Prolog
"Hari ini cuacanya sangat bagus, ya, Yang Mulia."
"Hn."
Setelah putus asa memikirkan sesuatu, kalimat umum seperti itu keluar dari bibirku. Dan seperti biasa, aku menerima balasan singkat sebelum keheningan yang memekakkan menyelimuti kami kembali.
Mendesah kecil, aku mengalihkan pandanganku dari arah bunga tulip ungu yang sedang bermekaran ke pemuda berwajah menawan yang duduk di depanku. Saat ini kami berada di taman istana Kekaisaran.
Bryan de Durchville, Putra Mahkota Kekaisaran Gildedreach dan juga pada saat yang sama adalah tunanganku.
Wajah putih tanpa celah, rambut pirang keemasan dan mata merah yang menyerupai perhiasan ruby yang berkilauan. Wajahnya begitu indah serta memancarkan kharisma yang mampu membuat semua orang akan terpesona dan langsung menjadi penggemarnya. Dia selalu pendiam dan tanpa ekspresi—juga secara luas dikenal 'Royalty of Ice'.
Namun, jika dia sudah membuka mulutnya maka hanya akan ada kata-kata kasar serta umpatan yang blak-blakan. Ada pun perkataan lain hanyalah perkataan singkat yang keluar dari mulutnya. Jangan mengharapkan dia akan berbicara manis. Dengan sikapnya seperti itu, dia mendapatkan julukan lain seperti 'The Outspoken And Heartless Crown Prince'. Walaupun begitu, karena wajah rupawannya, dia sangat populer di kalangan sosial. Banyak beberapa gadis-gadis muda bangsawan lainnya terkadang mencuri-curi pandang kepadanya walaupun tanpa sepengetahuan pria di depanku ini.
Netraku memerhatikan dengan seksama pria di depanku ini. Kecanggungan ini sepertinya tidak memengaruhinya. Justru dengan gerakan anggun, dia dengan santai menyesap teh kamomil yang disajikan oleh pelayan beberapa menit yang lalu.
Tidak peduli seberapa sering aku memikirkannya, aku, putri seorang Archduke dengan gelar 'Loner Noblewoman' di Kekaisaran Gildedreach, Evanthia Blaine, benar-benar masih di bawah levelnya. Aku memang tergolong sangat cantik di antara gadis-gadis bangsawan lainnya. Namun itu pun, jika dibandingkan dengan rupa tunanganku sendiri, kecantikanku tidaklah seberapa. Bahkan menyentuh levelnya saja tidak.
Alasan mengapa aku bisa bertunangan dengannya adalah karena di masa lalu, Kakek buyutnya yang merupakan Kaisar terdahulu mendapatkan posisinya karena bantuan dari pihak kakek buyutku. Kakek buyutku membantu mendiang Kaisar terdahulu dalam suksesi takhta. Berkat ada campur tangan kakek buyutku yang saat itu memiliki pengaruh penting di Kekaisaran, pada akhirnya kakek buyutnya bisa mendapatkan takhta dan menjadi seorang Kaisar.
Dan demi membalas bantuan kakek buyutku, sepertinya mendiang Kaisar terdahulu memberikan syarat seperti ini, "Jika suatu hari seorang putri lahir dari keluargamu yang seusia dengan keturunanku, aku ingin dia menjadi Permaisuri untuk mendampingi keturunanku."
Tentunya syarat itu baru bisa terpenuhi setelah lebih dari 1000 tahun, tepat setelah diriku lahir karena keluarga Archduke Blaine memang tidak pernah memiliki keturunan seorang putri. Aku adalah keturunan pertama mereka yang memenuhi syarat tersebut.
Keluarga Kekaisaran Gildedreach, yang masih merasa berutang budi kepada keluargaku, segera mengajukan lamaran pertunangan tepat saat diriku baru lahir. Aku lahir tiga bulan setelah Bryan, jadi tidak ada alasan bagi keluargaku untuk menolak—karena kedua syarat itu terpenuhi. Dan pertunangan singkat itu pun dilangsungkan.
