Mengantar Bara

POV Ayfa.

Bara membawakan nasi kuning dan rendang sapi kesukaanku. Sedangkan dia makan nasi campur dengan lauk oseng terong dan tumis kikil, itu adalah menu pavoritnya.

"Makasih ya, Sayang," ujarku seraya tersenyum padanya dan pria itu hanya mengangguk.

"Mana ponsel kamu?" pinta pria itu tiba-tiba dan membuat senyum di wajahku ambyar.

(Mulai deh, selalu ngecek ponselku setiap ketemu) ujarku dalam hati dan menghela napas.

"Nih!" sahutku seraya mengeluarkan ponsel dari saku dan memberikan pada pria itu.

"Bara! Apa kamu nggak bosen, tiap hari ngecekin ponselnya Fafa mulu? Lagian, tiap hari dia juga selalu ama kamu!" jelas Pipit seraya menyendok nasi rawon kesukaannya.

"Memang, sih. Tiap hari dia sama aku. Tapi ... nggak menutup kemungkinan, kalau dia melakukan sesuatu di belakangku, kan!" ucap Bara dengan sinis membuat Pipit enggan berbicara lagi.

"Kan, kalian udah pacaran lima tahun. Masak belum percaya satu sama lain, sih?" timpal Dara.

"Aku emang bisa dipercaya. Tapi, cewek di sampingku ini ... entahlah, bisa dipercaya enggak!" keluh pria itu dan masih sibuk mengecek ponsel.

"Sa ... yang! Kok, mulai lagi, sih. Udah-udah, makan aja lagi! Pada dingin, nih!" ucapku melerai perdebatan mereka.

"Ngapain kamu komen kayak gini! Ini siapa? Cewek apa cowok?" bentaknya seperti biasa karena memeriksa semua akun sosmedku.

"Hah! Kan, cuman temen FB, Sayang. Nggak ada apa-apa, kok," sahutku.

"Aku nggak suka, blokir dia!" bentak Bara.

"Lagi!" bantahku sedikit tak terima.

"Atau perlu ... aku yang masuk ke akunmu, untuk ngeblok dia!" ucapnya seraya menatapku dengan tajam.

"Iya-iya." Aku mengambil ponsel itu dan menuruti keinginan Bara.

"Nih! Udah kublokir. Puasss, kan!" Aku menunjukkan pada pria itu sembari menggerutu.

Saat malam Minggu, Bara sering tidur di rumahku, keluarganya tidak pernah melarang pria itu mau melakukan apa saja. Sehabis mandi, aku keluar dan mengeringkan rambutku yang panjang dengan handuk.

"Sini duduk!" Bara memanggilku.

Aku duduk di kasur dan menatapnya, ternyata ia ingin membantu mengeringkan rambutku yang basah. Aku hanya tersenyum menatap pria yang sudah kupacari selama lima tahun itu.

"Kebiasaan kamu, ya. Keringin rambut dulu, baru tidur," ujarnya seraya memberi perhatian padaku.

"Tapi, aku capek banget, Sayang. Hari ini, harus ngumpulin tugas buat exam minggu depan," keluhku dan memijat pundak beberapa kali.

"Ehmm, gitu, ya? Kalau gitu, besok aku ajak kamu ke tempat yang menyenangkan."

"Ke mana, Sayang?"

"Besok kamu juga bakal tau," ujarnya tak ingin memberitahuku.

"Makasih, Sayang," ujarku seraya mencium pipi pria itu.

Selesai mengeringkan rambut, Bara menarikmelingkarkan handuk di leherku, dan menarik tubuhku mendekat. Pria itu lalu mencium bibirkuku dengan mesra.

"Sayang nakal deh, belum mandi juga!" ucapku menolak ciumannya.

"Biarin!"

***

Ternyata Bara membawaku ke pantai, ia tau aku suka ke tempat itu. Tidak ada yang pria itu tidak ketahui tentangku, seharian kami menikmati indahnya desiran air laut dan pemandangan di sana. Bara memelukku dari belakang, seperti tak ingin melepaskanku, hari itu kami bersenang-senang.

***

Bara terpilih menjadi ketua OMAS (organisasi mahasiswa) di kampusnya. Sebenarnya dia nggak mau ikut organisasi itu, kalau bukan pamannya yang memaksa.

Suatu hari, Bara bilang padaku, ia harus pergi ke Bandung selama dua minggu karena ada kegiatan organisasi yang harus dilakukan di sana.

"Sayang, apa kamu mau ikut aku ke Bandung?"

"Maaf, ya, Sayang. Kan, aku harus ujian mulai besok," bantahku.

"Hemm, gitu, ya!" Bara tampak kecewa mendengar ucapanku.

"Jangan lesu gitu, dong! Kan, cuman pergi dua minggu, Sayang. Nggak akan lama, kok," rayuku padanya.

"Dua minggu, bagiku itu lama! Aku nggak mau ninggalin kamu, walau sedetik pun!" bentak pria itu.

"Kan, aku ada Pipit sama Dara. Mereka bisa nemenin aku, kok. Sayang."

"Aku nggak suka jauh darimu, kamu pasti akan berbuat macam-macam!" selidiknya.

"Yaelah, Sayang. Masak, nggak percaya sama pacar sendiri. Aku janji, deh. Nggak bakal macam-macam selama kamu nggak ada, ok," rayuku seraya bergelantungan pada pundaknya.

Bara menatapku dengan curiga lalu mencubit hidungku yang mancung kedalam.

"Awas aja, kamu, ya! Sampai bikin ulah, kamu tau sendiri akibatnya!" ancam pria itu.

"Iya-iya."

***

Hari itu, aku mengantarkan Bara untuk naik bus bersama teman-temannya. Pria itu terlihat sangat sedih karena harus meninggalkanku.

"Sayang, baik-baik di sana, ya?" ujarku dan membuyarkan lamunannya.

"Ehmm, iya. Kamu juga. Angkat telepon dan balas pesanku, ya! Awas aja, kalau sampai aku tahu kamu kluyuran yang nggak jelas!" ancam pria itu.

"Iya, Bos. Aku akan melaporkan semua tempat yang aku kunjungi, ok," sahutku sembari terkekeh.

Bara mengecup bibirku sebagai tanda perpisahan.

"Daaaaa."

"Dadaaaaaaa." Aku melambaikan tangan pada pria yang sudah memasuki bus itu.

     

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top