bersama pacarnya!!”seru seorang pria muda yang melihat ke arah pintu masuk rumah. Catz dan Mark terkejut mendengar suara kerasnya.

“Collin!”tegur Mark.

Pria yang di panggil Collin menyeringai lebar. “Maaf deh kak.”

“Eh kamu sudah datang ya, Catz!”sambut Marie muncul dari bagian dalam rumah.

“Halo tante!”sapa Catz tersenyum.

“Ayo duduk dulu!”Ajak Marie.

“Iya, tante!”sahut Catz mengikuti langkah mama Mark mendekati sofa dan duduk.

Marie duduk di seberang. Sementara itu Collin ikut membuntuti dan duduk di samping mamanya. Menatap Catz dengan mata penuh penasaran. Mulutnya masih tersenyum lebar.

“Kenalkan dunk, kak!”

Mark menghela napas. “Catz, ini adikku, Collin. Coll, ini Catz.”

“Siapanya kakak?!”tanya Collin nyengir sambil menaikkan alis dengan jahil.

“Pacarku.”

Collin terkekeh. “Akhirnya kakak gue laku juga!”

“Collin!”gumam Marie menepuk tangan anaknya. Ia menatap Catz dan tersenyum. “Maafkan anakku ya. Dia memang suka iseng.”

Catz tertawa kecil. “Tidak apa, tante. Aku juga suka begitu dengan kakakku.”

“Ah Henry ya. Sayang sekali yang lain tidak bisa hadir ya.”

“Iya tante. Mereka sedang ada keperluan lain.”

“Wah ada siapa ini?!”

Mereka yang duduk di sofa menoleh ke arah pemilik suara tadi yang baru saja muncul. Catz melihat seorang pria muda dan pria paruh baya melangkah mendekat. Ia menduga mereka pasti papa dan adik Mark.

“Ah kalian sudah di sini, ayo sekalian kenalan sama Catz.”ujar Marie beranjak bangun.

“Hmmm siapa ini?!”tanya pria paruh baya memandangi Catz dengan sorot mata penuh ingin tahu.

Catz berdiri dan mengangguk tersenyum. Mendekat sambil mengulurkan tangan. “Selamat malam, om. Saya Catrina.”

“Halo. Saya papa Mark.”sahut Kevin sambil tersenyum lebar. Ia melirik putranya dan mengangkat alisnya. “Pacarmu nih?!”

“Iya, pa.”sahut Mark.

“Nah kalau ini adik Mark. Anak ke dua tante yang hari ini merayakan ulang tahun. Namanya Barry. Barry, ini Catz, pacar kakakmu.”

“Hai…”sapa Catz.

“Hai juga!”ucap Barry membalas jabat tangan Catz. Ia memandangi Catz dengan kening sedikit berkerut. Ia menoleh menatap Mark lalu kembali kepada gadis itu.

“Hei jangan lama-lama jabat tangannya! Dia sudah ada yang punya loh!”

Barry tersadar dan menunduk ke bawah. Ternyata dari tadi tangannya masih dalam posisi bersalaman dengan Catz. “Oh iya….maaf….”gumamnya langsung melepaskan tangannya.

“Tidak apa.”sahut Catz. “Btw selamat ulang tahun ya.”

“Terima kasih. Terima kasih juga atas hadiahnya.”

“Sama-sama.”sahut Catz.

“Kapan kita mulai BBQ?!”tanya Collin semangat.

Marie melihat ke arah jam di dinding. “Ah iya, kalau begitu kita mulai bersiap saja sekarang!”

“Aku bantu ya, tante!”ujar Catz.

“Jangan. Kamu kan tamu di sini. Biar kami saja.”

“Tidak apa, tante. Saya tidak bisa kalau hanya duduk diam saja. Tidak merepotkan kok, tante.”

Marie tersenyum. “Ya sudah. Mari ikut tante ke dapur. Tolong kalian siapkan alatnya di belakang ya!”

“Siap, ma!”

Catz berdiri. Melihat Mark tersenyum mengangguk padanya. Lalu ia mengikuti Marie ke arah dapur. Dapur keluarga Mark hampir mirip dengan di rumahnya. Hanya saja areanya lebih luas. Ia melihat Marie membuka kulkas dan mengeluarkan sebuah wadah dari dalamnya.

“Apa kamu mau bantu menusuk daging ini ke tusuk sate?”tanya Marie menaruh wadah di meja.

