Chapter 10 : Selamat tinggal
Manik biru itu menatap kumpulan cahaya berkilauan yang berada di langit malam. Wajahnya berseri melihatnya, seakan sudah lama ia menantikan hal menakjubkan seperti melihat bintang di langit malam.
Matanya beralih pada orang-orang yang terlihat ceria, saling bersenda gurau, dan menghibur diri.
Ia merenung, memikirkan tentang dirinya sendiri.
Mengapa dirinya tidak berkumpul bersama mereka?
Mengapa dirinya hanya duduk diam di puncak bukit ini?
Mengapa dirinya sendirian di sini?
Mengapa?
Mengapa?
Seberapa banyak pula ia bertanya 'mengapa', balasan 'karena' tidak kunjung menjawabnya.
Ia memeluk kedua lututnya, mengeratkannya ke dada seakan apa yang bisa ia peluk sekarang hanyalah kedua kakinya. Udara dingin pada malam hari memang membuatnya menggigil, tapi itu tidak mengalahkan rasa dingin pada hatinya.
Kepalanya terangkat untuk melihat kilauan cahaya itu lagi. Senyum tipis terukir di wajahnya.
"Festival lampion, ya?"
--Alone--
Konohagakure kini ramai dengan pengunjung dari luar desa. Mengingat malam ini akan diadakan festival lampion, tentu tidak bisa dilewatkan begitu saja. Banyak pedagang yang menjajakan dagangannya untuk menarik minat para pembeli.
Namikaze Naruko menatap kagun pada keramaian di sekitarnya.
"Sekarang lebih ramai daripada tahun lalu," ucapnya dengan mata berbinar.
Sasuke yang berdiri di sampingnya terdiam untuk beberapa saat. Matanya hanya memandang datar pada jalanan di hadapannya. Naruko menyadari ada sesuatu yang aneh terjadi pada rivalnya itu.
"Oi, teme, ada apa?" tanya Naruko khawatir. Ia tidak bisa membiarkan temannya itu sendiri, mengingat sejak dua hari yang lalu sosok Uchiha itu tidak terlihat di Akademi.
Yang ditanya hanya memalingkan muka. "Bukan urusanmu."
Naruko tersenyum maklum, mengerti akan sifat Sasuke yang memang dingin.
Sementara itu, di pikiran seorang Uchiha Sasuke hanya ada satu.
'Apa yang harus aku lakukan? Membawa dobe berkeliling desa? Membelikannya yukata baru? Memberikan sebuket bunga?'
Yah, asal kau tahu. Sasuke ternyata seorang tsundere...
Tak jauh dari mereka, terlihat sosok bersurai merah sedang berjalan berlawanan arah dari keduanya. Naruko adalah orang pertama yang menyadari kehadirannya.
"Ah, Arashi-kun!"
Arashi yang sedang melihat-lihat barang terkejut, kemudian menoleh menatap sang pemanggil. Ia tersenyum melihat sosok saudari angkatnya. "Naruko, pagi!"
Naruko berlari mendekatinya. "Ternyata kau di sini. Okaa-san mencarimu karena kau tidak ada di rumah..."
Sang Uzumaki hanya tertawa canggung. "Maaf, aku sebenarnya diculik―bukan! Maksudku, aku diajak olahraga pagi bersama Lee mengelilingi desa! Ya! Begitu!"
Dahi Naruko mengerut, merasa ada yang janggal dari kata-kata Arashi. "Tadi kau mengatakan diculik?"
Arashi mulai berkeringat dingin. "Iy―tidak! Aku tidak mengatakan apa-apa! Mungkin kau salah dengar?"
Sasuke yang melihat semuanya dari jauh menghela napas. "Daripada itu, bukankah sebaiknya kita menemui seseorang sekarang?"
Serempak, Naruko dan Arashi menatap si Uchiha. Wajah mereka menunjukkan kebingungan, membuat Sasuke ingin menghajar keduanya.
"Oi, dobe! Jangan katakan kalau kau melupakannya?"
Naruko memiringkan kepalanya. "Melupakan siapa?"
Sangat jelas Sasuke terkejut mendengarnya. "Apa otakmu sedang rusak? Pagi-pagi sekali kau mengajakku keluar rumah untuk mengunjungi kakakmu!"
Arashi mengerti maksud perkataan Sasuke. "Begitu, kalian ingin mengunjungi Naruto-nii, ya?"
"Begitulah. Aku setuju karena dobe memaksa..."
