Chapter 0 : Prolog

Tubuh penuh luka itu berlari, menerjang kerumunan orang-orang yang berlari melawan arah darinya. Jeritan serta teriakan terdengar memekakkan telinga, namun ia menulikan telinganya tak peduli. Kaki kecilnya terus berpacu hingga ia tiba di sebuah tempat yang menjadi tujuannya.

Ia berdiri dengan nafas memburu. Rambut kuningnya basah karena keringat yang terlihat jelas di keningnya. Tangannya terangkat untuk mengusap peluh, kemudian dengan pelan berjalan mendekati tanah lapang yang kini tak berbentuk lagi. Lubang dengan kawah yang cukup dalam tercetak jelas di sana, menggambarkan sebuah pertarungan yang besar telah terjadi.

Manik safir-nya menemukan orang yang telah dicari selama ini. Bibirnya menyunggingkan senyuman, puas atas jerih payahnya. Dengan pelan, ia berjalan melewati pepohonan hanya untuk menghampiri sekelompok orang yang kini bercakap-cakap dengan santai seolah tidak ada kejadian besar yang baru saja terjadi.

"Jadi, namanya?"

Langkahnya terhenti, reflek ia bersembunyi dibalik sebuah pohon besar tak jauh dari keberadaan kelompok itu. Kepalanya mengintip dari balik semak-semak, menatap sosok wanita berambut merah yang tampak memikirkan sesuatu.

Senyuman manis dari wajahnya membuat dadanya gemetar. Tangannya terulur untuk meremas dada kirinya yang dibalut kaos hitam.

"Naruko, sang Jinchuriki Kyuubi. Kita akan merawatnya dengan sangat baik, 'kan, Minato?"

Pria yang memiliki rambut kuning seperti dirinya itu mengangguk dengan sangat yakin, "Tentu saja, karena dia anak kita yang istimewa."

Para Shinobi di sana tersenyum puas dengan kata-katanya, kemudian bertepuk tangan disertai ucapan 'selamat' pada sepasang suami-istri yang baru saja melahirkan anak mereka bertepatan dengan lepasnya Bijuu ekor sembilan, Kyuubi. Sementara itu, kakek tua yang berdiri di sana hanya tersenyum simpul pada mereka dan melirik pada bagian semak-semak, di mana seorang anak kecil bersembunyi di sana.

Menatap penuh kecewa pada keluarganya.

###

Pukulan dan tendangan terus dilancarkan pada lawannya yang dengan mudahnya menghindar setiap serangan. Keringat bahkan tak terlihat dari lawannya, berbanding terbalik dengan dirinya yang nafasnya sudah mencapai batasnya. Tenaganya melemah dan ia jatuh berlutut sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.

"Hm? Sampai sini batasmu?"

Dengan kedutan kesal, ia berdiri dan menghardik lawan latihannya itu.

"Onii-san terlalu kuat untukku! Tidak bisakah kau mengalah demi adik tercintamu ini?" ujarnya dengan menggembungkan pipinya seraya kesal atas penuturan kakak laki-lakinya.

"Hei, aku sudah sering mengalah, asal kau tahu. Tapi, tetap saja kau tidak bisa mengalahkanku," ujar sang kakak santai dan duduk di hamparan rumput hijau. Adiknya menyusul, namun ia membaringkan diri di samping sang kakak yang menikmati hembusan angin.

Hening tercipta di antara keduanya.

"Ano...Onii-san?"

"Hn?"

Sang adik yang merasa jengah dengan keheningan ini memutuskan untuk menanyakan sesuatu yang selalu ia pendam setiap kali bersama sang kakak. Karena hanya mereka berdua di lapangan, ia tak mengkhawatirkan tentang pertanyaannya yang mungkin akan menyinggung hati kakaknya.

"Apa kau...tidak benci pada-"

"Tidak."

Adiknya terlonjak kaget mendengarnya. Tak pernah menyangka sang kakak akan langsung menjawab tanpa mendengar secara lengkap kata-katanya.

"Tapi-"

"Naruko."

Sang adik terdiam mendengar namanya yang dipanggil. Manik biru seperti milik ibunya itu menatap kakaknya yang hanya tersenyum kecil menatap langit biru.

"Aku tahu apa yang ingin kau tanyakan."

Mata bagai permata safir itu beralih menatapnya. Wajah keduanya mirip, yang membedakan hanyalah sang kakak adalah laki-laki dan adiknya adalah perempuan.

"Aku tidak masalah dengan perlakuan yang aku terima selama ini."

Mata itu terpejam. Untuk pertama kalinya, sang adik bisa melihat wajah penuh penderitaan itu terlihat begitu damai menikmati kesunyian yang ada.

"Karena aku tahu, aku tidak sendirian di dunia ini."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top