Catz mendekat. “Boleh, tante. Saya bisa membantu apa saja kok.”sahutnya tersenyum.

“Jadi merepotkan kamu nih. Harusnya kan kamu duduk bersama Mark.”kata Marie mengambil kotak plastik berisi tusuk sate dari laci dapur dan menaruh di meja.

“Tidak apa-apa kok, tante. Masih banyak waktu untuk berbincang bersama Mark.”tukas Catz.

Marie tersenyum padanya. “Tante senang melihat Mark mengajakmu kemari. Ia jarang mengajak teman-temannya main ke rumah. Dan kamu adalah wanita pertama yang ia ajak main ke rumah tante.”

Catz nyaris tersedak oleh air liurnya sendiri. Ditatapnya wajah Marie dengan tidak percaya. Untung saja ia belum memulai menusuk daging. Kalau iya, mungkin jarinya yang tertusuk karena kaget.

“Saat tante memintanya untuk mengajakmu kemari, Mark langsung menyanggupinya.”ujar Marie tersenyum.

Catz hanya bisa tersenyum dengan gugup. Ia tidak bisa menahan pipinya yang memerah. Desir bahagia hinggap di dadanya.

“Tante juga senang melihat kalian mau mencoba saling mengenal. Semoga saja kalian cocok dan tante bisa menjalin hubungan keluarga dengan mamamu.”

“Amin, tante.”sahut Catz tersenyum lebar. Ia mulai mengambil sepotong daging dan menusuknya.

“Kamu suka kan sama Mark?”tanya Marie.

“Ng…iya…”

Marie tertawa pelan. “Selama ini Mark baik denganmu?”

“Baik kok, tante. Hubungan kami juga baik-baik saja. Kami memang masih saling mengenal.”

“Iya tidak apa. Kalian kan baru kenalan.”sahut Marie. “Sejak dulu, tante suka khawatir dengan Mark. Ia jarang punya teman. Lebih banyak main sendiri dan di rumah. Mark juga anaknya pendiam. Beda dengan Collin yang lebih ceria.”

Catz mendongak menatap Marie. Ia baru mengetahui informasi tersebut.

“Makanya tante bersyukur sekali Mark mau mencoba perjodohan ini. Biasanya dia selalu tidak mau tante kenalkan dengan anak teman tante. Ah tante mau bikin salad dulu ya.”

“Iya tidak apa, tan. Daging ini biar saya saja.”

Marie tersenyum. Wanita itu membuka kulkas dan mengeluarkan bahan-bahan salad. Lalu ia membuka laci dan mengambil sebuah mangkuk besar. “Mamamu masih arisan pas kamu pergi?”

“Iya, tan. Mama kalau sudah arisan bisa betah seharian.”sahut Catz terkekeh.

Marie tertawa. “Iya dari dulu Rose suka sekali kumpul dan mengobrol bersama teman-temannya. Tante bisa berubah menjadi bawel pun karena mamamu.”

Catz menatapnya lalu kembali menunduk saat menusuk daging. “Oh begitu ya…”

“Iya. Tante dulu pendiam. Sama seperti Mark. Mungkin Mark mewarisi sikap tante.”

Catz tersenyum padanya. Tidak apa pendiam, yang penting ganteng dan setia, bisiknya dalam hati. Membuat ia kembali tersenyum lebar.

“Siapa tahu kamu bisa membantunya berubah.”

“Siapa yang berubah?”Tanya Mark yang mendadak masuk ke area dapur. Ia melihat Catz yang sedang membantu menusuk daging dan tersenyum padanya.

“Kamu sudah beres di belakang?”

“Sudah ma.”sahut Mark mendekati Marie. “Wah mama membuat salad. Apa ada puding juga?!”

“Ada di kulkas. Tolong keluarkan ya!”pinta Marie.

Mark mengangguk. Ia langsung melakukan permintaan ibunya. Mengeluarkan sebuah wadah besar berisi puding coklat dan membawa ke arah meja di mana Catz sedang menusuk daging dan Marie membuat salad.

“Puding adalah makanan kesukaan Mark loh.”kata Marie.

“Oh ya?!”sahut Catz mendongak menatap Mark. Ia jadi teringat saat pergi ke pesta pernikahan teman Mark dan mengambil menu puding. “Tapi kok kamu tidak makan puding pas pesta kemarin?!”