"Emh, Yang Mulia..."
"Hm?"
"Bisakah Anda menyampaikan kepada Baginda untuk mengadakan pertemuan ini kembali seperti jadwal sebelumnya? Menurut saya, pertemuan sekali dalam sebulan itu sudah cukup."
Sedari usia dini, kami selalu bertemu sebulan sekali. Pertemuan itu dilakukan untuk mendekatkan kami, selain itu juga kedua keluarga kami berharap kami bisa mengobrol santai atau berjalan-jalan saat menghabiskan waktu bersama seperti itu layaknya sepasang kekasih. Namun pada kenyataannya, bukannya sesuai harapan mereka, yang kami lakukan hanyalah saling berhadapan, meminum teh, dan hanya bertukar beberapa kata.
Setiap kali aku mencoba berbicara dengannya, dia selalu menjawab dengan deheman ataupun jawaban singkat seperti "Oh.", "Hn." Atau "Ya."
Dan setelah itu, percakapan kami pada dasarnya akan berakhir. Itu hanya meninggalkan rasa sakit. Terkadang dia juga tidak menjawab dan hanya memberikan tatapan dingin dengan netra rubynya yang membuatku mengurungkan niat untuk mengajaknya bicara.
Sejak awal, dia memang bukan tipe orang yang banyak bicara dengan orang yang tidak menarik minatnya. Karena itu, dia tidak pernah berbicara banyak denganku. Dan hal seperti itu sudah berlangsung sejak kami masih anak-anak.
Satu-satunya yang bisa membuatnya berbicara panjang dan nyaman hanyalah sahabatnya satu-satunya, Marquess muda Ethanziel Campbell, putra dari keluarga Marquess Campbell.
Setiap kali, aku terus berdoa kepada dewa agar waktu cepat berlalu, sehingga semua ini berakhir. Aku juga selalu berdoa agar suatu saat Bryan memutuskan untuk membatalkan pertunangan kami sehingga hal menyakitkan seperti ini berakhir. Aku tidak masalah dicampakkan, lagi pula aku juga tidak menyimpan rasa padanya.
Yah, itu kebohongan yang buruk. Tentu aku menyimpan rasa padanya, walaupun sekarang tampaknya perasaan itu sudah tidak berarti lagi.
Namun, beberapa bulan yang lalu, jadwal pertemuan antara diriku dan dirinya berubah. Pertemuan yang seharusnya dilakukan sekali dalam sebulan itu kini harus dilakukan tiga kali dalam sebulan. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh Kaisar. Haruskah kami membuang-buang waktu sama lain seperti itu? Terlebih lagi, Bryan adalah seorang Putra Mahkota yang sibuk. Tidak sepertiku yang hanyalah seorang Lady dari keluarga Archduke, tentu saja sebagai seorang Putra Mahkota dia memiliki banyak kesibukan. Belum lagi dia adalah komandan dalam pasukan perang elite Kekaisaran yang akan memimpin invasi terhadap daerah kekuasaan musuh.
Pernah suatu hari aku menghadap Baginda Kaisar Helios—Ayahnya Bryan—dan memintanya untuk membatalkan jadwal baru pertemuan tersebut, tetapi beliau hanya tersenyum kepadaku dan mengatakan, "Tidak apa-apa, jangan khawatir," dan setelah itu menyuruh Bryan mengantarku kembali ke mansion Blaine.
"Mengapa aku harus melakukannya?" Bryan menatapku dengan pandangan menghakimi. Suaranya juga terdengar tidak bersahabat di telingaku.
"Yah... itu karena Anda adalah putra Baginda. Beliau pasti akan mendengarkan perkataan Anda," jawabku sambil menunduk, menghindari mata merahnya yang terlihat menakutkan. "Lagi pula, apakah waktu latihan Anda bersama para prajurit Anda tidak terganggu jika harus melakukan pertemuan ini, Yang Mulia? Bukankah Anda juga memilki kesibukan lain?" sambungku bertanya, masih menghindari tatapannya.
