Chapter 7.5 : Hanya singkat saja?
Terik matahari pagi membuatnya bergeliat tak nyaman. Setelah mengumpulkan kesadaran, ia teringat akan waktu baginya untuk bersekolah di Akademi nanti. Dengan semangat yang entah darimana asalnya, ia bangkit dan bersiap untuk mengawali hari.
"Hinata-sama, selamat pagi."
Pelayannya menunduk untuk menghormati sang sulung Hyuuga. Hinata hanya menyunggingkan senyum, kemudian berlalu menuju kamar mandi.
Setelah beberapa saat, ia telah bersiap dengan pakaian sehari-harinya yang seperti biasanya. Memandang sebentar sosoknya di cermin, ia keluar kamar dan menuju sebuah ruangan lain.
"Tou-sama, ini saya."
Hening sejenak, sebelum akhirnya suara serak yang dikenalnya terdengar.
"Masuk."
Hinata dengan sopan menggeser pintu, kemudian masuk dan ber-seiza di hadapan Hyuuga Hiashi.
"Tou-sama, saya akan berangkat ke Akademi sekarang."
Hiashi memejamkan matanya, tidak menjawab. Hinata berdiri, menundukkan kepalanya sejenak dan berlalu dari sana.
Hanya itu.
Ya, hanya itu.
Hubungan Hinata dan Hiashi tidak buruk, namun tidak bisa dikatakan baik juga. Tanpa harus dijelaskan, kau pasti tahu alasannya bukan?
Hyuuga Hinata tidak pantas untuk meneruskan klan Hyuuga.
Hyuuga Hanabi lah yang pantas melakukannya.
Mengapa adiknya yang bisa melakukannya?
Mengapa dirinya tidak bisa melakukannya?
Berbagai macam omongan sudah sering Hinata dengar, dan ia sudah cukup terbiasa akan hal itu.
Hinata sudah cukup terbiasa.
Samar-samar, Hinata bisa mendengar suara adiknya di halaman belakang. Manik lavender-nya menangkap siluet sang adik yang sedang berlatih dengan batang pohon.
Menurut Hinata, adiknya memang pantas meneruskan klan. Dibandingkan dirinya yang kenyataannya lemah, adiknya memang jauh lebih kuat darinya.
Kuat secata fisik dan mental.
Hinata tersenyum kecut memikirkannya. Tentu saja ia iri dengan Hanabi. Tapi, ia tidak bisa membenci adik kandungnya itu.
Hinata tidak bisa.
"Ah, Nee-sama!"
Hinata terperanjat mendengarnya. Hanabi tersenyum riang dengan lambaian tangan di atas, menatapnya penuh antusias. Hinata tersenyum membalasnya, senyuman lembut secerah matahari.
"Pagi, Hanabi."
Hyuuga Hanabi berjalan mendekatinya. "Nee-sama mau ke Akademi?"
"Begitulah. Aku berangkat."
"Hati-hati di jalan!"
Hinata memilih untuk menyudahinya dan segera pergi menuju pintu depan.
"Oh, ya, Nee-sama!"
Langkahnya terhenti ketika sang adik memanggilnya. Ia menoleh ke belakang, mendapati Hanabi berlari ke arahnya.
"Nanti malam kita pergi membeli yukata, ya?!"
Hinata terkejut mendengarnya. "Yukata?"
"Ya, festival lampion dua hari lagi, 'kan?"
Manik lavender itu melebar, tentu ia melupakan hari istimewa bagi desa Konoha itu.
"Be-benar juga. Baiklah, kita pergi nanti malam."
Setelah berbincang sebentar dengan sang adik, Hinata pun berangkat menuju Akademi. Perjalanannya tidak jauh, namun entah mengapa Hinata merasa ia akan sampai di sana dalam waktu berjam-jam.
Dalam hatinya, ia berharap bisa bertemu sebuah keajaiban.
Hinata tertawa dalam hati. Harapan yang tidak mungkin ada. Mengapa ia mengharapkan sesuatu yang jelas tidak mungkin terjadi?
Karena tidak fokus, tak sengaja ia menabrak seseorang saat akan berbelok ke kiri.
"Ah, ma-maafkan saya!"
Tidak ada balasan. Hinata menundukkan kepalanya dalam-dalam, takut jika orang yang tak sengaja ia tabrak marah karena perbuatannya.
"Ah, ya, tidak apa-apa. Saya juga minta maaf."
Hinata terkejut. Suara itu...ia mengenalinya. Tidak mungkin Hinata akan melupakannya begitu saja.
Suara itu yang selalu menghantuinya.
Suara itu yang selalu masuk dalam mimpinya.
Suara itu... suara yang ingin ia dengar setiap hari.
Suara itulah yang ia harapan akan terjadi. Sebuah keajaiban.
Dengan perlahan, Hinata mengangkat kepalanya, menatap tak percaya pada manik biru bagai permata safir itu.
"Men...ma..."
Yang dipanggil terlihat terkejut, kemudian memiringkan kepalanya.
"Menma?"
Sontak Hinata menutup mulutnya dan membungkuk berkali-kali.
"Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan―"
"Oke, berhenti."
Hinata menutup mulutnya lagi, menyadari kesalahannya.
"Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maaf―"
"Ah, tolong berhenti."
Hinata menutup mulutnya sekali lagi. Ia kembali membungkuk penuh.
"Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya!..."
Sementara lawan bicaranya sweatdrop mendengarnya.
--Alone--
Naruto merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Yah, mau bagaimana lagi? Ia tidur di tempat keras yang teramat keras.