Mark menatap Catz. Sejenak Catz merasa sorot mata pria itu berubah menjadi dingin. Tapi hanya sebentar. “Oh itu, karena kamu suka, jadi buat kamu saja.”

“Tapi kan kamu juga suka. Bisa ambil lagi kalau mau.”

“Tidak apa. Aku masih bisa makan puding kok di luar pesta itu. Yang penting kamu senang.”

“Cie kakak gue sekarang romantis sekali!”kata Collin yang mendadak muncul. Pemuda itu melangkah menuju meja dan menyeringai jahil. “Dulu kakakku ini lempeng banget loh. Tidak ada emosinya. Sudah kaya robot!”jelasnya padq Catz.

Catz tidak bisa menahan tawanya. Ia terkekeh pelan. Apalagi melihat Mark yang tampak salah tingkah karena adiknya sudah bocor. Baru kali ini ia melihat wajah Mark merona malu dan hal itu membuatnya gemas.

“Sembarangan lo!”sahut Mark.

“Ternyata cinta bisa mengubah kakak gue!”goda Collin sambil terbahak.

“Masih tidak berhenti, gue larang lo main PS nih!”

“Dih mainnya ancam sekarang.”

“Sudah sudah…. Kalian ini. Masa berantem di depan tamu!”tegus Marie.

“Mama, Catz kan bukan tamu. Calon kakak iparku loh!”

“Hei panggil Catz dengan kakak. Jangan langsung nama ah, tidak sopan.”

“Eh iya maaf ya kak, aku kelepasan!”kata Collin.

“Tidak apa kok, Collin!”sahut Catz tersenyum.

“Sini, biar aku bantu tusuk dagingnya biar cepat mulai. Aku sudah mulai lapar!”ucap Collin.

“Duh ini anak ya.”keluh Marie mengelengkan kepala sambil tertawa kecil.

Karena banyak yang membantu, persiapan bahan BBQ pun sudah selesai dalam waktu cepat. Collin dan Mark membawa mangkuk salad dan wadah berisi daging ke taman belakang. Sementara Marie dan Catz membawakan peralatan makan.

Catz melihat terdapat taman di bagian belakang rumah Mark. Tamannya tidak luas seperti kebun depan tapi cukup nyaman. Di area tersebut di taruh pot berisi bunga dan di sudut ada kursi ayunan. Ia menduga keluarga Mark sering makan di taman kecil ini karena ada meja makan dengan kursinya. Dan kini, terdapat alat BBQ di meja samping meja makan.

Catz membantu menata piring dan alat makan sementara para pria mulai membakar daging. Suara desis daging yang terbakar pun mulai terdengar di area taman. Tak lama aroma lezat daging pun tercium. Membuat siapapun yang menciumnya pasti akan ngiler. Collin yang memang sudah lapar meraih satu tusuk daging dan memakannya. Menyebabkan banyak orang protes dengan ulahnya karena ia terus mengambil dan makan.

“Hei jangan di makan terus dunk tiap gue beres bakar!”seru Barry kesal melihat Collin mengambil tusuk ke empat.

“Gwue lapharrr….”gumam Collin.

“Collin, jangan bicara saat makan.”tukas Kevin. “Habis ini, jangan ambil lagi ya. Tunggu semua beres dan kita makan sama-sama.”

Collin hanya membalas dengan mengangguk dan menyeringai.

“Catz!”panggil Mark. “Tolong bawa daging yang sudah matang ini ya! Biar tidak dihabiskan oleh Collin nih!”

Catz terkekeh. Ia berdiri dari bangku dan mendekat. “Baiklah.”sahutnya yang berdiri di sisi Collin. Ia melirik pemuda itu. Sedetik kemudian ia tertawa karena melihat mulut Collin yang belepotan saos BBQ. Saat duduk tadi, memang Collin berdiri membelakanginya.

“Kenapa?!”tanya Mark heran.

“Yah kakak lihat saja!”sahut Barry menunjuk ke arah mulut Collin.

Mark mengikuti petunjuk Barry. Ia mendengus lalu ikut tertawa. “Lo makan sudah kaya anak TK!”gelaknya. Papa Mark pun ikut tertawa.

“Bersihkan mulutmu nih.”kata Barry geleng-geleng kepala sambil mengulurkan sehelai tisu pada Collin.

“Maaf ya adikku memang begini.”ujar Mark meringis kepada Catz.