Kedua laki-laki itu menatap satu-satunya gadis di antara mereka yang terlihat kebingungan.
"Apa yang kalian bicarakan ini? Kakak? Aku 'kan tidak punya saudara lagi selain Arashi-kun..."
--Alone--
Minato menatap hampa pada rak buku di hadapannya. Ia berada di rumah sekarang, mengingat akan diadakan festival lampion nanti sehingga dirinya meliburkan diri. Kini, ia berada di kamar tidurnya sendiri. Uzumaki Kushina sedang berbelanja di pasar karena ada harga diskon untuk daging.
Yondaime itu mengusap wajahnya kasar. Setelah memantapkan hati, ia berjalan mendekati rak buku. Tangannya terulur untuk mencari judul buku, hingga ia menemukannya di pojok kiri dua baris dari bawah.
"Sepuluh Oktober, huh?"
Ia mengambil buku itu. Namun, bukannya keluar dari dalam rak, buku itu hanya ditarik separuh keluar dari tempatnya. Seakan sebuah tuas untuk membuka pintu, bagian tengah rak terbuka menyamping. Ruangan yang gelap menyambut indera penglihatannya.
Minato memasuki ruangan itu tanpa ragu. Ia menekan saklar lampu, sehingga cahaya kini menerangi ruangan berdebu itu. Apa yang ada di dalam adalah beberapa lukisan foto keluarga dan beberapa kardus entah berisi apa.
Minato berjalan mendekati sebuah lukisan foto keluarga, di mana keluarga tersebut terlihat sangat bahagia dengan senyuman ceria. Manik birunya menatap figur seorang anak yang terlukis di sana. Anak berambut hitam dengan mata biru yang tersenyum lebar hingga menunjukkan deretan gigi putihnya.
Air mata mengalir dari sudut mata Minato.
"Maafkan aku karena tidak dapat menyelamatkanmu, Naruto."
--Alone--
Sasuke sangat yakin bahwa Naruko sedang bercanda sekarang.
"Kakak? Aku 'kan tidak punya saudara lagi selain Arashi-kun..."
Ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya, sontak tangannya menarik kerah baju Naruko. Ia menatap marah pada anak Hokage di hadapannya.
"Tidak punya?! Sudah jelas kalau apa yang kau lakukan selama ini hanya untuk orang idiot seperti dia!"
Naruko semakin tidak mengerti. "Apa-apaan ini? Aku tidak mengerti! Orang idiot?"
Arashi yang melihatnya langsung melerai keduanya. Ia berdiri di tengah, menghadap saudari angkatnya.
"Naruko, apa kau sedang bercanda sekarang?"
Naruko mendengus kasar. "Bercanda? Iya, aku sedang bercanda... Dasar, tentu saja tidak! Aku tahu kapan harus bercanda atau serius!"
Arashi mengangguk mengerti, itu artinya Naruko sedang serius sekarang.
"Sasuke, aku sangat yakin kau lebih mengenal Naruko dibandingkan denganku. Tapi, aku tentu tahu kalau Naruko serius tentang hal ini."
Sasuke memalingkan wajahnya, merasa tidak terima. Ia menarik tangan Naruko, membawanya menuju suatu tempat. Arashi memutuskan untuk mengikuti mereka.
"Hei, kita mau pergi ke mana?"
"Diam, ikut saja!"
Tak berapa lama, mereka bertiga tiba di sebuah rumah yang terawat cukup baik. Sasuke mengetuk pintu berwarna hijau itu, namun tidak kunjung ada tanggapan dari dalam. Setelah menunggu cukup lama, Sasuke memutuskan untuk membuka pintu dengan paksa.
Kenyataannya, pintu rumah tidak terkunci.
"Oi! Memasuki rumah orang tanpa izin itu tidak sopan!"
"Bukan urusanmu!"
Rumah itu sangat sunyi, seakan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang pernah mendiami rumah itu. Barang dan perabotan rumah tangga masih tertata rapi, seolah tidak pernah tersentuh sama sekali.
Sasuke membawa Naruko menuju lantai atas, di mana sebuah kamar berada di sana. Sama halnya dengan lantai bawah, kamar itu juga sunyi.
"Hei, teme. Memangnya, siapa pemilik rumah ini?"
"Kakakmu," jawab Sasuke tanpa menoleh. Ia berlalu menuju lemari, mengabaikan Naruko yang terkejut mendengar jawabannya.
"Sudah aku katakan, aku tidak punya kakak!"
