12

“Kok beberapa hari ini kamu pergi sama Ruby lagi? Memang Mark ke mana?”tanya Rose saat sarapan.

Catz berhenti mengunyah. Ia menatap mamanya. Papa dan Henry pun ikut memandangi dirinya. Ia merasa gugup. Diletakkannya sendok sambil berdehem. Memikirkan jawaban apa yang harus ia katakan. Catz tidak mungkin mengatakan status Mark. Bisa terjadi perang dunia, batinnya.

“Wah jangan-jangan lagi bertengkar nih!”

“Ish sok tahu!”sahut Catz melotot pada Henry.

“Kalau tidak bertengkar, kenapa tidak pergi bareng?”

“Mark lagi ada banyak kerjaan.”ucap Catz asal.

“Oh…begitu. Kayanya Mark sering kerja keras ya. Kasihan loh. Kalau hari ini kamu bertemu dengannya, mama bisa menitipkan makanan ini.”

“Hari ini Catz tidak bertemu dengannya lagi, ma.”

“Iya tidak apa. Padahal kan dia sangat menyukai nasi goreng bikinan mama.”

Catz tersenyum kecil. Hatinya terasa perih. Ia tahu mama sangat menyukai Mark. Tidak bisa dibayangkan bagaimana reaksi mamanya jika tahu kalau Mark adalah seorang gay. Mengingat fakta itu membuat dadanya sesak.

“Ma, aku nambah telur ceplok lagi ya!”ujar Catz mengambil telur mata sapi lagi tanpa menunggu jawaban Rose.

“Aduh ini anak…”gumam Rose menggelengkan kepala melihat Catz makan dengan lahap. “Kamu sudah makan banyak loh.”

“Makannya pelan-pelan, sayang.”ujar Jack dengan nada lembut menatap putrinya.

Catz melirik papanya. “Iya, pa.”sahutnya meringis. Ia kembali menunduk dan fokus dengan sarapannya. Entah kenapa sorot mata papanya membuatnya gugup. Seakan papanya menyadari sesuatu. Setidaknya ia masih bisa bernapas lega karena keluarganya belum mengetahui masalahnya.


———


“Masih belum ada kabar dari Mark?”tanya Ruby ketika mereka sudah sampai di area parkir motor gedung kantor tempatnya bekerja.

“Belum.”

“Ow….”sahut Ruby melepaskan helm dan menaruhnya.

“Bagaimana nasib gue ya….masa iya gue mesti relakan dia lagi….”gumam Catz menyodorkan helm pada temannya.

Ruby menepuk bahu Catz sambil menghibur, “Jangan patah semangat dulu! Kan belum tahu keputusan Mark!”

Catz menarik napas. Ke dua orang wanita muda itu berjalan keluar area parkir dan menuju lobby gedung kantor. Sepanjang jalan ramai dengan para karyawan yang juga baru sampai seperti mereka.

“Nanti lembur?”tanya Catz pada Ruby ketika menunggu lift terbuka.

“Kayanya tidak. Kenapa? Mau ajak makan bakso ya?!”tebak Ruby sambil menyeringai.

Catz terbahak. “Tahu saja lo!”

Lift terbuka dan mereka berebutan masuk bersama para karyawan lainnya. Dalam waktu singkat lift pun penuh dan tertutup.

“Jadi bagaimana?”tanya Catz yang berdiri rapat dengan Ruby.

“Boleh! Nanti kabari saja ya!”

“Siap!”sahut Catz.

Catz pamit keluar duluan pada Ruby. Ia pun langsung menuju kantornya. Menyapa Ella dan langsung menuju ruangan divisinya. Ia ingin segera menyelesaikan pekerjaan hari ini agar tidak lembur.

“Selamat pagi!”sapa Catz.

“Pagi, Catz. Sudah tidak galau nih kayanya.”sahut Desi tersenyum padanya.

Catz terkekeh. “Yah masa galau tiap hari ya.”

“Iya jangan dunk. Kasihan kita-kita kalau dijudesin terus sama lo.”goda Desi.

“Selamat pagi!”

