Chapter 12 : Sebuah kebenaran

Itachi menatap sekeliling. Tempat itu benar-benar hancur, seakan terjadi musibah sebelumnya. Tetapi, tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi. Pelaku dari penyebab kehancuran itu berdiri di tengah-tengah kumpulan mayat yang tak berbentuk.

Uchiha itu berjalan menghampiri tanpa rasa takut.

"Menma, kupikir kau berlebihan. Mereka hanya manusia biasa."

Yang dipanggil Menma menoleh dengan seringainya yang membuat bulu kuduk merinding. "Apa salahnya? Aku hanya menebas sekali dan mereka langsung begini," jelasnya menatap pedang di tangannya yang memantulkan cahaya matahari.

Suara hela napas lolos dari mulut Uchiha Itachi. Ia tahu, kepribadian Naruto yang satu itu memang keras kepala. Jauh lebih kepala batu daripada kepribadian aslinya. Jika ia membalas, percakapan tak berguna ini tidak akan pernah berhenti.

"Aku tidak menemukannya."

Hanya tiga kata itu membuat Menma menatapnya tajam. "Hah? Tidak mungkin! Informasi yang kudapat―maksudku, informasi Naruto tidak mungkin salah!"

Mendengarnya membuat Itachi menahan tawa. Menma tentu menyadarinya. "Apa? Kenapa tertawa?"

"Aku tidak tertawa."

"Kau menahan tawa."

Itachi memejamkan matanya. Ia merasa keluar dari image seorang Uchiha sebelumnya. Setelah memperbaiki diri, ia berjalan menjauh dari Menma.

"Terserah kau."

Cukup dengan kata itu membuat Menma kembali menyeringai. Ia mengangkat pedangnya ke udara seraya melihat ke sekitar untuk memastikan tidak adanya keberadaan makhluk hidup selain dirinya. Melihat sosok Itachi yang telah pergi entah ke mana, ia memutar tubuhnya dengan gerakan pelan.

Setelah melakukannya, suara gemuruh terdengar. Dalam sekejap, terlihat sebuah gelombang hitam yang menyebar dan menghancurkan sekelilingnya.

Itachi yang melihatnya dari jarak jauh menepuk keningnya.

"Sudah kubilang, kau berlebihan."

Hanya dalam satu ayunan, Yukigakure telah lenyap tak berbekas.

Sang pelaku hanya berdiri di tengah hamparan tanah berpasir dengan wajah tanpa dosa.

"Wah! Sudah lama aku tidak bergerak sebebas ini!"

Suara tawa melengking itu terdengar membahana. Beruntungnya, hanya Itachi yang mendengar suara tawa itu. Pastinya Menma akan diklaim sebagai orang gila.

Menma menyisir rambutnya ke belakang, kemudian melihat warna kuning yang menempel pada tangannya.

"Ah, warnanya luntur lagi."

--Alone--

"Dia adalah kakakmu, Namikaze Naruto."

Mendadak foto itu terjatuh menghantam lantai. Tentu pelakunya adalah Naruko yang menatap sang Ayah dengan wajah tak percaya.

"Lalu, siapa orang yang selama ini bersamaku?! Siapa orang yang mirip denganku itu?! Siapa orang yang kupanggil Onii-san?!"

Kushina tidak dapat menahan tangisnya lagi. Ia memeluk Naruko dengan ucapan "maaf" berkali-kali.

Minato mengembuskan napasnya untuk kesekian kalinya, berusaha untuk mengendalikan emosinya.

"Dia adalah..."

Ucapan itu berhenti di tengah-tengah. Minato tetap merasa ragu untuk mengatakannya. Ia mengepalkan tangannya kuat hingga sendi-sendinya memutih.

"Dia kakakmu, Namikaze Naruto."

"Otou-san," lirih Naruko, "tolong jangan bercanda."

Minato mengembuskan napas entah kesekian kalinya. "Sebaiknya aku menceritakannya."

"Minato-kun!"

"Maaf, Kushina. Ini sudah waktunya. Arashi juga berhak mengetahuinya."

Mata biru itu menatap sosok Jiraiya yang menyandarkan diri di dinding kamar. Merasa ditatap, Jiraiya hanya mengangkat bahu. "Seperti yang kukatakan, ini masalahmu."