"Tentu saja aku memiliki kesibukan lain, tetapi tentunya kesibukanku yang lain itu memiliki jadwalnya sendiri, termasuk latihanku bersama pasukanku. Melakukan pertemuan seperti ini tentu tidak menggangu kesibukanku yang lain, karena pertemuan ini juga ada di dalam jadwalku dan tidak memakan waktu yang lama. Jadi, tidak ada masalah."
Ketika mendengar jawabannya, aku tidak punya pilihan lain selain menjawab dengan, "Saya mengerti."
Setelah hening beberapa saat, kini Bryan yang memulai obrolan.
"Minggu depan adalah hari ulang tahunnya Ethanziel. Dia akan mengadakan perjamuan dan mengundangku untuk hadir. Dia juga memintaku membawamu, jadi kau harus mengosongkan jadwalmu saat itu. Kau mengerti, kan?"
"Eum. Saya mengerti."
"Aku akan mengirimkan perancang busana yang selalu digunakan oleh keluarga kekaisaran ke rumahmu sore ini, dia akan mengukur ukuran tubuhmu dan merancang gaun yang akan kau kenakan di perjamuan itu."
Aku hanya mengangguk sebagai respon. Sebagai tunangannya, aku jarang memiliki kesempatan untuk menghadiri perjamuan sosial bersamanya. Bryan hanya mengundangku ketika kehadiranku diperlukan—seperti acara Marquess muda Campbell karena pemuda berwajah cantik itu pasti yang memaksanya ataupun acara yang melibatkan Kekaisaran.
Selain itu, aku juga jarang menghadiri perjamuan sosial karena aku tidak menginginkannya. Itulah sebabnya aku mendapatkan gelar 'Loner Noblewoman' itu. Keluargaku selalu mengajakku untuk menghadiri perjamuan, tetapi aku sering kebanyakan menolaknya dengan alasan kondisi tubuhku. Dan mereka memakluminya, karena memang sejak lahir kondisi tubuhku sangat lemah. Aku juga seorang introvert, perjamuan seperti itu hanya akan menghabiskan energiku. Jadi, aku kebanyakan menghabiskan waktuku di mansion dengan kegiatan seperti berkebun, membaca, dan menyulam. Aku juga terkadang memasak, kegiatan ini tentunya kulakukan di tengah malam saat semua orang di mansion sudah tidur—dan keluargaku tidak mengetahui bahwa aku bisa memasak, jika mereka mengetahuinya pasti mereka akan bertingkah protektif karena aku adalah putri berharga mereka. Bagi mereka, seorang putri haruslah diperlakukan sebagaimana harusnya.
Namun setiap kali kami menghadiri perjamuan sosial, dia hanya memberikan salam yang singkat dan setelah itu dia akan bergegas pulang ke rumah. Tentunya sebagai partnernya, aku harus selalu mengikutinya. Aku juga telah mendengar dari orang-orang di sekitarku bahwa hal seperti itu tidak terjadi ketika dia menghadiri perjamuan itu sendirian—
—Mungkinkah, dia merasa malu saat terlihat bersamaku di depan umum?
Yah, sepertinya memang begitu. Pasti memalukan ke perjamuan sosial bersama tunanganmu yang terkenal di kalangan sosial sebagai nona penyendiri. Lagi pula, ada alasan lain yang menyebabkan diriku jarang menghadiri acara sosial. Tentunya aku menghindari mencari masalah dengan nona-nona muda bangsawan yang merupakan fangirl fanatik Bryan, aku tidak ingin diserang banyak pertanyaan oleh mereka. Sedari kecil, aku sudah dididik secara ketat dan disiplin untuk membantu Bryan, tetapi beban menjadi bangsawan dan juga calon Permaisuri di masa depan secara bersamaan itu terlalu berat untuk kupikul sendirian.