“Pagi, Wan!”sahut Cat dan Desi bersamaan yang membuat mereka kembali tertawa.

“Wah pada ceria nih!”ucap Iwan. “Pas dunk waktunya nih.”

“Pas untuk apa?!”tanya Catz penasaran sambil memasukkan tas ke laci dan menyalakan komputer. Ia melirik ponselnya. Tidak ada notifikasi apapun. Tidak ada pesan dari orang yang sebenarnya selalu ia nanti dan rindukan. Ia mendesah.

Catz melihat Iwan cengegesan. “Lo kenapa pagi-pagi sudah aneh begitu sih? Senyumnya lebar begitu?!”

Iwan mendekatinya dengan membawa paper bag. Ia memasukkan tangan ke dalam paper bag itu dan mengeluarkan sesuatu. “Nih buat lo!”

Catz melihat benda di tangan Iwan. Sebuah kartu berwarna biru lembut dengan plastik dan label tertulis namanya. Ia tahu benda apa itu. Menatap Iwan dan kartu itu bergantian dengan mata membola.

“Cepatan ambil sih! Tangan gue pegal!”

“Lo mau kawin?!!!!”seru Catz kaget.

“Hush jangan keras-keras! Gue mau menikah, bukan kawin, lo kira gue kucing?!!”

“Heh apa Catz bilang?!”seru Desi penasaran.

“Ada apa nih? Gue denger Catz teriak Iwan mau kawin?!”ujar Jessi yang baru saja datang bersama dengan Tika.

Catz mengambil dan melambaikan kartu undangan itu. “Nih lihat! Pagi-pagi dia kasih undangan ke gue!!”

“Hei benar mau kawin toh?!”sahut Tika girang.

“Menikah, teman-temanku, gue mau menikah!!”ralat Iwan gemas.

Catz tertawa. “Wah selamat ya!!”

“Punya gue mana?”tagih Jessi.

Iwan berdecak. “Sabar sih. Nih buat lo!”katanya mengulurkan undangan pada Jessi dan Tika. Lalu ia juga memberikan pada Desi. “Datang ya, bu!”

“Pasti dunk!”

Ke empat orang wanita muda itu pun sibuk membuka undangan dan membacanya.

“Boleh pergi sama pasangan dunk?!”tanya Jessi.

“Boleh dunk, pergi sama sekeluarga juga boleh, asal jangan sekampung!”gurau Iwan.

“Wah kita bisa sekalian kencan berempat dunk ya! Sekalian foto buat kenangan loh! Semuanya berpasangan!”kata Tika semangat.

“Ide bagus tuh!”sahut Jessi.

Catz mendengar dengan lesu. Pasangan?tanyanya dalam hati. Ia tidak yakin apakah bisa mengajak Mark pergi ke pesta pernikahan Iwan. Kekasihnya itu masih belum memberi kabar padanya. Masih belum menghubunginya. Kita sudah seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar, pikirnya.

“Gue mau bikin teh dulu ya!”kata Catz memilih menghindar dari topik teman-temannya yang kini sedang membahas para pasangan masing-masing. “Bu Desi mau?”

“Mau dunk! Thanks ya, Catz!”

“Siap!”sahut Catz langsung melangkah keluar menuju pantry.

“Eh ada si Catz!”

“Halo Sel!”sapa Catz tersenyum ketika bertemu dengan Selvi di pantry. “Pagi-pagi sudah kopi nih!”

“Biar mata gue terbuka lebar sampai siang.”sahut Selvi nyengir. “Hari ini gue bakalan hectic banget, jadi butuh kafein! Gue duluan ya!”

“Oke, semangat ya!”kata Catz terkekeh. Ia mulai membuat minuman untuk dirinya dan Desi.

Catz membawa dua buah gelas dan kembali ke ruangannya. Untungnya saat ini mereka sudah tidak membahas topik tadi. Semua sudah mulai sibuk menyalakan komputer dan bekerja. Ia menaruh gelas di meja atasannya. Kembali duduk di bangkunya. Menyesap minumannya lalu mulai fokus bekerja.