Sasuke tidak peduli. Entah mengapa, ia merasakan firasat buruk tentang hal ini. Tangannya terangkat untuk membuka gagang pintu lemari. Matanya melebar tatkala melihat isi di dalam lemari.
Arashi segera menyusul ketika melihat perubahan mimik wajah Sasuke. Ia terkejut melihat isi lemari yang kosong. Tidak ada satu barangpun berada di sana.
Saat itu juga, pikiran Sasuke dan Arashi menjadi satu.
'Naruto pergi dari rumah!'
--Alone--
Kushina menatap barang belanjaannya yang penuh dengan daging itu.
"Menu siang nanti steak, dan untuk malamnya adalah barbeque! Ajak teman-teman Naru juga ide yang bagus!"
Di saat dirinya sedang memikirkan menu makan di rumah nanti, seseorang datang menghampirinya secara diam-diam. Walau begitu, Kushina tahu ada orang yang mendatanginya. Ia menoleh, mendapati seorang gadis kecil berpakaian lusuh berdiri di dekatnya. Buket bunga tergenggam di kedua tangannya.
"Ma-maaf, Kushina-sama... Ta-tapi, saya i-ingin m-memberikan bunga ini pada A-anda..."
Kushina terkejut mendengarnya. Ia tersenyum lembut. "Terima kasih... Siapa namamu?"
Dengan malu, gadis itu menjawab, "Saya Aoko..."
"Begitu, ya? Terima kasih, Aoko-chan!"
Kushina menerima buket bunga itu seraya mengelus puncak kepala sang gadis. Ia berjalan pergi meninggalkan pasar.
"Ah! Kushina-sama!"
Sang Habanero menoleh, menatap gadis bernama Aoko itu yang berlari mengejarnya.
"Kushina-sama! Ada yang harus s-saya sampaikan tentang bu-bunga itu!"
Kushina memiringkan kepalanya sejenak, kemudian mensejajarkan diri dengan tinggi sang gadis. Tatapannya seakan menunggu apa yang akan dikatakan Aoko.
Tanpa menunggu banyak waktu, Aoko menjelaskan langsung ke intinya.
"Sebenarnya, bukan saya yang memberikan bunga itu. Ada seseorang yang menyuruh saya untuk memberikannya pada Anda... Orang itu menitipkan pesan kepada saya untuk Anda. Katanya, 'senang telah mengenalmu dan selamat tinggal', begitu."
Kushina memejamkan matanya, tampak memikirkan siapa orang yang menitipkan pesan seperti itu. Tidak menemukan apa-apa dalam ingatannya, ia kembali menatap Aoko.
"Siapa orang itu?"
Aoko tampak ragu. "Orang itu memiliki rambut hitam dengan mata biru. Saya tidak yakin sebenarnya, namun orang itu mengatakan namanya adalah Menma..."
Kushina menahan napasnya.
--Alone--
Hiruzen menatap datar pada hutan di hadapannya. Namun, jika kau teliti lebih dalam, terdapat seseorang di balik bayang-bayang hutan itu.
"Apa kau sungguh akan melakukan ini?" tanya Hiruzen dengan suara lantang. Orang yang ditanya tidak menjawab.
"Apa kau sungguh akan melakukan ini?" tanya Hiruzen untuk kedua kalinya. Orang itu tetap tidak menjawab.
Sandaime Hokage menghela napas panjang. "Apa kau yakin, hal ini adalah benar?"
Orang itu terdiam untuk beberapa saat sebelum menjawab, "Kau adalah orang yang paling mengerti tentangku, 'kan?"
Hiruzen menggelengkan kepalanya pelan. "Kau salah. Aku justru sama sekali tidak paham tentang dirimu ini..."
Orang itu terkekeh kecil mendengarnya. "Sudah kuduga. Yang paling mengerti tentangku hanya aku, aku, dan aku. Karena itu, enyahlah dari hadapanku, kakek tua!"
Sosok dalam bayangan itu menghilang, meninggalkan seorang kakek di sana seorang diri.
Hiruzen mengembuskan napasnya. Ia menatap langit biru dengan hiasan kapas putih itu.
"Setidaknya, aku ingin kau di sini lebih lama lagi... Sambil menyaksikan lampion, bukankah itu menyenangkan, Naruto?"
--Alone--
Malam itu, desa daun tersembunyi merayakan hari kebahagiaan mereka dengan sebuah acara bernama Festival Lampion. Ketika waktu menunjukkan pukul tepat tengah malam, lampu-lampu yang diterbangkan di langit malam akan dimulai.
