Kita Putus
POV Pipit.
Dara terlihat berlarian mendatangiku. Wanita itu selalu tau kabar terkini dengan cepat.
"Gawat, Pit. Gawat!" Ia mengatur napasnya yang terengah-engah. Wanita itu bingung mau cerita dari mana.
"Pelan-pelan lah, Ra. Ada apa?"
"Bara ... dia akan dipaksa menikah dengan Linda. Karena mereka berdua semalam kepergok di hotel bersama."
"Apaa?! Bagaimana bisa? Lalu, di mana Fafa? Apa dia sudah mendengar kabar ini?" tanyaku ikut cemas.
"Kurasa sudah. Hari ini, seluruh kampus sedang membicarakannya."
"Ayo, kita harus mencari Fafa. Aku takut dia kenapa-napa." Aku mengajak Dara untuk mencari Ayfa.
***
POV Ayfa.
Mereka akhirnya menemukanku di gudang. Aku tersungkur di lantai dengan keadaan menangis. Pipit langsung memelukku dan mencoba menenangkanku.
"Fa, jangan sedih, ya. Kamu masih punya kami di sini. Ayo, kami antar ke ruang kesehatan. Hari ini, beristirahatlah dulu di sana sampai perasanmu membaik," pinta Pipit.
Aku hanya mengangguk dan masih terisak-isak.
Dalam perjalanan ke sana, semua orang sedang menatapku. Banyak dari mereka yang membicarakanku.
"Kasihan ya, si Fafa. Pacaran udah lima tahun, tapi yang menikah dengan Bara malah si Linda."
"Tapi, kalau dilihat-lihat ... Bara emang cocok kok, sama Linda. Kan, mereka sama-sama dari keluarga kaya."
"Kalian bisa diem nggak, sih!" Pipit tak terima dengan perkataan mereka lalu membentaknya.
"Udah sana! Masuk kelas aja! Berisik kalian," umpat Dara sembari mengusir mereka.
"Jangan didengerin omongan mereka ya, Fa," pinta Pipit.
Di ruang kesehatan, Aku membaringkan tubuhku di atas ranjang.
"Istirahatlah. Jika ada apa-apa, segera hubungi kami, ya?" pinta Pipit padaku.
"Kami berdua menyayangimu, Fa. Kamu harus kuat, ok," ujar Dara memberiku semangat.
Aku hanya mengangguk. Kemudian mereka kembali ke kelas. Aku meneteskan air mata yang tak terbendung lagi. Aku bingung mesti gimana menghadapi Bara. Pria itu menelponku beberapa kali. Namun, aku tak ingin mengangkatnya. Aku takut mendengar semua itu dari mulut Bara langsung.
***
POV Bara.
Merasa Ayfa sama sekali tidak mengangkat panggilanku. Akhirnya aku menelepon Pipit untuk menanyakan keadaan wanita itu. Namun, bukan jawaban yang kudapat. Malah makian yang bertubi-tubi dari mereka.
[Bara, apa itu semua benar? Kamu akan menikah dengan Linda?] Pipit menghujaniku dengan banyak pertanyaan.
[Pit, dengerin aku dulu. Ini ada kesalahfahaman. Tapi, aku juga nggak bisa lari dari tanggung jawab, Pit. Aku juga bingung.]
[Kamu gila ya, Bara. Kamu nggak tau gimana perasaannya Fafa saat ini? Dia menderita banget, tau!]
[Aku tahu, Pit. Tapi, aku bisa apa? Aku benar-benar minta maaf, Pit. Tolong jaga Fafa buatku.]
[Kamu nggak usah sok nyuruh aku. Tanpa kamu suruh pun. Aku dan Dara bisa menjaganya dengan baik. Untuk sekarang, urusin aja urusan kamu.] Pipit memutuskan panggilan teleponnya.
Aku melempar benda pipih itu ke lantai. Aku begitu marah pada diriku sendiri.
"Arhhhhhh?!" teriakku sambil meninju tembok.
Tanpa terasa, air mataku berlinang. Apa yang harus kulakukan sekarang. Aku bingung dengan semua keadaan yang mendadak ini.
***
POV Ayfa.
Keesokkan harinya. Bara sudah masuk kuliah lagi. Namun, ia tak bisa menemuiku langsung, lantaran Linda selalu ada di sampingnya. Wanita itu selalu berusaha mencegah Bara untuk bertemu denganku. Saat kami berpapasan di koridor, Bara melewatiku seperti orang asing. Aku mencoba menahan tangisanku. Sedangkan Bara, ikut mengepalkan tangan, menahan kesakitan di hatinya.
Linda menatapku dengan tatapan sinis, mata wanita itu, seolah berkata.
'Akhirnya aku mengambil Bara darimu'
Dadaku mendadak terasa sakit, seperti ada pisau yang menyayat hatiku. Aku bergegas pergi meninggalkan mereka karena tak bisa menahan rasa sakit ini lagi.
***
Berhari-hari sudah setelah kejadian itu, Bara ingin bertemu denganku untuk terakir kalinya. Aku terpaksa menemui pria itu, karena ingin segera menyelesaikan hubungan kami.
Di gudang, aku melihat pria yang dulunya selalu kupeluk itu, berdiri menatap di kejauhan. Aku ingin sekali memeluk tubuhnya. Namun, aku menahan semua rasa tersebut. Aku tak ingin terlihat lemah di depan Bara.
"Kamu sudah datang?" tanya Bara sembari menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.
Suara itu begitu lembut, aku hampir lupa kenapa aku datang ke tempat itu.
"Ehmm, iya. Apa yang mau kamu omongin?"
"Aku mau ngejelasin semuanya ke kamu, Fa," ujar pria itu.
"Hah, apa penjelasan itu akan mengubah semuanya? Toh, pada akhirnya kamu juga akan menikah dengan Linda, bukan?" bantahku.
"Walaupun aku harus menikah dengannya. Tapi, aku nggak pernah cinta sama dia, Fa. Cintaku cuman buat kamu, Fa," rintih Bara menyakinkanku
Aku menahan air mataku yang ingin mengalir deras.
"Mulai sekarang ... kita putus. Aku harap, kamu tidak mengganggu kehidupanku lagi!" ucapku dengan bibir yang bergetar. Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulutku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top