Tak lain dan tak bukan adalah batu.
Ya! Batu!
Bagaimana bisa Naruto tidur di atas batu? Hanya Naruto, Menma, Author, Tuhan, dan rumput bergoyang(?) yang tahu :v
Kembali ke cerita.
Karena tubuhnya terasa kaku, Naruto malas untuk bergerak. Ia mengabaikan protes Menma yang terus bersuara di pikirannya. Rasa hausnya yang diutamakan, sehingga ia memutuskan untuk mampir sejenak ke kedai terdekat untuk membeli air.
Dalam perjalanannya, Naruto terus mengeluh tentang rasa sakitnya. Mungkin ia menyesali keputusannya untuk tidur di atas batu. Yah, siapa juga yang menyuruh dia untuk tidur di atas batu?
"Ini semua salahmu," ujar Menma sebal karena ia merasakan hal yang sama dengan Naruto. Sementara orang yang dimaksud hanya menggerutu tidak jelas.
Mengabaikan rasa sakitnya, Naruto terus berjalan hingga seseorang menabraknya saat akan berbelok ke kanan. Rasa sakit yang awalnya mulai menghilang kini terasa lebih sakit lagi dari sebelumnya, membuat Naruto meringis karenanya.
"Ah, ma-maafkan saya!"
Naruto terdiam mendengarnya. Suara feminim dari gadis yang sebaya dengan Naruko itu membuatnya terkejut. Pasalnya, gadis di hadapannya terlihat tidak asing di matanya.
"Ah, ya, tidak apa-apa. Saya juga minta maaf."
Sang gadis menatapnya, membuat Naruto hampir berteriak melihatnya.
'Hyuuga!'
Ingin rasanya Naruto pergi jauh dari gadis keturunan klan Hyuuga itu, namun ia mengurungkan niatnya ketika sang gadis mengucapkan sesuatu yang tak pernah ia duga.
"Men...ma..."
Tentu saja Naruto terkejut, dalam hati bertanya-tanya mengapa sang gadis bisa mengenal kepribadiannya yang satu itu.
"Menma?"
Entah mengapa, tepat setelah Naruto bertanya dalam gumaman kecilnya, sang gadis membungkuk meminta maaf.
"Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan―"
"Oke, berhenti."
Naruto merasa aneh dengan gadis di hadapannya. Apa yang salah? Jika dia meminta maaf karena tidak sengaja menabrak, tidak perlu sampai seperti itu, 'kan?
"Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maaf―"
"Ah, tolong berhenti."
Sungguh, Naruto tidak pernah mengerti seorang perempuan. Mengapa meminta maaf jika mereka tidak memiliki salah?
"Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya! Maafkan saya!..."
Naruto hanya bisa sweatdrop mendengarnya. Mau dihentikan berapa kali pun, gadis itu tetap akan terus melakukan hal yang sama.
Oh, kalau dilihat baik-baik, dia sebaya dengan Naruko, 'kan?
Apa itu artinya dia juga masih murid Akademi?
"Umm...apa kau tidak masuk Akademi?"
Gadis itu mendadak terdiam, kemudian dengan cepat berlari meninggalkan Naruto masih dengan ucapan minta maaf seperti sebelumnya.
Sementara sang pirang masih berada di tempatnya, tak beranjak sedikitpun dari sana.
"Menma, tadi dia menyebut namamu, 'kan?"
Menma hanya mengangkat bahu.
"Entahlah, aku bahkan tidak mengenalnya."
Naruto terdiam, menatap arah di mana sang gadis bermata lavender itu pergi.
"Tapi, dia dari klan Hyuuga."
Menma mendengus kasar.
"Lupakan saja. Toh, dia tidak penting."
•••
Author's Note :
...
Iya, saya tahu kalau saya salah. Sudah up seminggu sekali, pendek pula!
Dan maaf baru bisa up sekarang...
Saya sendiri sibuk di dunia nyata, terutama sebentar lagi akan menghadapi situasi yang kau sebut 'UJIAN'!!!
Argh! Ini membuat saya kalang kabut begadang semalaman! Bahkan nih fanfic hampir gak saya sentuh selama seminggu! Jadilah chapter singkat seperti ini! (bahasakasarpunmuncul)
Yah, lebih baik daripada tidak sama sekali.
Tapi, begitulah~
Karena sebentar lagi menghadapi 'titan', saya rasa akan 'hiatus' sebentar.
Mungkin tepatnya 'semi-hiatus', karena kalau ada kesempatan (waktu luang) akan saya update chapter selanjutnya~
Naruto : "Kapan Arbi-san kembali?"
Secepatnya~ Lagipula, saya banyak tugas, ulangan harian, belajar sebanyak-banyaknya, coretmainfreefirecoret, coretnontonanimecoret, praktikum kimia, buat program pengulangan dan percabangan, edit video, buat media fisika, de es be.
Menma : "Awas kalau gak sampai kembali!"
Eh? Iya, iya, saya akan kembali. Tapi tidak janji :v
Naruko : "Lha? Kenapa?"
Karena.................rahasia~ #digebukmassa
Jadi, begitulah. Mohon maaf sebesar-besarnya...sebesar cintaku padamu #plak
Arbi mohon maaf karena tidak dapat memenuhi keinginan para pembaca... Tapi real world tidak dapat dihindari...
Saya sendiri memiliki naskah cerita lain yang belum selesai, terutama projek utama yang entah kapan akan dipublish :v #melirikFate[Different]
Sampai di sini kita berjumpa, Arbi undur diri dahulu...
See you~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top