Mendengarnya membuat Minato merasa tidak enak hati. Justru kebalikannya, ia berharap gurunya itu menolaknya. Walau pernyataan yang dikatakan Jiraiya itu memang benar, ini adalah masalah keluarganya.

Minato membawa Naruko untuk duduk di pinggir kasur. Istrinya duduk di sampingnya. Arashi memilih untuk berdiri di dekat Jiraiya. Ia sadar diri, sosoknya hanyalah 'anak angkat' di keluarga Namikaze. Sebaiknya untuk tidak terlalu terlibat dengan keluarga yang tampak normal di luar, namun begitu kompleks di dalam.

"Ada baiknya menceritakan dari awal daripada memberitahu secara tak rinci."

Naruko menatap foto yang kembali dipungutnya dari lantai. Ia mengusap pelan pada gambar anak kecil berambut hitam itu.

"Tolong, ceritakan semuanya," pinta Naruko dengan suara serak. Kalimat itu telah ia ucapkan beribu-ribu kali sejak dulu. Dan ia kembali mengucapkannya untuk terakhir kali.

Kushina tetap memeluk putrinya. Tangannya mengelus pelan bagian belakang kepala pirang itu.

"Dua puluh tahun yang lalu, pada tanggal sepuluh Oktober, kakakmu lahir. Tetapi, dia terlahir dengan keanehan―ralat, dia terlahir unik."

Minato menatap kedua manik Naruko yang serupa dengan milik Kushina itu.

"Rambut hitam yang pekat seperti malam hari, serta cakra hitam yang lebih hitam daripada kegelapan."

Ia melirik pada foto anak laki-laki yang tersenyum bersama keluarganya.

"Namun, orang-orang menganggapnya aneh. Pada akhirnya julukan 'anak terkutuk' tersemat padanya."

Naruko melebarkan matanya. "Tapi, orang-orang tidak ada yang mengenalnya."

"Memang benar. Namun, itu semua ada sebabnya. Alasan panggilan 'anak terkutuk' berubah menjadi 'monster'."

Putrinya terdiam, menunggu kelanjutan ceritanya. Keheningan berlangsung untuk waktu yang lama.

"Ketika para tetua tidak menyukai keberadaannya, beberapa anggota Anbu dikirim untuk membunuhnya."

Air mata mengalir dari sudut matanya. Naruko menggenggam erat bingkai foto di tangannya.

"Saat itu, usia Naruto masihlah tiga tahun. Dan diusianya itu, untuk pertama kalinya ... dia membunuh."

Napas Naruko tercekat mendengarnya. "Mengapa Oto―"

"Aku terlambat," potong Minato, "Ayah yang bodoh ini tidak bisa menyelamatkannya."

Minato menatap langit-langit kamarnya, menerawang ke masa lalu.

"Beberapa bulan setelah itu, orang-orang tidak mengingatnya. Seakan sosok Namikaze Naruto tidak pernah ada."

--Alone--

Angin berembus lembut meniupkan surai hitamnya. Daun-daun muda dari pohon berjatuhan dengan lambat karena daya tarik gravitasi. Sosoknya tertidur di bawah pohon, menikmati cerahnya hari.

Tiba-tiba, dari kehampaan muncul seorang pemuda berambut putih.

"Kau dipanggil." Suara pemuda itu terdengar. Walau begitu, kelopak mata sang rambut raven masih terpejam.

"Uchiha Sasuke."

Mendengar namanya dipanggil, manik hitam itu muncul. Dilihatnya daun-daun yang masih berjatuhan.

"Siapa?" Suaranya yang khas itu bertanya dengan singkat. Pemuda di sampingnya hanya menaikkan sedikit kacamatanya yang bersarang di wajahnya.

"Orochimaru-sama."

•••

Author's Note :

Nah loh, sudah terjawab nih😂 Puas dengan kebenaran Naruto?

Setelah dilihat-lihat, sepertinya cerita ini lebih menonjol pada genre misteri deh.😫

Tidak masalah 'kan kalau saya buatnya lebih fokus pada misteri?

PS : tolong jangan paksa saya buat action... Otomatis jadi kaku nantinya😅

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top