Dalam gelapnya malam itu, sosok bayangan sedang duduk dengan tenang di pinggir bukit curam. Ia menatap langit malam penuh bintang dengan senyum hambar terlukis di wajahnya.
"Hei, apa yang kita lakukan ini sungguh benar?"
Sunyi menjawab pertanyaannya. Ia tersenyum simpul karenanya.
"Kau benar, kita harus melakukannya..."
Suara semak-semak yang tertiup angin malam terdengar tak jauh di belakangnya. Mendadak, beberapa kunai melesat cepat menuju arahnya, namun dengan mudah ia menghindar.
"Ah? Akhirnya orang yang kita tunggu telah datang..."
Dua orang muncul dari balik semak-semak tadi. Salah satu dari mereka berwujud aneh, menyerupai tumbuhan venus. Yang paling mencolok dari keduanya adalah jubah hitam dengan awan merah sebagai lambang dari sebuah organisasi yang kini terkenal.
Akatsuki.
Satu dari keduanya berjalan mendekat seraya membuka topi jeraminya, menampilkan sepasang iris mata sharingan khas klan Uchiha. Senyuman tipis yang jarang terukir di wajahnya itu perlahan muncul ketika menatap orang di hadapannya.
"Lama tidak bertemu, Naruto."
Yang dipanggil Naruto hanya mendengus kecil. "Bagaimana kabarmu, Itachi-san?"
Uchiha Itachi menggelengkan kepalanya. "Tidak ada waktu untuk mengobrol sekarang. Aku yakin Menma sudah mengatakannya padamu."
"Begitulah. Karena itu, aku menunggu di sini. Jadi, kita pergi sekarang?"
Ketiga sosok itu perlahan menghilang dari sana, bersamaan dengan terbangnya lampion di langit malam.
Untuk terakhir kalinya, Naruto menatap desa tempat kelahirannya itu. Cahaya lampion membuat sosoknya yang berada dalam kegelapan terlihat secara samar-samar, menunjukkan rambutnya yang kini berwarna hitam.
Senyum sendu terukir di wajahnya.
"Selamat tinggal, Konoha..."
•••
Author's Note :
End? Tentu saja tidak, masih berlanjut, kok~
Hanya saja, sekarang mulai pergantian Arc baru~
Misteri dalam cerita ini sangat banyak dan masih sangat lama terbongkarnya... Tapi, beberapa misteri telah terpecahkan!
Yang bisa jawab misterinya silakan komen di sini!!😁 Nanti dapat hadiah sepeda bekas, lho~ #plak
•••
Epilog :
Gadis dengan gaya rambut twin-tail itu menatap ke seluruh penjuru desa. Ia melebarkan kedua tangannya, menikmati hembusan angin dari desa yang dicintainya itu.
Sudah dua tahun lamanya ia pergi berlatih ke luar desa, dan pada akhirnya ia kembali. Tentu saja ia sangat merindukan desa daun tersembunyi ini.
"Oi, Naruko! Turunlah ke sini!" panggil seseorang dari bawah. Pemuda berambut merah itu melambaikan tangannya ke atas, seakan menunjukkan dirinya berada di sana.
Sang gadis tersenyum, kemudian mengeluarkan ibu jarinya ke atas.
"Tunggu sebentar lagi, Arashi-kun! Aku masih ingin di sini!"
Sang gadis kembali menatap desanya. Tangannya terangkat untuk mengambil sesuatu dari balik bajunya. Sebuah liontin berwarna emas yang sudah ia miliki sejak kecil. Di dalamnya terdapat dua foto yang terletak di dua tempat. Satu sisi menunjukkan foto tiga orang anak yang sebaya; Uchiha Sasuke, Namikaze Naruko, dan Namikaze Arashi. Sementara sisi satunya menunjukkan foto tiga orang dengan salah satunya berbeda usia; Uchiha Sasuke, Namikaze Naruko, dan orang terakhir yang bernama Naruto.
Naruko menggenggam erat liontin itu. Dengan tatapan yakin, ia menatap pada bukit dengan lima wajah Hokage yang memimpin desa Konoha terukir di sana.
"Aku berjanji akan mengembalikan Sasuke-teme ke desa, dan menemukan Onii-san! Karena ... ini adalah jalan ninjaku!!"
•••
Arc 01 : Siapa Naruto?
[End]
Next Arc 02 >>
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top