“Tidak apa.”sahut Catz masih terkekeh. “Aku bawa ini dulu ya!”

“Oke.”sahut Mark.

“Gue mau ambil minuman cola yang gue beli kemarin ya!”kata Collin. Sambil menyeringai ia hendak mengambil satu buah tusuk sate lagi tapi Barry menepuk tangannya.

“Hei sudah sih. Jangan di makan terus!”tukas Barry kesal karena Collin terus mengambil makanan.

Collin terkekeh lalu berjalan masuk ke dalam.

“Dasar Collin.”gumam Mark.

“Kakak ke sana saja temani pacarmu.”

“Tidak apa. Gue bantu sedikit lagi. Toh ada mama dan papa yang menemani Catz.”ujar Mark seraya membalikkan daging.

“Apa kakak memang sudah menerima perjodohan ini?”

Mark menoleh menatap adiknya. Lalu ia kembali menunduk fokus pada dagingnya. “Gue memang baru mengenalnya. Tapi kan tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu saja kita cocok.”

“Mama senang banget dengan pacarmu ya.”

Mark melihat ke arah Catz yang sedang berbincang bersama orang tuanya sambil sesekali tertawa. Collin pun ikut bergabung duduk bersama setelah mengambilkan minuman dari dalam rumah. “Ya. Lo kan tahu sendiri mama memang pengen punya anak cewek.”

“Dan ini kali pertama lo bawa cewek ke rumah ya. So pasti mama bahagia banget.”

“Harusnya lo juga bawa cewek lo ke rumah.”

Barry mendengus. “Gue kan baru pendekatan. Dia mau sama gue saja masih tidak jelas.”kekehnya. “Semoga kakak cocok dengan Catz ya. Awet sama dia juga.”

Mark menatap adiknya yang membalas tatapannya dengan sorot mata aneh. Ia baru hendak membuka mulut ketika Kevin menginterupsi percakapan mereka.

“Hei Mark, Barry! Apa kalian masih lama?! Papa sudah lapar nih. Apalagi ada Catz loh.”

“Iya pa, tunggu sebentar.”sahut Barry mengangkat daging hasil panggangannya yang sudah matang. Menaruh di atas piring. Mark juga sudah selesai dengan tugas memanggang dagingnya. Ia menaruh dan membawa dua buah piring ke meja makan.

“Wah mantap nih!!”seru Collin menepuk tangannya dengan puas dan tidak sabar.

Marie mengambil beberapa tusuk daging dan menaruh di atas piring Catz. “Ayo, Catz, makan yang banyak ya! Biar kamu gemuk.”

“Terima kasih, tante. Sebenarnya ini kebanyakan.”sahut Catz meringis malu.

“Ah kamu kan suka makan. Jangan malu.”ujar Mark tersenyum jahil.

Catz mendelikkan mata padanya. Memberi tatapan jangan membocorkan rahasia dunk, masa baru pertama kali bertemu orang tua pacarnya sudah tahu kalau ia tukang makan, kan malu.

“Wah berarti kakak sama denganku. Aku juga tukang makan loh, kak!”kata Collin menyeringai.

Catz terkekeh dengan salah tingkah. “Kalau begitu aku ada teman makan ya.”

“Kapan-kapan aku ajak wisata kuliner ya kak!”ucap Collin semangat.

“Boleh.”

“Ayo kita mulai makan!”ajak Marie. “Mark, ambilkan salad juga untuk Catz!”sambungnya saat melihat putranya mengambil salad.

“Siap, ma!”

“Aku ambil sendiri saja.”ujar Catz merasa tidak enak karena mereka mengambilkan makanan untuknya terus.

Mark meringis. Ia menoleh seraya menyodorkan mangkuk berisi salad pada Catz. “Kenapa? Takut di kasih banyak ya?!”

“Tahu saja!”sahut Catz tertawa.

“Ambil saja, tidak usah malu. Biar kamu kenyang.”kata Marie.

“Secukupnya saja, tante. Kan saya masih mau makan yang lain, nanti keburu kenyang.”ujar Catz tertawa pelan yang diikuti juga oleh keluarga Mark.