———


Catz meregangkan badannya dan melihat jam di dinding. Sebentar lagi waktunya pulang, katanya dalam hati dengan girang, sebentar lagi gue bisa makan bakso. Ia menarik napas puas karena sore ini tidak perlu lembur. Laporan yang di minta sudah beres dan sudah di kirim melalui email.

Kepalanya melongok dari balik layar. Melihat teman satu timnya. Iwan terlihat sudah mulai santai untuk bersiap pulang. Jessi masih sibuk memainkan jari di atas keyboard komputer. Sementara Tika sedang merapikan kertas laporan menjadi satu tumpukan rapi.

“Bentar lagi pulang oi!”seru Iwan.

“Cie yang sudah mau kawin mah beda ya….”

“Eh gue pulang juga tidak bisa santai ya. Masih harus urus ini itu!”protes Iwan.

“Tidak apa. Nanti kalau sudah sah, bisa santai di rumah duaan!”sahut Jessi.

“Ribet ya urus persiapan begitu?”tanya Tika.

“Beuh bukan ribet lagi. Makanya kalian jangan lama-lama pacaran. Biar bisa merasakan keribetan kaya gue sekarang!”

“Iya doakan saja gue bisa menyusul lo. Nanti gue jadi bisa nanya-nanya sama lo ya.”ujar Tika.

“Siap, neng! Gue duluan ya!”kata Iwan sambil menyandang ransel di punggung. “Bye semuanya! Sampai besok!”

Ke empat orang wanita itu membalas secara bersamaan. Membuat ruangan terdengar riuh karena mereka tertawa.

“Gue juga duluan ya.”kata Catz berdiri dan mengambil tas.

“Oke, sampai besok!”

Catz mengangguk. Ia berjalan keluar. Bertemu dengan teman dari divisi lain yang hendak pulang juga. Berbincang dengan mereka sambil berjalan keluar kantor dan menunggu lift.

Di lantai bawah ia mengambil Ponsel. Hendak memberi kabar pada Ruby bahwa ia sudah menunggu di bawah. Sesuai janjinya tadi, Ruby juga tidak ingin lembur. Temannya hendak pulang tepat waktu dan makan bakso bersamanya.

Catz membuka aplikasi WhatsApp dan mencari kontak Ruby ketika mendengar suara yang familiar di telinganya.

“Catz.”

Jari Catz terhenti di atas layar ponsel. Ia merasa jantungnya berhenti berdetak. Suara itu, batinnya, apa gue salah dengar ya saking rindunya sama dia?!

“Catz!”

Suaranya kembali terdengar. Catz mendongak. Bertatapan langsung dengan manik biru indah yang selalu membuat dirinya terpesona. Mark. Pria itu berdiri di hadapannya. Seperti biasa selalu tampil sempurna. Ada sedikit kelelahan menghiasi wajah tampan Mark. Bayangan gelap tampak membayang di bawah matanya. Dagunya yang biasanya bersih kini dihiasi janggut kecil. Membuatnya makin terlihat gagah dan tampan.

Catz menahan rasa sesak. Ia sadar begitu merindukan kekasihnya. Kalau saja hubungan mereka sedang tidak bermasalah, mungkin Catz sudah menyambutnya dengan bahagia. Bahkan ia menahan keinginan untuk memeluk.

Mark berjalan mendekat. Ia tampak gugup. “Hai…”

“Hai juga.”sahut Catz yang masih kaget dengan kehadiran Mark.

“Sudah pulang kerja ya?!”tanya Mark yang langsung menyesal karena menanyakan hal seperti itu. Sudah jelas sekarang jam pulang kerja dan Catz berada di lobby siap untuk pulang.

“Iya. Aku tidak lembur hari ini.”

Mark mengangguk. “Aku antar pulang ya. Sekalian ada yang ingin aku bicarakan.”

“Oh…”gumam Catz. Ia tahu apa yang hendak dibicarakan. Pasti Mark sudah mengambil keputusan mengenai hubungan mereka. “Beri aku waktu sebentar ya. Aku harus mengirim pesan pada Ruby dulu karena tidak jadi pulang dengannya.”

“Oke.”