Beberapa saat kemudian, keheningan kembali menyelimuti kami. Pada akhirnya aku mulai menghitung jumlah manik-manik mutiara yang kini melingkar di pergelangan tanganku.
☆*: .。. ♡ .。.:*☆
"Terima kasih atas waktu yang Anda luangkan untuk pertemuan hari ini. Kalau begitu, saya izin pamit pulang ke kediaman saya. Sampai bertemu minggu depan di pesta ulang tahun Marquess muda Campbell." Aku menundukkan kepalaku dengan hormat sejenak setelah itu tersenyum tipis menatap wajah tanpa ekspresi Bryan yang hanya mengangguk kecil.
"Hm."
Pertemuan kami yang biasanya akan berakhir satu jam itu harus berakhir dalam waktu 30 menit. Tepat beberapa menit setelah keheningan melanda pembicaraan kami, seorang kesatria yang sepertinya tangan kanan Bryan datang dan membisikkan sesuatu kepadanya. Bryan pun memutuskan untuk hari ini pertemuan kami berakhir karena dia memiliki sesuatu untuk dilakukan yang tampaknya sangat penting meskipun itu di luar dari jadwalnya. Walaupun begitu, tidak peduli seberapa sibuknya dia, Bryan selalu mengantarku ke keretaku. Seperti saat ini.
Ketika aku telah masuk ke dalam kereta dan tidak dapat lagi melihatnya dari balik jendela, aku menghela nafas dalam-dalam.
"Haah...."
Pernikahan kami akan dilaksanakan tahun depan telat setelah kami berdua mencapai usia 20 tahun. Dan setelah kami menikah, Bryan akan diangkat menjadi Kaisar menggantikan Ayahnya.
Namun, jika kupikirkan lebih dalam lagi, apabila hubungan canggung yang kami hadapi seperti itu akan sampai ke jenjang pernikahan, apakah akan baik-baik saja? Apakah kami akan mencapai kebahagiaan? Bryan seharusnya bisa mendapatkan partner yang lebih baik dariku. Aku tidak keberatan jika aku harus kehilangan posisi sebagai istrinya. Lagi pula, keluargaku berpangkat Archduke, dan kondisi keuangan di keluarga kami stabil.
"Enyah dari pandanganku. Aku benar-benar membencimu, Lady Evanthia."
"... Aku justru jauh lebih membencimu, Yang Mulia."
Aku tiba-tiba teringat dengan pertengkaran kami di masa lalu, tepat di saat kami baru menginjak usia pertengahan remaja, 14 tahun. Bahkan saat itu, Bryan juga tidak banyak bicara. Meskipun begitu, hubungan kami pada saat itu tidaklah canggung sama sekali walaupun jika kami bertemu, kami akan selalu melontarkan kata-kata tajam dan tatapan yang saling bermusuhan.
Pikiran itu lewat saat kereta yang kunaiki berjalan, dan aku bertanya-tanya apakah ada cara bagiku untuk membatalkan pertunangan di antara kami.
Saat sedang asik berpikir, secara tiba-tiba kereta yang akan membawaku pulang ke mansion bergetar, menciptakan suara yang mengerikan. Detik berikutnya, kereta itu jatuh terbalik. Di saat yang bersamaan, aku merasakan sakit yang tajam di kepalaku—sepertinya kepalaku menabrak sesuatu—lalu, kegelapan menghampiriku. Aku kehilangan kesadaran.
☆*: .。. ♡ .。.:*☆
To be continued
☆*: .。. ♡ .。.:*☆
Halo. Aku balik lagi bawa cerita baru. Padahal Let Me Villain belum kelar, malah buat cerita ini wkwkwk. Gak tahu kenapa lagi suka buat cerita tema Kerajaan gini. Akibat banyak baca webtoon kali ya wkwkwkw. Selamat membaca, kalau bisa tinggalkan votment biar aku semangat ngetiknya (๑'ᴗ')ゞ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top