Dalam waktu singkat Catz menjadi akrab dan dekat dengan keluarga kekasihnya. Mereka makan sambil berbincang. Ketika hari mulai gelap, lampu taman dihidupkan. Membuat taman itu terlihat lebih indah dan hangat. Setelah selesai makan, Catz memilih bersantai duduk di kursi ayunan. Ia mengayun pelan sambil menatap lampu gantung kecil yang terpasang di atas taman. Catz menoleh ketika Mark duduk di sampingnya. Mark mendorong keras ayunan dengan kakinya membuat ayunan semakin cepat bergerak dan Catz tertawa.

“Sudah tidak gugup?”tanya Mark.

“Tidak.”sahut Catz tersenyum. “Aku baru tahu kalau kamu suka puding loh. Sepertinya banyak yang belum aku tahu mengenai dirimu.”

“Aku juga sama. Bagaimana jika kita bermain tanya jawab?”usul Mark.

“Boleh juga.”

“Apa ada makanan yang tidak kamu sukai?”tanya Mark.

“Ya. Aku tidak suka sushi.”

“Kukira kamu penyuka segala jenis makanan.”kata Mark.

Catz terkekeh. “Kalau kamu bagaimana?”

“Sebenarnya sama, aku juga tidak terlalu suka sushi.”

“Oh ya?!”sahut Catz menoleh menatapnya tak percaya. “Wah kebetulan sekali?! Sepertinya kita berjodoh nih!”sambungnya tertawa.

Mark ikut tersenyum. “Apa yang tidak kamu sukai dari dirimu?”

“Hm…apa ya?!”gumam Catz sambil berpikir. “Mungkin hidungku yang kurang mancung. Mataku juga terlalu sipit…”

“Hei kenapa sama lagi?! Aku juga membenci hidungku! Bedanya aku tidak suka hidungku karena terlalu mancung!”

Catz tertawa. “Ah masa sih?!”sahutnya. Ia melirik Mark yang masih memandangi ke arah depan. Padahal ia sangat menyukai hidung Mark yang mancung. Membuatnya terlihat tampan. Dan ia tidak menyangka kalau Mark sangat membenci hidungnya.

“Sepertinya kita memang berjodoh lagi.”ujar Mark menoleh menatap Catz.

Catz membalas tatapan Mark. Memandangi manik biru indah itu. Wajah mereka begitu dekat hingga Catz bisa menghirup aroma maskulin dari badan Mark. Ia merasa jantungnya seperti berdetak lebih cepat. Begitu kencang hingga rasanya seperti akan melompat keluar dari dalam dadanya.

“Mark, kamu tidak mau mengantar Catz pulang? Sekarang sudah malam loh!”tukas Marie.

Perkataan ibu Mark menyadarkan ke dua orang itu. Catz langsung membuang muka dengan wajah memerah. Ia mencoba menarik napas untuk menenangkan debaran di dada.

“Ah mama benar! Aku antar kamu pulang ya.”ucap Mark sambil berdiri.

“Oh boleh…”sahut Catz ikut berdiri dan mendekati meja bersama Mark. “Tapi aku bantu mamamu dulu ya.”

“Tidak usah! Ada Barry dan Collin!”

“Iya benar. Kamu pulang dulu saja.”kata Marie.

“Tapi….”

“Tidak usah membantah. Kami sudah senang hari ini kamu mau datang dan ikut merayakan pesta.”kata Kevin.

“Saya juga mau mengucapkan terima kasih atas hari ini, om, tante…”

“Sudah, kamu pulang dulu saja. Kapan-kapan main lagi ya, nak.”kata Marie memeluk dan mengecup pipi Catz.

Catz terkejut namun ia tetap membalas pelukan mama Mark. Ia tersenyum dan pamit. “Terima kasih, tante, om. Saya pamit pulang dulu ya!”

“Iya. Sampai jumpa lagi. Mark, hati-hati menyetirnya ya!”pinta Marie.

“Iya, ma.”

Catz dan Mark melangkah masuk. Ia melihat Barry sedang menuang minuman ke gelas dari kulkas. Sementara Collin duduk makan puding di meja makan. Mereka mendongak ketika mendengar kakaknya masuk.

“Barry, aku pulang dulu ya. Sekali lagi, terima kasih atas undanganmu hari ini.”pamit Catz.

Barry tersenyum kecil. “Sama-sama. Terima kasih juga sudah datang. Juga untuk hadiahmu.”sahutnya mengangguk.

“Jangan lupa, kak, kapan-kapan kita wisata kuliner sama-sama!”kata Collin.

Catz tertawa. “Baiklah!”









Bersambung....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top