Catz menunduk. Mencari nama Ruby dan mengetik pesan untuknya. Lalu ia mengunci dan memasukkan ponsel ke dalam tas. “Sudah beres!”ujarnya menatap Mark.

“Oke.”sahut Mark membalikkan badan dan melangkah menuju parkiran mobil.

Catz menyusul berjalan di sisinya. Ia merasa tegang. Dadanya berdebar lebih kencang dari biasanya. Ia tidak tahu apa keputusan Mark. Tapi jujur ia merasa pria itu akan lebih memilih kekasih sesama jenisnya. Jika memang begitu, Catz harus rela melepaskan Mark.

Apakah ia mampu merelakan Mark? Apa ia bisa melupakan pria yang sudah mengisi hatinya selama ini? Apa ia sanggup menata hatinya lagi setelah kembali hancur berkeping-keping? Rasa pedih itu membuatnya sesak. Rasanya ia sudah ingin menangis.

“Apa kabar denganmu?”

“Huh?!”gumam Catz kaget. Menoleh ke arah Mark yang sedang mengemudikan mobil. Sejak di lobby, mereka hanya diam hingga masuk mobil. “Aku…baik…”

“Selama ini kamu pulang pergi dengan Ruby lagi?”

“Ya.”sahut Catz.

“Kita bicara di apartemenku saja ya.”

“Oke.”


———


“Kamu mau makan apa?”

“Tidak usah.”sahut Catz sambil duduk di sofa apartemen Mark.

“Yakin?!”

“Ya.”

Mark menarik napas. Ia duduk agak jauh dari Catz. Menatap ke depan. Ke arah jendela yang memperlihatkan pemandangan kota di malam hari.

“Kalau begitu lebih baik aku langsung bicara saja ya.”

“Y….ya….”sahut Catz.

“Aku sudah berpikir selama dua hari ini. Aku tahu sudah salah karena membohongi banyak orang. Tapi aku juga tidak siap jika orang tahu jati diriku yang sebenarnya. Kamu pasti tahu bagaimana tanggapan orang mengenai kelainanku ini.”ujar Mark.

“Kamu sama sekali tidak memiliki kelainan!”protes Catz refleks.

Mark tersenyum kecil. “Terima kasih. Mengenai hubungan kita….”

Ini saatnya, bisik Catz. “Tidak apa! Terima kasih karena selama ini kamu sudah peduli dan perhatian padaku. Aku sangat bahagia tapi aku tahu kamu layak bahagia dengan hidupmu. Aku tidak akan menganggumu lagi kok.”

“Apa?!”sahut Mark bingung.

Catz menelan ludah. “Kenapa?! Bukankah kamu ingin perjodohan kita batal? Aku tidak masalah kok.”

“Catz, aku belum mengatakan keputusanku.”

Catz menatapnya. “Hmmm bukankah kamu memang memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan kita?”

Mark mendengus. “Aku belum bilang begitu loh!”

“Apa?!”

“Aku memang sudah mengambil keputusan. Aku tetap ingin melanjutkan hubungan kita.”

Catz menatapnya dengan mata melebar. “Apa?! Apa kamu yakin?! Kamu kan tidak bisa mencintai wanita! Apa kamu lupa?!”

“Aku tidak lupa. Tolong, jangan ingatkan aku dengan masalahku itu.”

“Maaf…tapi….bukankah itu artinya kamu egois?! Jelas-jelas kamu tidak memiliki perasaan padaku!”

“Aku ingin mencoba.”

“Apa?! Mencoba apa?”tanya Catz tidak mengerti.

“Mencoba berubah dan mencintaimu.”

Catz terdiam. Hanya bisa membalas tatapan Mark. Ucapan Mark yang terdengar romantis serta mimik seriusnya sungguh membuat hati Catz meleleh. Gadis itu sampai tidak bisa berbicara.

“Tapi, bagaimana hubunganmu dengan pria itu?”

“Namanya Kevin. Aku….aku akan memutuskan hubungan dengannya…”

“Kamu terlihat berat saat mengatakan hal itu!”ujar Catz dengan nada tidak suka dan marah.

Mark mendesah. Ia mengusap tengkuknya karena lelah. “Ya aku memang berat untuk melakukan hal ini. Karena aku mencintai Kevin.”

Catz berjengit mendengar pengakuan Mark. Sedetik kemudian hatinya terasa perih. Bagaimana tidak? Pria yang ia cintai malah menaruh hati kepada orang lain. Dan rasanya semakin sakit karena Mark mencintai kekasihnya yang sesama jenis.

“Kamu yakin ingin melanjutkan hubungan kita sementara kamu tidak bisa menyukai kaum wanita?!”

“Aku sudah bilang ingin mencoba berubah. Dan aku butuh bantuanmu.”

“Bagaimana kamu yakin kalau aku bisa mengubahmu?”tanya Catz.

“Karena kamu mencintaiku.”

Deg….jantung Catz serasa mencelos mendengar ucapan Mark. Dia tahu, jeritnya. Pipinya terasa panas. “Kamu…tahu?”

Mark tersenyum kecil. “Ya. Karena itu aku butuh bantuanmu.”

“Tapi….bagaimana jika aku tidak berhasil?!”

“Maka kamu harus lebih berusaha. Buat aku berubah. Buat aku bisa mencintaimu. Bantu aku menghilangkan rasa tertarik pada pria.”

Catz masih tidak bisa percaya. Padahal ia menduga Mark tidak akan mau melanjutkan hubungan mereka. Tapi nyatanya justru kebalikannya. Pria itu ingin berubah.

“Apa kamu mau membantuku?”tanya Mark.

Catz menoleh dan melihat Mark menatapnya. Pria itu memberinya tatapan seperti anak kecil yang memohon ibunya membelikan mainan kesukaannya. Ah bagaimana aku bisa menolakmu, maki Catz dalam hati.

“Akan aku coba.”gumam Catz.

“Terima kasih.”sahut Mark tersenyum.

“Jadi…selama ini kamu sering bertemu dengan Kevin saat hubungan kita sudah berjalan?!”tanya Catz menoleh menatap Mark dengan mata menyipit.

Mark meringis. “Ya beberapa kali….”

“Oh tidak!”gumam Catz menepuk dahinya. “Sungguh kesal mendengarnya! Kamu membuat aku lapar!!”

Mark terkekeh. “Bagaimana kalau makan bakso?”

“Usul yang bagus!”

“Baiklah. Bagaimana jika kita makan di tempat langgananmu sekalian aku antar pulang?”

“Baiklah.”sahut Catz meminum habis isi gelasnya dan membereskan isi tas lalu langsung berdiri. Gerakannya terhenti saat melihat Mark menatapnya dengan tersenyum kecil. “Kenapa?”

“Aku senang melihatmu kembali ceria.”

Catz merasa perutnya mulas mendengar pujian Mark. Mulutnya pun tertarik ke atas. “Memangnya kamu mau aku manyun terus?!”

Mark terkekeh. “Aku suka melihat dirimu yang ceria. Rasanya dua hari tidak ketemu seperti ada yang hilang. Sepertinya aku sudah biasa dengan kehadiranmu.”

Catz melongo. “Kamu….tidak salah makan kan hari ini?!”ujarnya.

Mark tertawa. “Sudah yuk, kita pergi makan! Sudah malam dan kamu pasti sudah lapar kan?!”

Catz meringis. “Tahu saja!”

Mark menyeringai lalu membalikkan badan berjalan menuju pintu. Catz melangkah perlahan sambil memandangi punggung lebar pria itu. Ia tidak tahu haruskah merasa bahagia atau pedih. Mark ingin melanjutkan perjodohan mereka, tapi ia tahu pria itu masih belum berubah. Masih menjalin hubungan dengan kekasih sesama jenisnya. Ia juga tahu pasti Mark sulit untuk putus hubungan dengan Kevin.

Apa aku bisa membuatnya berubah? Apa aku bisa membuat ia jatuh cinta padaku?




Bersambung...

Wah apa Mark udah mulai suka sama Catz ya?!

Jangan lupa voment nya ya
Thank you 🙏❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top